Mirna dan Arga melanjutkan perjalanan, walaupun mereka belum tahu hendak kemana, setidaknya bisa pergi jauh dari Gisella dan juga Rendi.
Mirna berharap tidak akan pernah bertemu lagi dengan keduanya. Dia ingin hidup tenang bersama Arga di suatu tempat baru, di mana tidak ada orang-orang yang mengenal mereka, tinggal di sana.
Dengan begitu, mungkin Mirna dan Arga bisa melupakan semua kenangan pahit dan menata hidup mereka kembali untuk masa depan Arga.
"Ma, kita mau kemana?" terdengar suara Arga membuyarkan lamunan Mirna.
"Mama pun belum tahu Nak, kita jalan saja dulu sambil berpikir akan bermalam di mana."
"Iya Ma."
Arga terus menggandeng tangan Mirna, sebenarnya dia lapar. Tapi, Arga tidak mau membuat sang Mama sedih karena tidak memiliki makanan untuk bisa mereka makan.
Sambil terus berjalan, mata Arga melihat ke sekeliling. Arga melihat dua orang anak yang hampir sebaya dengannya sedang membawa karung dan mengais tempat sampah.
Arga pun tersenyum, dia menemukan ide, bagaimana caranya agar mereka bisa mendapatkan uang untuk membeli makanan.
"Ma, sebaiknya kita istirahat dulu ya. Di bawah pohon itu sepertinya adem untuk tempat kita beristirahat."
"Iya Nak, kamu benar. Ayo kita kesana, ibu juga sudah letih."
Arga dan Mirna pun menuju pohon yang dimaksud, lalu Mirna bersandar. Wajah Mirna pucat dan dia mulai menggigil, demam kembali menyerang, mungkin karena kecapean berjalan ditambah lagi, sejak pagi Mirna belum makan apapun.
"Ma, Mama demam? Panas sekali badan Mama?" tanya Arga.
"Nggak apa-apa Nak, mungkin Mama cuma kelelahan."
"Mama harus minum obat agar demamnya reda. Sebentar ya Ma!"
Arga memasukkan tangannya ke dalam saku celana, dia ingat masih menyimpan uang meskipun cuma sedikit.
"Ada Ma!" ucap Arga sambil menunjukkan uang senilai Rp.5.000,- di dalam genggamannya.
"Mama tunggu di sini ya, Arga mau beli obat dan minuman dulu di warung. Sebentar kok, Arga tadi lihat, di sana ada warung dan letaknya juga tidak jauh dari sini."
Mirna pun mengangguk, lalu dia berkata, "Hati-hati ya Nak!"
"Siap Ma!"
Setelah mengatakan hal itu, Arga pun berjalan setengah berlari menuju warung yang tadi dia lihat.
Meski kakinya masih sakit, Arga terus memaksakan diri. Dia harus segera mendapatkan obat untuk meredakan demam mamanya, agar tidak semakin parah.
Setibanya di warung, dengan nafas tersengal, Arga bertanya, "Bu, ada obat untuk penurun demam?"
"Untuk kamu Nak?"
"Bukan Bu, untuk Mama saya."
"Oh, sebentar ya. Ibu ambilkan dulu."
Pemilik warung pun segera mengambil sebuah kotak yang isinya berbagai macam obat. Tapi kemudian beliau bertanya lagi.
"Apakah Mama kamu terserang flu atau batuk?"
Arga mengingat-ingat, baru menjawab, "Tidak Bu, hanya demam dan kepalanya sedikit pusing. Mungkin karena Mama kelelahan berjalan."
"Oh..." pemilik warung pun memberikan obat penurun demam kepada Arga, lalu bertanya, "Mau dua, atau satu saja Nak?"
"Berapa harga persatuannya Bu?"
"Seribu."
"Beli dua butir ya Bu dan tolong berikan juga 3 cup air mineral."
"Iya, ini Nak! Semuanya Rp.3.500,-"
Arga pun mengacungkan uangnya yang hanya selembar itu dan sebelum pemilik warung mengembalikan sisanya, Arga pun bertanya, "Ada roti yang harga Rp.1.000,- an Bu, barangkali ibu saya lapar dan sebelum minum obat, biar bisa makan roti dulu."
"Ada," ucap pemilik warung sambil mengambilkan Roti yang Arga mau.
"Ini roti dan kembaliannya Nak!"
Arga diam, kini uangnya telah habis dan dia harus bisa menghasilkan uang untuk kebutuhan makan mereka nanti malam.
"Oh ya Bu, inikan sisanya cuma Rp.500,- bolehkah saya beli 2 karung bekasnya Bu? Jika uangnya kurang, nanti malam Inshaallah saya akan kembali ke sini untuk membayarnya. Atau paling lambat besok siang ya Bu."
"Boleh kok, ini karungnya. kurang Rp.3.500,- ya, soalnya ini karung gula, jadi harganya lebih mahal dari karung beras."
"Nggak apa-apa Bu, biar muatnya banyak. Terimakasih sebelumnya ya Bu. Inshaallah, jika hari ini diberi rezeki, nanti malam saya akan kembali ke sini, untuk membayar hutang saya," ucap Arga sambil mengatupkan kedua tangannya.
Terlihat senyum merekah di wajah Arga. Dia harus bisa menghasilkan uang, seperti yang kedua anak tadi lakukan.
Arga kembali untuk menemui mamanya. Dari kejauhan, dia melihat mamanya tertidur sambil melipat kedua tangan.
Saat sudah dekat, Arga tidak tega membangunkan sang Mama, lalu dia membuka kemejanya dan menyelimutkan ke tubuh sang Mama.
Sementara untuk menyelimuti kaki Mirna, Arga mengembangkan satu karung yang baru dia beli.
Lalu Arga meletakkan obat dan 2 cup air mineral di samping sang Mama, dia berharap ketika Mamanya terbangun bisa langsung minum obat.
Setelah itu, Arga meminum satu cup air mineral yang tersisa di tangannya untuk pengganjal rasa lapar. Barulah, dia beranjak pergi untuk memulung.
Sebelum melangkahkan kaki, Arga pamit, meski sang Mama tidur, "Arga pergi sebentar ya Ma, doakan Arga agar mendapatkan rezeki untuk makan kita nanti malam."
Sejenak Arga memandang mamanya, dia menitikkan air mata. Arga berjanji, saat dia dewasa nanti, Arga akan membahagiakan sang Mama, meski dia harus bekerja keras.
Walaupun Arga masih kecil, dia dipaksa oleh keadaan untuk berpikir dewasa, agar kuat menghadapi kenyataan hidup.
Arga mengucap basmallah sebelum memulai aktivitasnya.
Dia pergi tanpa memakai baju dan membawa karung, mendatangi tempat-tempat sampah di rumah penduduk sekitar tempat itu.
Begitu mendapatkan rezeki pertamanya, Arga mengucap syukur dan berdoa semoga itu akan menjadi berkah bagi dirinya dan juga sang Mama.
Arga bertemu dengan anak-anak yang satu profesi dengannya dan dia tidak merasa malu untuk bertanya, barangkali mereka juga senasib tidak memiliki tempat tinggal sepertinya.
Arga mendekati mereka yang sedang asyik mengais sampah, "Hai teman!" sapa Arga.
"Eh, kamu siapa? Kamu anak baru ya, soalnya baru kali ini kami melihatmu!"
"Iya, perkenalkan namaku Arga. Nama kalian siapa?"
"Aku Dirta."
"Dan Aku Athar."
"Aku boleh bergabung di sini dengan kalian 'kan?"
"Boleh saja Ga, ayo kita sama-sama mencari peruntungan."
"Memangnya kamu tinggal dimana?" tanya Dirta.
Arga terdiam mendengar pertanyaan dari Dirta, lalu dia menjawab, "Aku belum tahu mau tinggal di mana, kami tidak punya tempat tinggal. Kami diusir oleh ibu tua dan kakakku."
"Kami? Memangnya kamu kesini dengan siapa?" tanya Dirta penasaran.
"Mamaku! Mama sedang sakit dan saat ini tidur di bawah pohon dekat ujung jalan sana. Makanya, aku tidak bisa jauh-jauh, takutnya mamaku terbangun dan mencariku."
"Oh, kalau kamu mau, tinggallah dengan kami, nanti kita cari spanduk untuk membuat dinding. Cuma itu yang bisa kita lakukan saat ini. Daripada kalian tidak punya tempat tinggal dan harus tidur di emperan toko," ajak Athar.
"Memangnya kalian tinggal di mana?"
"Kolong jembatan!" jawab Athar.
"Kamu pasti kaget 'kan, soalnya aku lihat sepertinya kamu dari keluarga kaya."
"Almarhum Papa yang kaya teman, sekarang ibu dan kakak tiriku yang menguasai semuanya."
"Kamu yang sabar ya, mereka pasti akan dapat balasannya," hibur Dirta.
"Ayo kita lanjut kerja, kamu pasti butuh uang 'kan, mana mama mu sedang sakit," kata Athar.
"Iya ayo, aku butuh untuk beli makanan nanti malam."
"Semangat, ayo kita semangat," lanjut Dirta.
Arga dan teman-teman bergegas meneruskan pekerjaannya, mereka saling bantu dan sesekali tertawa untuk melepas penat.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Alya Yuni
Mkanya jdi prmpuan jngn murahan lbih baik jdi plcur jdi pda jdi istri ke dua
2024-01-16
0
Muawanah
dah aku kasih vote nieh kak 😊
2024-01-15
0
Mas neddy Gondrong
apik
2023-02-25
0