"Itu cuma masa lalu, sakit untuk di kenang. Yuk Mir, aku tunjukkan kamarmu," ajak Fras sambil membantu mengangkat koper Mirna.
"Banyak sekali kamar di rumah ini Mas?"
"Keluarga besar ibuku dulu sering datang dan menginap di sini, jadi ibu putuskan untuk membangun banyak kamar. Tapi seiring waktu, semua sudah sibuk dengan keluarga masing-masing, ya akhirnya seperti ini. Penghuni tinggal ibu dan para pembantu. Makanya, ibu paksa aku untuk pulang."
"Bagaimana keadaan ibu sekarang Mas?"
"Dokter sudah menyerah, penyakit ibu komplikasi. Diobati yang satu, yang lain bermasalah."
"Susah juga, banyak anak pun akhirnya orangtua tetap sendiri. Apalagi seperti aku yang cuma punya satu."
"Menikahlah denganku Mir, kita akan menjalani masa tua bersama, sambil menunggu Arga membina kehidupannya sendiri."
Mirna diam, meski Papa Arga sudah lama meninggal tapi cintanya tidak luntur di makan waktu.
Melihat Mirna diam, Fras pun berkata, "Papa Arga sudah pergi puluhan tahun, nggak bisakah kamu membuka hati untuk pria lain Mir?"
"Aku bukan wanita muda yang bisa kamu harap Mas dan aku penyakitan, nanti malah akan menyusahkan kamu saja."
"Jika aku tidak keberatan dan tidak merasa disusahkan, apakah kamu mau menerimaku?"
"Berpuluh tahun kita menghabiskan waktu, dan sebentar lagi Arga juga punya kehidupannya sendiri. Sekaranglah saatnya untuk kita memulai Mir, meski terlambat. Setidaknya, kita bisa menjadi teman hidup dalam menghabiskan sisa usia kita."
"Beri aku waktu untuk berpikir Mas, aku harus berbicara dulu dengan Arga," jawab Mirna.
"Kita akan minta izin dengan Arga. Nanti malam aku akan ajak kalian keluar, di sana kita akan bicarakan hal ini dengannya."
"Aku ingin sebelum bertemu Ibu, kita sudah sah, jadi tidak perlu menambah dosa dengan terus membohongi beliau."
"Baiklah Mas."
"Terimakasih Mir, maaf jika aku memaksamu."
"Nggak kok Mas. Selain Arga sudah besar dan pastinya bisa memahami keadaan kita, akupun nggak mau timbul fitnah. Kita tinggal serumah tapi tidak memiliki ikatan."
"Alhamdulillah. Oh ya Mir, ini kamarmu untuk sementara. Sekarang aku pergi dulu ya, ada sesuatu yang harus aku urus. Aku akan panggil Mbak untuk membantumu menata barang-barang mu."
"Nggak usah Mas, aku lakukan sendiri saja. Lagipula barang-barang ku cuma sedikit kok."
"Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu ya, mudah-mudahan sebelum waktunya makan siang, aku sudah kembali."
"Iya Mas, hati-hati ya."
Fras lega, penantiannya selama ini berakhir juga. Dulu Mirna memang menolaknya dengan alasan ingin fokus mengurus serta membesarkan Arga. Kini Mirna tidak punya alasan lagi, selain menerima lamaran dari Fras.
Arga, Dirta dan Artha merasa senang, harapan mereka untuk tinggal di kota telah kesampaian.
Besok, Arga akan ke universitas di temani oleh Fras, mereka akan mengantar berkas untuk kelengkapan pendaftaran.
Fras yang merupakan alumni dari universitas tersebut, telah menghubungi temannya yang ternyata sekarang menjabat rektor di sana.
Sementara Artha dan Dirta akan ikut menemani, mumpung mereka belum mulai bekerja. Kesempatan itu akan mereka gunakan sekalian keliling melihat suasana ibukota.
"Ga, kita beruntung bisa kenal Om Fras. Kita tidak jadi mulung untuk bertahan hidup di sini!" ucap Artha.
"Iya benar kata Artha. Oh ya Ga, apakah kamu masih ingat, dimana tempat tinggal kamu yang dulu?"
"Aku cuma ingat, jalan Bekasi Timur Raya. Nggak tahu sekarang masih ada atau sudah diganti jalan itu. Kalau rumah, sudah pasti banyak perubaha."
"Nggak apa-apa, yang penting masih ada yang kamu ingat, besok sekalian saja kita cari. Suatu saat, kamu pasti bertemu mereka, jika mereka masih hidup."
"Iya Dir. Ayo kita turun, aku ingin bicara dengan Mama!" ajak Arga.
Ketiganya pun turun, tapi Arga tidak melihat mamanya, lalu Arga menghampiri pembantu yang sedang melintas.
"Mbak, mau nanya, kamar mama saya yang mana ya?"
"Itu Den, kamar paling ujung!"
"Terimakasih ya Mbak."
"Dir, Artha, kalian tunggu di sini, aku mau bicara dulu dengan mama. Setelah itu, kita lihat-lihat keluar. Bosan 'kan jika kita di dalam rumah saja."
"Iya Ga, meski rumah ini megah tapi masih enak hidup bebas seperti saat kita di kampung," ucap Dirta.
"Inilah Jakarta Dir! belum lagi kita stres karena terjebak macet."
"Oh, gitu ya Ga."
"Ya sudah, aku temui mama dulu ya!"
"Pergilah, sekalian pamit dengan ibu, biar beliau tidak mencari kita."
Arga menuju kamar sang mama, belum dia mengetuknya, mamanya pun keluar.
"Kamu Ga, ada apa Nak?"
"Bu, boleh kami jalan-jalan di luar?"
"Boleh, tapi jangan jauh-jauh."
"Iya Bu, kami pergi dulu ya Bu."
Arga beserta temannya pun mengitari rumah Fras. Mereka takjub melihat kemegahan serta luasnya pekarangan dengan berbagai fasilitas. Ada kolam renang, tempat olah raga, taman bermain untuk anak, bahkan taman bunga juga terhampar luas.
"Ga, ayo kita coba alat-alat olahraga," ajak Dirta.
"Pergilah, aku masih mau berkeliling."
"Aku berenang ya Ga," pamit Artha yang langsung menceburkan diri sambil berteriak kegirangan.
Arga menggeleng, lalu dia berjalan menuju pos penjaga gerbang. Saat Arga ingin menghampiri penjaga, sebuah mobil mewah membunyikan klakson berulang-ulang.
Penjaga pun berlari tergopoh-gopoh, membuka pagar sambil membungkuk, memberi hormat.
Arga merasa penasaran, dia ingin tahu, sebenarnya siapa tamu tersebut.
Namun, saat Arga hendak bertanya kepada penjaga, pemilik mobil pun membuka kaca mobilnya.
Terlihat seorang pria menatapnya dengan dingin dan di sebelahnya duduk seorang gadis cantik, tersenyum ramah kepada Arga.
"Kamu ngapain berdiri di sini! apa sudah selesai tugas-tugas mu? Sekarang juga, cuci mobil saya! 30 menit harus sudah kinclong, kami mau pergi ke pesta!"
"Kak, jangan begitu dong, kenapa musti kasar! Ngomong bagus-bagus 'kan bisa. Meski cuma pembantu, tapi dia juga sama seperti kita. Lagipula, kita juga tidak terburu-buru. Pesta baru akan di mulai sore nanti," ucap si gadis cantik.
"Kenapa kamu bengong, ayo cepat! Ini kunci mobilnya!"
Penjaga gerbang yang melihat Arga di bentak, segera mendekat, "Maaf Tuan Bara , biar saya yang cuci mobilnya."
"Saya tidak menyuruh kamu, tapi dia!"
"Tapi Tuan! Dia..." belum sempat penjaga menyelesaikan kalimatnya, Arga mengambil kunci dari si orang simbong yang ternyata bernama Bara.
"Saya akan mencucinya Tuan."
"Pak, karena saya tidak bisa nyetir, bisa minta tolong tepikan mobilnya, biar nggak menghalangi mobil lain yang akan masuk," pinta Arga kepada penjaga gerbang.
"Biar saya saja..." kembali Arga memotong perkataan penjaga gerbang.
"Saya ambil air dan sabunnya dulu ya Pak!"
"Cepat! Aku tidak suka dengan pembantu yang kerjanya lamban dan malas-malasan," ucap Bara lagi.
"Ayo Cinta sayang, kita masuk. Pasti Fras sudah sampai dan menunggu kita."
Si gadis cantik yang bernama Cinta pun mengikuti langkah Bara. Namun, dia sempat menoleh dan mengatupkan kedua tangannya, tanda permintaan maaf kepada Arga.
Arga tersenyum, dia tahu gadis itu tidak enak hati dengan sikap sang pacar.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments