"Mmmm, " Ucap Silvi terbangun dan membuka matanya, sedikit pusing dan Silvi merasa lemah, melihat sekeliling yang nampak tak asing baginya, buru-buru ia sadar, dia sekarang ada di kamarnya.
"Baru bangun?, ayo cepat makan! " Ucap seseorang dingin yang tengah menatap tajam kepada Silvi.
Silvi baru sadar, tadi dia baru saja masuk ke dalam rumah dan belum masuk ke dalam kamarnya, "apakah pria itu yang membawaku ke dalam? " Ucapnya dalam hati.
"Kenapa bengong?, ayo makan! Masih banyak pekerjaan rumah yang belum kau selesaikan! " Ucapnya lagi secara dingin,
"Aku kenapa? " Silvi yang bingung apa yang terjadi padanya tadi.
"Kamu pingsan! , kata dokter asam lambung kamu kumat, karena kamu sejak tadi pagi belum makan. Udah!, sekarang makan! Cepat nggk pake lama! " Gertak Wawan kemudian pergi.
"Ish!, dingin banget sih! " Ucap Silvi kemudian memegang perutnya, kini ia merasakan lapar. Tanpa berlama-lama Silvi pun melahap makanan yang diletakkan Wawan di meja kamarnya.
"Mmm... Bubur nya enak, apakah dia yang buat? " Ucap Silvi heran, sebab kan di rumah udah tidak ada pembantu.
"Aku lupa belum makan, " Ucapnya kemudian,
Tanpa ia ketahui, seseorang tengah mendengarnya di dekat pintu. Pria itu hanya tersenyum miring mendengarnya, dan tanpa berlama-lama langsung menuruni anak tangga menuju ruang tengah.
***
"Huft! " Ucap Silvi menghela nafas berat setelah berjalan cukup jauh.
"Capek banget!, hh, ini peternakannya mana sih?, jauh banget! " Ucap Fadila sambil menyenderkan tubuhnya ke pohon pinus yang menjulang tinggi.
" Tinggal beberapa meter lagi" Ucap ketua tingkat sambil berjalan di depan.
Kini, mereka menuju peternakan untuk observasi. Namun, peternakan itu berada di daerah dataran tinggi, hanya sampai di jalanan beraspal mereka bisa menggunakan kendaraan, dan untuk masuk lebih jauh ke peternakannya di dalam hutan, mereka harus berjalan kaki. Aneh juga sih, kenapa ada peternakan di dalam hutan. Mana jauh banget lagi.
"Ayo cepat! Nanti ditungguin pak Latri lagi, " Ucap ketua tingkat.
"Iya.. Iya.. Tunggu napa" Ucap Fadila kemudian mulai berjalan lagi disusul beberapa teman-temannya yang lain.
"mo...mo..." Terdengar suara lirih dan pelan. Silvi menghentikan langkahnya dan mencari-cari suara lirih itu. Tanpa ia sadari, ia telah berpisah dari teman-temannya. Silvi melihat seekor anak sapi yang tergeletak nampak lemah dan terlihat tak terurus.
"Teman-teman! " Panggilnya sambil berbalik hendak memberitahu teman-temannya. Tapi, tak ada satupun teman-temannya yang terlihat, Silvi sudah ketinggalan jauh dari rombongan.
"Cepat banget! " Ucapnya bingung.
Silvi kemudian menghampiri si sapi dan mengusap-ngusapnya.
"Sepertinya, sapi ini kena racun" Silvi menduga-duga karena dari tampilan fisik dan juga keadaannya sekarang. Silvi kemudian membuka tasnya dan mengambil beberapa cairan dan suntik.
"Cori!,... Cori! " Terdengar seseorang tengah memanggil-manggil. Ia melihat seorang perempuan yang sedang menyuntikkan sesuatu kepada seekor sapi yang tengah tergeletak lemah.
"Hey?! " Teriaknya kencang dan keras, membuat perempuan itu kaget dan dengan cepat melepaskan suntikannya pada sapi itu.
"Apa yang kamu lakukan pada sapi itu? " Tanyanya menghampiri perempuan itu.
"Maaf pak!, saya hanya ingin membantu" Ucap Silvi kemudian berbalik badan dan melihat seseorang tengah berdiri di depannya.
"Kamu?" Ucap mereka bersamaan, kaget setelah melihat siapa yang ada dihadapan mereka masing-masing. Ternyata yang ada dihadapan Silvi sekarang adalah Wawan.
"Apa yang kamu lakukan di sini? " Tanya Wawan kepada Silvi yang tengah memegang suntik.
"Kamu juga, apa yang kamu lakukan di sini? " Silvi malah balik nanya kepada Wawan.
"Mo..... " Sapi itu bersuara, namun dengan suara yang lebih lirih dan pelan dibanding tadi, dan terlihat mulutnya mengeluarkan cairan berwarna putih seperti busa.
"Eh! Cori! " Panggil Wawan melihat kepada si sapi yang nampak lemah itu, dan mendekat mengusap-ngusapnya.
"Apa yang kamu lakukan pada Cori hah?, kenapa Cori seperti ini?" Tanya Wawan dengan marah sambil melirik pada Silvi.
"Hah! Cori? Sapi ini? " Tanya Silvi dalam hati, ingin rasanya dia tertawa terbahak-bahak mendengar panggilan itu, seakan Wawan si dingin itu sangat menyayangi sapi itu. Tapi, dia mengurungkan niatnya, takut Wawan lebih marah.
"Aku hanya menyuntikkan cairan yang akan membuat racun di tubuhnya keluar. Dia sepertinya telah memakan atau meminum sesuatu yang mengandung racun. Sekarang, cairan yang keluar dari mulutnya itu adalah racunnya. " Jelas Silvi.
Tak lama kemudian, sapi kecil itu bangun dan berdiri walaupun agak masih lemah,
"Cori! " Panggil Wawan dengan senang.
"Sekarang, dia agak mendingan. Tapi masih lemah, lebih baik berikan dia nutrisi yang lebih sehat dan pakan yang terhindar dari pestisida yang akan menjadikannya racun di dalam tubuh hewan. " Jelas Silvi lebih lanjut.
Wawan hanya diam tanpa berterima kasih kepada Silvi yang telah menolong sapinya itu, dan hendak berjalan sambil menggiring sapinya itu.
"Tunggu!, kenapa kamu bisa di sini? " Tanya Silvi kepada Wawan. Membuat langkah Wawan terhenti.
"Kamu tak perlu tau!, " Ucap Wawan dan melanjutkan langkahnya.
"Ish! Bilang terima kasih kek, dingin! " Ucap Silvi pelan tanpa didengar Wawan.
Silvi yang tidak tahu mau ke mana karena ditinggal jauh oleh rombongan memilih mengikuti Wawan secara diam-diam. Namun, Wawan tahu, bahwa ada sesosok yang mengikutinya. Tapi, dia memilih membiarkannya dan tetap melanjutkan perjalanannya.
Diperjalanan, Silvi melihat banyak tanaman singkong yang masih pendek-pendek, dan terlihat segar dan menggoda untuk hewan makan. "Eh! Jangan-jangan... " Silvi memikirkan sesuatu yang membuatnya sedikit terganggu.
Semakin lama mereka berjalan, semakin menanjak jalanan yang mereka lalui, dan disamping jalanan terdapat jurang yang sangat dalam. Silvi yang masih sibuk dengan pikirannya itu, membuatnya tak menyadari langkah kakinya yang berada di pinggir jalanan dan dekat jurang.
"Eh! " Kaki Silvi tak sengaja keseleo dan membuat tubuhnya tidak seimbang dan hampir jatuh ke kejurang. Silvi yang takut, menutup matanya, dalam hati, Silvi hanya pasrah. Tiba-tiba, dengan cepat ada tangan kekar yang menggenggam tangannya.
Wawan menarik tubuh Silvi dengan cepat, membuat Silvi dan Wawan saling berdekatan. Wajah Silvi sangat dekat dengan wajah Wawan, membuat jantungnya berdetak kencang.
"Kamu bodoh!, jangan berjalan di pinggir jurang! " Marah Wawan.
"Maaf! " Ucap Silvi,
"Aduh! " Lirihnya merasa sakit pada kakinya membuatnya sedikit menunduk dan melihat kakinya yang kelihatan membiru. Tapi, Silvi berusaha untuk menahan rasa sakit itu tatkala melihat Wawan berjalan meninggalkannya tanpa menolongnya terlebih dahulu.
"Ish! Sshhh, sakit". Ucapnya sambil berjalan pincang
" Bruk!, awww!! " Lirih Silvi saat tiba-tiba dia jatuh. Silvi menahan tangisannya, ia merasakan rasa sakit pada kakinya, ia tidak bisa berjalan lagi.
***
"Huft! Akhirnya sampai juga di peternakannya. " Ucap ketua tingkat tiba di peternakan sapi diikuti beberapa teman-temannya.
"Eh! Tunggu!, Silvi mana yah? " Ucap Fadila baru sadar Silvi tidak ada di antara rombongan.
***
Tiba-tiba..
"Cepat! Aku gendong! " Ucap Wawan sambil membungkuk membelakangi Silvi memberikan punggungnya untuk dinaiki Silvi.
Silvi tidak bisa apa-apa, daripada ia ditinggal sendirian di situ. Mau tidak mau harus digendong.
Mereka pun melanjutkan perjalanannya dengan Silvi yang digendong oleh Wawan, sedangkan Cori si sapi tetap ngikutin pemiliknya.
"Sebenarnya aku ke sini mau.... "
***next
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments