Fras menitikkan air mata, baru sebentar dia merasakan kebersamaan bersama sang ibu, kini dia harus ikhlas melepas kepergian ibunya.
Mirna dan Arga pun ikut sedih, ternyata di hari pertama mereka resmi menjadi anggota keluarga Fras, menjadi hari terakhir bagi sang ibu.
Fras meminta pihak rumah sakit untuk mengurus semua keperluan jenazah. Dia akan membawa pulang jenazah ibunya dalam keadaan suci dan sudah di kafani.
Jadi Fras tinggal meminta bantuan tetangga untuk ikut menshalatkan serta mengebumikan di pemakaman umum, area lingkungan rumahnya.
Fras pun menghubungi adik-adiknya, ternyata ponsel mereka tidak tersambung. Mungkin masih dalam pesawat dan belum tiba di bandara.
Dengan bantuan Mirna dan Arga, Fras membereskan pakaian serta barang-barang lain sang ibu, yang ada di ruangan itu. Lalu keduanya pun ikut pulang dengan menemani jenazah, ikut naik di mobil ambulans.
Sementara Fras mengemudikan mobilnya sendiri.
Artha dan Dirta yang sudah di beritahu lewat telepon, segera meminta pembantu dan bantuan warga untuk menyiapkan tempat pelaksanaan shalat jenazah.
Begitu ambulance tiba, mereka pun menurunkan jenazah, dan membawanya ke tempat yang sudah di siapkan.
Fras masih menunggu kedatangan adik-adiknya, barulah prosesi penshalatan jenazah akan dimulai.
Sekitar hampir dua jam menunggu, barulah adik-adik Fras tiba.
Mereka menangis, meluapkan kesedihan karena tidak bisa mendampingi sang ibu di saat-saat terakhirnya.
Fras memeluk ketiga adiknya, begitu juga masing-masing suami mereka. Fras menguatkan agar mereka jangan meratapi kematian sang ibu. Menangis boleh, tapi meratapi sampai sangat dilarang.
Meratapi mayit, di antaranya dalam bentuk berteriak-teriak, menangis histeris, perbuatan semacam ini sangat berat untuk ditinggalkan, kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah Ta’ala.
Diriwayatkan dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wanita yang meratapi mayit, jika dia belum bertaubat sebelum ajalnya tiba, maka pada hari kiamat dia akan dibangkitkan dengan memakai kain (baju) yang terbuat dari timah cair dan memakai pakaian dari kudis.” (HR. Muslim no. 934)
Disebutkannya “wanita” pada hadits di atas adalah karena mayoritas pelakunya adalah wanita.
Sehingga jika laki-laki juga meratap dan belum bertaubat sampai meninggal dunia, dia pun berhak terkena ancaman hukuman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits di atas.
Perkara ini juga sangat mendapatkan perhatian dari para sahabat, sampai-sampai mereka pun mengingatkannya ketika mereka sakit parah.
Rasulullah SAW, mengatakan,"
“Kedua mata boleh mencucurkan air mata, hati boleh bersedih, hanya kita tidaklah mengatakan kecuali apa yang diridhai oleh Rabb kita. Dan kami dengan perpisahan ini wahai Ibrahim, pastilah bersedih.” (HR. Bukhari no. 1303 dan Muslim no. 62)
Menangis, meneteskan air mata adalah wajar karena menunjukkan kasih sayang kita kepada saudara atau kerabat yang meninggal. Akan tetapi, tangisan air mata tersebut tidak boleh diiringi dengan ratapan berupa ucapan-ucapan yang terlarang.
Setelah mengingatkan para saudarinya, Fras pun meminta tolong kepada seluruh pentakziah agar segera bersiap karena shalat jenazah akan segera dilaksanakan.
Selaku anak laki-laki pertama dan satu-satunya, Fras lah yang menjadi imam shalat bagi jenazah sang ibu.
Setelah selesai, mereka pun mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir.
Proses penyelenggaraan jenazah selesai di laksanakan dan satu persatu pentakziahpun pulang ke rumahnya masing-masing.
Sementara, keluarga ibu Fras yang baru mendengar hal itu setelah jenazah di kebumikan, mereka datang ke makam.
Mereka marah terhadap Fras yang masih di sana bersama para ipar. Mirna, adik-adik Fras serta anak-anak sudah pulang terlebih dahulu di antar Pak sopir.
"Kamu keterlaluan Fras, Kakak kami meninggal bukannya kami diberitahu. Apa maksudmu sebenarnya Fras? ingin memutuskan silaturahmi dengan kami!"
"Sudahlah, nggak perlu di bahas di sini. Aku tidak ingin ribut di depan makam ibuku. Datanglah kalian setelah malam ketujuh, banyak yang harus kami bicarakan kepada kalian!"
Semua bungkam, mereka bisa menduga kemana arah pembicaraan Fras.
Fras lalu mengajak ketiga adik iparnya untuk pergi dari sana sebelum dia kehilangan kesabaran dan ribut di depan makam sang ibu.
"Mas Fras, memangnya kenapa dengan mereka?" tanya salah satu adik ipar Fras.
"Mereka lah keluarga ibu yang serakah, Dek."
"Sebagian hak kita sudah mereka kuasai dengan di balik nama saat kakak tidak tinggal di sini. Dan saat ini harta serta perusahaan peninggalan ayah, tinggal separuh. Ibu berpesan, itu harus kita jaga dan jangan sampai di rampas dan dikuasai kembali oleh mereka."
"Oh, serakah sekali mereka. Padahal berpuluh tahun mereka telah mengeruk keuntungan besar dari jasa pengelolaan."
"Iya, kamu benar Dek. Payah, jika keserakahan sudah menguasai hati, semua bisa di halalkan."
"Kami nggak bisa bantu kakak untuk memperjuangkan hal itu, karena bisnis kami sendiri di sana sedang maju Kak."
"Nggak apa-apa Dek, bantu doa saja. Toh kedepannya, ada hak anak cucu kalian di sini. Biarlah Arga dan teman-temannya yang akan membantu Kakak nantinya."
"Iya Kak, itu pasti. Syukur juga ada mereka ya, rumah jadi ramai. Jika tidak, pasti seperti kuburan."
"Iya Dek, mereka anak-anak baik, Kakak mengenal mereka sejak mereka masih kanak-kanak."
"Ayo kita buruan, istri-istri kita pasti sudah menunggu."
"Oh ya Kak, kami tidak bisa berlama-lama di sini, lusa sudah harus kembali."
"Kok cepat sekali Dek?"
"Payah usaha di tinggal lama-lama Kak, kapan ada waktu, bawalah kakak ipar bersama Arga datang ke rumah kami, hitung-hitung bulan madu."
"Sudah tua Dek, nggak kepikiran untuk bulan madu," jawab Fras sambil tersenyum.
"Apa salahnya Kak, tua kan usia. Lah, ini baru pernikahan pertama Kakak, jangan sia-siakan waktu, sekalian penyegaran suasana sebelum menentang mereka."
"Iya juga ya. Nantilah, Kakak bicarakan dulu dengan Kak Mirna."
Mereka pun akhirnya tiba di rumah, dan benar sekali para istri sudah menunggu kepulangan mereka.
Anak keponakan Fras pun berlari kepelukan Fras sambil memberi ciuman.
Mereka sedang lucu-lucunya, hingga membuat para orangtua terhibur.
Arga pun bersama Artha dan Dirta, asyik bermain dengan anak lelaki dari adik Fras.
Jika seandainya, mama Arga masih muda, mungkin dia akan meminta adik dari pernikahan baru sang mama.
Sedang asyik bermain, mama Mirna memanggil keempatnya, mereka harus beristirahat, agar nanti sore bisa bersiap untuk membantu dan ikut dalam acara tahlilan.
Sementara anak-anak beristirahat, Frans dan adik-adiknya berbincang-bincang tentang bagaimana kedepannya mereka harus bertindak untuk menyelamatkan peninggalan sang ayah.
Adik-adik, menyerahkan semuanya kepada Fras, mereka tidak mungkin untuk tinggal di sini lagi. Paling tahun depan, baru bisa pulang merayakan hari raya sekaligus ziarah ke makam ayah serta ibu mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Baki Wahi
Lanjutkan
2022-12-19
1