"Laporan apa itu Pa," tanya Gisella.
"Tadi Papa nggak sengaja bongkar-bongkar arsip laporan dan Papa menemukan ada pengeluaran besar. Ini pengeluaran untuk apa Ma?"
"Oh, itukan untuk biaya pengobatan Papa. Papa mungkin lupa, saat hilang ingatan tentu membutuhkan perawatan khusus dan biaya yang sangat besar."
"Sebesar inikah?"
"Iya dong Pa! Sekarang yang penting Papa sudah sembuh total. Kalau uang masih bisa kita cari 'kan?"
"Dan ini, papa temukan foto Mirna dan Arga, papa nggak yakin jika mereka sudah meninggal. Papa akan mencari mereka lagi, mungkin saat itu orang bayaran mama salah mengenali orang. Papa yakin mereka masih hidup dan saat ini berada di tempat yang sangat jauh."
"Sudahlah Pa, apa keberadaan kami tidak penting bagi Papa. Kami yang merawat Papa bertahun-tahun hingga sembuh. Apakah Papa masih kurang bahagia hidup bersama dengan kami. Jika mereka masih hidup, kenapa tidak kembali. Toh ini kota kelahirannya."
Riko diam sambil memandang foto istri dan putranya yang masih bayi. Meski Gisella selalu mengatakan jika mereka sudah meninggal tapi hati kecil Riko mengatakan keduanya masih hidup.
Gisella merasa tidak senang, jika Riko mengingat masa lalunya lagi. Kemudian diapun berkata, "Papa, Bara dan kamu Cinta, duduklah! Saya akan buatkan kalian minum."
"Nggak usah Ma, Bara dan Cinta nggak lama kok. Kami akan pergi nonton."
"Sebentar saja kok, kamu temani Papa dulu ya."
Gisella pun ke dapur, lalu dia membuatkan kopi untuk Riko tapi Gisella sempat mengeluarkan sesuatu dari dalam tas dan mencampurkan ke kopi Riko.
Setelah selesai, Gisella pun kembali ke ruangannya, memberikan kopi tersebut kepada Riko.
Cinta yang masih penasaran akan kemiripan Riko dengan Arga, ingin menyelidiki.
Apakah Arga yang Riko maksud pada foto adalah Arga yang saat ini kuliah satu kampus dengannya.
Bara dan Cinta pun pamit, mereka akan pergi nonton, tapi sebelumnya Cinta ingin melihat foto yang Riko maksud. Foto kecil Arga dan ibunya.
"Om, bolehkah saya melihat foto tersebut? Barangkali saya pernah melihat mereka atau mengenal mereka."
"Oh, nggak usah Cinta. Mereka sudah meninggal, untuk apa kita ingat-ingat lagi. Sini Pa, biar mama yang simpan," ucap Gisella.
Gisella pun mengambil foto Mirna dan Arga dari tangan Riko, lalu menyimpan dalam laci kerjanya. Rencana Giselle, setelah Riko pergi, dia akan melenyapkan foto yang bisa saja membawanya terjebak ke masa lalu.
Kalau sampai Riko kembali mencari mereka, masa depan dan kebahagiaan Gisella beserta anak-anaknya bakal terancam.
Setelah menyimpan foto tersebut, Gisella pun berkata,
"Pergilah Cinta, untuk apa kamu melihat foto masa lalu. Mereka sudah meninggal, jadi sebaiknya kita lupakan saja."
"Mama benar Cin, ayo kita pergi, keburu main nanti filmnya, nggak seru jika kita telat."
Cinta terpaksa menurut, tapi dia masih berharap melihat foto tersebut.
Riko yang sedang asyik menikmati kopi, tidak menyadari jika setiap hari dia di cekoki obat agar ingatannya tidak pulih sempurna.
Gisella ingin Riko melupakan masa lalunya, hingga tidak berniat mencari Mirna serta Arga.
"Bagaimana Pa, enak 'kan kopinya?"
"Mama selalu bisa menahan Papa dengan kopi ini," ucap Riko yang membuat Gisella kaget.
Tapi saat Riko berkata lagi, padahal dirinya masih banyak urusan lain, hal itu membuat Gisella merasa lega.
"Ya sudah, kalau begitu cepat habiskan Pa! Mama juga akan keluar. Ibu-ibu arisan meminta mama untuk demo dagangan mama."
"Baiklah, sekarang Papa mau balik ke kantor. Oh ya Ma, bagaimana dengan Rendi, apa dia yakin mau mengelola perusahaan almarhumah Kakak kamu dan tidak mau kembali ke perusahaan Papa?"
"Iya Pa, dia bilang biar Bara saja yang membantu Papa. Papa kan tahu, Rendi itu suka tantangan dan dia tertantang untuk mengembangkan bisnis baru yang kedepannya akan menjadi miliknya."
"Maksud Mama, perusahaan itu sudah diwariskan ke Rendi?"
"Iya dong Pa, selama ini kan Mama yang bekerja keras mengelola perusahaan itu, sementara anak-anak kakak sibuk dengan bisnisnya masing-masing."
"Oh, yang penting mereka ikhlas memberikannya kepada Rendi, ya nggak jadi masalah Ma. Ya sudah, Papa mau balik ke kantor dulu ya!"
Gisella pun mengangguk, tapi belum sempat Riko keluar dari butik, Gisella mengingatkan, "Pa, nanti malam jangan lupa ya. ada undangan pesta di rumah sahabat Mama."
"Oke Ma. Papa akan pulang lebih awal."
Riko pun bergegas pergi dan Gisella kembali ke ruang kerja, lalu dia menelepon pembantunya.
"Hallo Bi, kenapa foto Mirna masih ada di ruang kerja Tuan?Di suruh kerja begitu saja tidak becus!"
"Apa maksud Nyonya? Saya sudah membuang semua barang yang berhubungan dengan Non Mirna dan Arga."
"Sudah semua kata Bibi? Ini apa!" ucap Mirna marah.
"Benar lho Nya, Bibi sudah bersihkan semua dan membakarnya."
"Sekarang Bibi periksa lagi di ruang kerja Tuan, aku tidak mau satu barang Mirna pun tersisa."
"Baik Nya, Bibi akan periksa lagi."
Gisella pun membuang foto Mirna dan Arga ke tempat sampah, dia tidak mau sampai Riko menemukannya lagi.
Fras, Arga, Dirta dan Artha sudah tiba di rumah, lalu Fras menghubungi pengacara tentang kasus pengambil alihan perusahaan oleh Rendi dan ibunya.
Dia akan berjuang untuk mengambil kembali apa yang menjadi haknya.
Mirna menghampiri Fras dan bertanya, "Memangnya ada masalah apa Mas?"
"Mereka sudah mengambil semua perusahaan dan aset ibu. Hanya rumah ini dan tanah perkebunan yang belum mereka kuasai."
"Jadi, Mas Fras akan melawan mereka? Kalau mengundang bahaya, lebih baik kita menghindar Mas. Kita mulai dari awal, membuka bisnis kecil-kecilan, tapi hidup tenang. Daripada berebut harta yang bisa saja nyawa taruhannya."
Arga yang mendengar hal itu menimpali, "Nggak bisa begitu Ma, itu hak Papa, Papa harus berjuang untuk mengambilnya kembali. Cukup kita Ma, yang dulu mengalah, di usir dari rumah kita sendiri. Mungkin mereka saat ini hidup enak, sementara kita menjadi beban Papa Fras."
"Arga, kalian bukan beban untuk ku, tapi kebahagiaanku. Nanti Papa pertimbangkan lagi semuanya, mana yang terbaik untuk kita."
"Om, Arga benar. Om jangan menyerah, kami akan bantu Om untuk mendapatkan perusahaan itu lagi," ucap Dirta.
"Iya Om, enak sekali mereka. Mengambil hasil kerja keras orang lain. Aku pasti akan membantu Om," timpal Artha.
"Terimakasih anak-anak, tapi Om tidak akan melibatkan kalian, terlalu berbahaya."
"Pa, Ma...kami ke kamar dulu ya, Arga mau membereskan barang-barang perlengkapan kuliah. Besok, Arga sudah harus aktif mengikuti kegiatan perkuliahan."
"Pergilah Nak, semoga cita-cita kamu terwujud nantinya."
"Aamiin, terimakasih Ma."
"Oh ya Ga, jangan lupa nanti malam kita akan menghadiri pesta di rumah sahabat Papa, bukankah kalian juga di undang?"
"Iya Pa, lepas maghrib kami pasti bersiap. Ayo teman-teman!"
Arga, Dirta dan Artha pun pergi ke kamar, mereka bukannya beristirahat, tapi malah membahas bagaimana caranya untuk membantu Fras mendapatkan perusahaannya kembali.
Masalah balas dendam Arga kepada ibu serta kakak tirinya akan mereka tangguhkan sampai masalah Fras selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Pendi
bodoh di besar2kan thor2
2024-01-17
0