Dengan perlahan, Wawan masuk ke dalam supermarket. Membuka pintu, dan melihat suasana yang mencekam di situ.
Silvi terkejut dengan kedatangan Wawan, tapi perasaannya terasa sedikit lega dengan hadirnya Wawan. Karena saking lega dan bersyukurnya ia, Silvi langsung berlari ke arah Wawan dan Memeluknya.
Sontak hal itu membuat Wawan kaget, tapi dia mengerti, sekarang Silvi sedang ketakutan.
Sedangkan, si pelaku hanya bengong melihat Silvi berlari, dan detik berikutnya mengarahkan senjatanya itu pada mereka berdua.
" Pak!, bahaya pak!,...", ucap Wawan seraya berusaha menjauhkan diri dari pelaku.
Pelaku melirik beberapa uang yang sudah dikeluarkan Silvi barusan, kemudian langsung memasukkannya ke dalam tasnya sambil tangannya yang satu tetap memegang senjata ke arah Silvi dan Wawan.
Pelaku kemudian dengan perlahan ingin kabur, tapi langkahnya terhenti oleh beberapa polisi yang tiba-tiba masuk ke dalam supermarket itu.
"Berhenti, angkat tanganmu!", tegas salah satu polisi itu sambil mengarahkan pistolnya pada pelaku.
Refleks membuat si pelaku menjatuhkan uang itu, hingga membuat uangnya berserakan dimana-mana. Pelaku hanya bisa mengangkat tangannya pasrah dan berjalan digiring oleh polisi.
Beralih pada mereka berdua, Wawan hanya diam mematung sambil dipeluk oleh Silvi. Sedangkan, Silvi menangis tersedu-sedu karena ketakutan tadi, akhirnya sedikit demi sedikitpun meredakan tangisannya itu melihat si pelaku sudah pergi bersama dengan polisi.
"Ekhem...!", Silvi sontak menatap Wawan yang berdehem dengan posisinya yang masih memeluk Wawan.
Refleks Silvi melepaskan pelukannya itu dan kemudian menjauh beberapa langkah dari Wawan.
" M...m..maaf!, aku kira kamu bapak aku", ucap Silvi yang membuat Wawan melototkan matanya. Sedangkan Silvi hanya mengangkat tangannya seraya mengusap pipinya yang sempat basah.
"Emangnya aku setua itu apa?, "
"Hemm..kamu emang tua kan", bisik pelan Silvi,
Wawan kemudian menatap Silvi dari ujung hijabnya sampai bawah.
"Ngapain liat aku kayak gitu?", selidik Silvi,
" Ngapain kamu pake baju karyawan?", tanya balik Wawan melihat Silvi dengan pakaian karyawan di supermarket itu.
"Kamu kerja di sini?", sambung Wawan
Silvi tak merespon Wawan dan malah berjongkok memungut satu persatu uang yang berserakan itu.
Wawan pun kemudian mengikuti Silvi jongkok dan membantunya memungut uang.
" Ya, aku kerja di sini. Dan udah lama sebelum kita nikah.", jelas Silvi masih tetap berfokus memungut uang itu.
"Aku nggk akan ngelarang kamu kok buat kerja. Tapi, setidaknya beri tahu aku kalau kamu kerja di sini.", ucap Wawan sambil dengan cepat memungut uang yang berada disekitarnya.
" Emangnya, ada apa kalau aku kerja di sini?", tanya Silvi yang akhirnya berdiri karena uangnya sudah dipungut semua.
"Mm...udah, nanti aku ceritain. Yang penting sekarang kamu pulang dulu. Sekarang pun waktunya untuk tutup kan?", ucap Wawan mengikuti Silvi berdiri.
Silvi pun melirik jam yang berada tak jauh dari mereka, dan akhirnya menganggukkan kepala menyetujui pernyataan Wawan.
" Ya udah, yuk!",
Dan akhirnya mereka pun melangkah keluar untuk pulang.
***
"Sebenarnya, aku pernah kerja juga di supermarket itu," Ucap Wawan memulai pembicaraan saat mereka berada di dalam mobil.
Silvi hanya menatap Wawan tidak percaya, 'beneran nggk sih?', batin Silvi.
"Pas waktu awal SMA, saat aku ingin belajar Mandiri dan tidak ingin membebankan om dan tante lagi. Aku pikir, bisa cari kerjaan sampingan yang akan membantu dalam keuangan ku," cerita Wawan.
Di sini Silvi agak sedikit percaya dengan cerita itu.
"Saat pagi sampai siang aku ke sekolah, dimalam hari aku kerja di supermarket itu. Menjadi karyawan kasir. Dulu, aku kerja sampai jam setengah 12 malam...
Hingga, akhirnya aku menemukan suatu ke ganjalan dan keanehan yang membuatku harus berhenti," Jeda Wawan sambil melirik Silvi,
Silvi yang seakan menyimak betul cerita Wawan, kini semakin penasaran dengan lanjutan ceritanya.
"Apa keanehannya?", tanya Silvi.
Wawan tersenyum miring, dan akhirnya mulai melanjutkan ceritanya.
" Suatu malam, di jam kerja yang hampir habis. Tidak ada lagi pelanggan yang datang, cuman aku sendiri yang ada di supermarket itu. Tiba-tiba, listrik mati. Dan sesuatu melintas begitu cepat membuat buluk kudukku meremang merasakan ketakutan.
Perlahan mendekati ku dan...Wa!" Teriak Wawan menakut-nakuti Silvi.
"Aaaa..........", teriak Silvi
"...ish!, jangan bikin takut tau...mm", ucap Silvi dan sedikit menggeserkan dirinya mendekati Wawan karena merasakan takut.
" Beneran nggk sih cerita kamu?," Tanya Silvi pada Wawan yang terlihat tersenyum.
"Kamu kira aku bohong apa?, coba kamu pikir kenapa jam kerja kamu sekarang cuman sampai jam 10-an?,"
"Mm...iya sih!, tapi aku nggk pernah komplain kok.",
"Mm...karena kamu belum temuin ajah kejanggalannya.",
Beberapa menit, akhirnya mereka tiba di depan rumah. Wawan kemudian turun terlebih dahulu dari mobil dan melangkah masuk. Sedangkan Silvi yang sedikit merasakan ketakutan karena apa yang dialaminya tadi ditambah cerita Wawan yang membuat bulu kuduk nya di malam ini berdiri semua, dengan cepat berlari mendekati Wawan.
"Hm...kenapa?, kamu takut?"
"Nggk!" Bohong Silvi,
Mereka masuk di dalam rumah yang sudah gelap karena om dan tante yang sudah tertidur. Mereka melangkah ke anak tangga menuju kamar mereka. Wawan mempercepat langkahnya meninggalkan Silvi,
"Eh!, tunggu!", ucap Silvi yang memandang sekitar begitu gelap. Namun, untungnya area ruangan diatas masih terang, sehingga cukup membuat mereka melihat langkah mereka.
Saat beberapa anak tangga lagi untuk mereka naiki, tiba-tiba saja mereka melihat sesosok yang berwajah putih sedang berdiri diujung anak tangga terakahir.
" Aaaaa..........", teriak Silvi dan Wawan yang begitu keras. Dibandingkan dengan Silvi, teriakan Wawan begitu terdengar jelas.
Dan akhirnya mereka pun lari terbirit-birit turun dari tangga.
"Ada apa sih?", tanya om Akbar yang mendengar teriakan mereka dan akhirnya menyalakan lampu di ruang tengah yang membuat seisi rumah jadi terang.
Wawan dan Silvi menghampiri om Akbar dan Wawan segera memegang tangan om Akbar, sedangkan Silvi memegang tangan Wawan.
" Om, di atas....di atas....", Ucap Silvi terbata-bata.
"Apa di atas?", tanya om Akbar heran pada mereka,
" Aduh!, kalian kenapa lari sih?", Tiba-tiba saja sosok itu mengikuti mereka turun dan menghampiri mereka di ruang tengah.
Silvi dan Wawan menatap sosok itu intens sambil menyipitkan matanya,
"Tante!", ucap mereka bersamaan.
" Iya", jawab tante Bonita dengan wajah yang diselimuti masker putih.
Mereka yang sadar, akhirnya segera melepaskan tangan mereka dari om Akbar,
"Hahahah...kalian kira tante hantu yah?", ucap om Akbar.
" Mmm...", sontak Silvi dan Wawan saling menatap satu sama lain, dan detik berikutnya saling menunjuk.
"Silvi tuh om yang lari duluan", adu Wawan,
" Ih!, apaan juga. Kamu tuh yang teriaknya paling keras buat aku juga takut." Bela Silvi
"Udah!, udah!"
"Kalian kemana ajah?, udah malam gini kok baru pulang?", tanya tanye Bonita pada mereka.
" Mm...", Silvi hanya menatap Wawan
"Habis dari supermarket tan", Wawan menjawabnya sebelum Silvi.
"Udah yah tan, om. Kami naik dulu, soalnya Silvi lelah banget habis dari supermarket. Ayo sayang kita naik!", sambung Wawan tidak ingin pembicaraan ini berlanjut yang akan membuat Silvi nantinya ketahuan bekerja malam-malam.
Wawan memegang tangan Silvi dan akhirnya berjalan ke kamar mereka yang berada di atas.
"Mah!, lagi ngapain sih di atas?" Tanya om Akbar pada tante Bonita setelah Silvi dan Wawan menjauh.
"Tadinya mau ngecek mereka, udah pulang atau nggak", jawab tante Bonita.
" Hmmmm...lain kali jangan sambil maskeran, tuh mereka pada takut atuh mah, mah!", om Akbar hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya itu dan kemudian berjalan ke kamar mereka. Dan tante Bonita pun mengikuti langkah suaminya masuk ke kamar.
***next
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments