Fras menanti kedatangan pihak keluarga ibunya, seperti janji awal saat dia meminta mereka datang di malam ketujuh tahlilan. Tapi, tidak satupun dari mereka ada yang datang.
"Pergilah kalian tidur Ga, hari sudah malam. Besok pagi kita ke kantor dulu, baru papa antar kamu ke universitas."
"Iya pa, tapi jika Papa repot, Arga bisa pergi sendiri kok Pa."
"Nggak Ga, Papa sekalian ingin mengunjungi teman. Kalian juga istirahatlah! besok Om akan pikirkan pekerjaan apa yang cocok untuk kalian."
"Baik Om," jawab Artha dan Dirta serentak.
Setelah ketiganya pergi tidur, Marni pun mendekati Fras, lalu diapun bertanya, "Mas, kenapa keluarga ibu tidak ada yang datang?"
"Inilah salah satu bukti jika mereka sudah tidak peduli lagi dengan kita. Mereka mengabaikan apa yang aku minta."
"Biarlah Mir, besok semua pasti berusaha menjilat. Aku akan membuat mereka menyesal telah mengusik kehidupan keluargaku! Ayo, sekarang kita tidur," ajak Fras.
"Iya Mas. Oh ya Mas, apakah kampus Arga jauh dari kantor?"
"Memangnya kenapa Mir?"
"Aku takut Mas, keluarga almarhum suamiku mengenal Arga karena wajah Arga sangat mirip almarhum."
"Oh, jangan takut Sayang, Mereka tidak akan ku biarkan menyakiti putraku."
"Terimakasih Mas."
Mirna masih was-was jika membayangkan kisah masa lalunya, dia tidak ingin putra semata wayangnya celaka.
Mereka pun beristirahat, hanya tinggal para pembantu yang merapikan tempat yang tadi di gunakan untuk acara tahlilan.
Pagi hari, semua sudah bersiap. Mirna sudah menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Kemudian dia kembali ke kamar, merapikan dasi suaminya yang tengah bersiap.
"Terimakasih Sayang, ayo kita temui anak-anak. Apa mereka sudah siap?"
"Sudah Mas, mereka nunggu di ruang makan."
Fras dan Mirna pun bergegas ke ruang makan, lalu mereka pun sarapan bersama sebelum berangkat ke kantor.
Arga, Artha dan Dirta pun pamit, mereka siap ikut fras ke kantor.
Sesampainya di kantor, Frans pun meminta anak-anak untuk menunggu di lantai bawah, sementara fras menuju ruangan untuk meletakkan tas kerjanya.
Tapi, sebelumnya dia menemui sekretaris untuk meminta agenda kegiatan hari ini.
"Pagi Pak!" sapa Rina.
"Selamat pagi, tolong antar agenda kerja hari ini ke ruangan saya!" pinta Fras.
"Tapi, ruangan Bapak sudah ditempati oleh Pak Rendi. Pak Rendi memaksa, katanya beliau yang akan menggantikan posisi ibu Anda dan ibunya di sini!"
"Oh, dia bilang seperti itu. Nggak apa-apa Rin, kamu siapkan saja agendanya dan saya akan menemui dia."
Fras berusaha menahan amarah, lalu dia menuju ke ruangan untuk menemui Rendi.
Tanpa mengetuk pintu, Fras pun masuk.
"Hei, nggak sopan sekali! Masuk tanpa izin!" seru Rendi tanpa memandang siapa orang yang ada di hadapannya. Dia sedang asyik mengotak-atik ponselnya sambil kedua kaki di julurkan ke atas meja.
"Hemm, yang nggak sopan itu aku atau kamu!" ucap Fras dengan ketus.
"Mendengar suara yang tidak asing, Rendi pun mendongak, "Oh, ternyata Om. Selamat datang Om Fras, ayo silakan duduk!"
"Nggak terbalik, apa-apaan ini?"
"Om belum tahu ya, jika kepemimpinan perusahaan sudah dipercayakan ke aku!"
"Aku kok tidak diberitahu jika ibuku mempercayakan hal ini kepadamu!"
"Hahaha, makanya Om, orangtua sakit itu diurus, tiba mau dapat warisan, baru pulang!"
Fras sudah tidak sabar menghadapi Rendi, lalu dia menarik dasi yang Rendi pakai hingga hampir tercekik.
"Kalau ngomong hati-hati kamu! Itu nggak ada urusannya dengan mu! Sekarang juga kamu keluar dari ruanganku!" ucap Fras yang sudah kehilangan kontrol emosi.
"Hei, harusnya aku yang ngusir Om, lepaskan!" teriak Rendi sambil menarik dasinya.
"Kalau kau tidak mau keluar dari sini, aku akan panggil keamanan!" seru Fras lagi.
"Silakan, Om baca ini! Siapa pemilik perusahaan ini!" ucap Rendi sambil melempar sebuah copy-an surat pengalihan perusahaan.
Fras membaca surat tersebut, disitu tertera ibunya mengalihkan perusahaan kepada Gisella, adik tiri sang ibu atau tepatnya mama Rendi.
"Bajingan kalian! Kalian palsukan tanda tangan ibuku!"
"Terserah apa kata Om, mau dibawa kemanapun, mamaku tetap menang. Sekarang keluar Om dari sini!" teriak Rendi sambil mendorong Fras.
Fras terjengkang ke belakang dan hampir saja menabrak sofa yang ada di sana.
Saat itu, Arga dan teman-temannya pun masuk dan melihat saat Fras hampir terjatuh..
"Pa, Papa nggak apa-apa kan?" tanya Arga.
"Nggak apa-apa Ga!"
Rendi bengong melihat kedatangan mereka, apalagi saat menatap Arga. Dia melihat kemiripan wajah dengan sang Papa.
Sesaat Rendi teringat akan masa lalu, dan dia menerka apakah mungkin itu bocah yang dulu pernah dia dan mamanya usir.
Tapi yang membuat Rendi ragu, kenapa dia memanggil Fras dengan sebutan Papa.
Dirta yang melihat perlakuan Rendi yang kasar terhadap Fras, kemudian berkata, "Hei, nggak sopan sekali kamu, main dorong-dorong orangtua!" teriak Dirta yang emosi.
"Kalian tidak usah ikut campur! Ini hakku untuk mengusir dia atau siapapun dari sini!" ucap Rendi sambil mendorong Dirta.
Arga yang melihat hal itu ingin mendekat, tapi Fras menarik lengannya, "Jangan Ga!"
"Tapi Pa, dia sombong sekali. Sok berkuasa mengusir Papa."
"Mereka telah menggunakan cara licik dan mengambil alih perusahaan ini," jelas Fras.
"Tapi Pa, kita tidak bisa diam saja, ini hak Papa dan dia tidak berhak ada di ruangan ini."
"Kita akan usut semuanya. Papa nggak akan tinggal diam, Papa akan ambil kembali semuanya dari mereka."
Rendi yang mendengar hal itupun tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Silakan jika kamu bisa! Sekarang kalian semua keluar dari ruanganku sebelum security mengusir kalian!" teriak Rendi.
Kemudian Rendi memencet telepon dan berkata, "Segera keruangan saya dan usir para pembuat onar ini!"
Tidak lama, datanglah seorang security, tapi dia enggan untuk mengusir Fras keluar dari tempat itu. Karena dia tahu Fras lah yang sebenarnya pemilik perusahaan.
"Hei! Kamu usir mereka atau aku pecat kamu!"
"Tapi Tuan..."
"Cepat!"
Security pun mendekati Fras dan berkata, "Maafkan saya Tuan! Saya harus menjalankan tugas."
"Kami akan keluar dan kamu tidak perlu minta maaf."
"Ayo anak-anak, kita keluar dari sini. Kita pasti akan kembali kesini lagi untuk mengambil semuanya."
Rendi tersenyum sinis memperhatikan keempatnya pergi.
Namun, dia masih penasaran dengan pemuda yang memanggil papa kepada Fras dan mirip sekali dengan papanya.
Setelah Fras dan yang lain pergi, Rendi pun menelepon sang mama.
"Hallo Ma, Mama sekarang ada di mana?"
"Di butik lah Ren, memangnya ada apa?"
"Mama pasti terkejut dengan apa yang ingin aku katakan."
"Ada apa Ren, jangan buat Mama makin penasaran!"
Rendi pun menceritakan tentang kedatangan Fras beserta anaknya yang wajah serta perawakannya sangat mirip dengan Riko, sang Papa.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments