Ahli Pedang Berdarah Dingin
“Ayah!”
“Ariana, bawa Leo pergi menjauh dari tempat ini!”
“Bagaimana denganmu!?”
Seorang wanita begitu histeris ketika seorang suaminya berdiri membelakanginya dengan penuh luka sayatan. Apalagi di hadapan suaminya, beberapa orang dengan menggunakan jubah Assassin tengah berdiri, memegang pedang erat-erat dan bersiap untuk membunuh pria di hadapannya.
Tentu hal tersebut menjadi pemandangan yang buruk bagi anak kecil, anak yang memiliki rambut putih dan mata biru itu terus berteriak, memanggil ayahnya untuk segera lari dari tempat seperti ini.
Tak ada jawaban dari Vernal, dia terus memegang erat pedang tajam untuk bersiap melawan para assassin yang tampaknya mengincar seluruh keluarganya untuk dibunuh begitu saja. Tanpa ada alasan yang jelas, mengapa dirinya dan keluarganya hendak dibunuh?
Tapi yang jelas, Vernal langsung melompat di tempat, bergerak ke arah para assassin dengan Water magic untuk menyerang mereka.
Ariana langsung menutup wajah Leo yang memberontak dan ingin menolong ayahnya. Tapi apa daya? Dia hanyalah seorang anak kecil yang berumur 5 tahun. Kemampuannya hanya bisa berteriak untuk meluapkan emosi di dekapan ibunya.
Keringat dingin memenuhi wajah Ariana, dia berusaha menutup wajah Leo dan telinga anaknya sekaligus agar tidak mendengar jeritan kesakitan dari ayahnya. Ariana hanya menangis, air matanya mengalir dan tidak berani untuk menoleh ke belakang, apa yang harus dia lakukan hanyalah berlari keluar rumah untuk menyelamatkan diri dan anak satu-satunya.
Terkejut dan hampir lumpuh, ketika tiba-tiba Assassin itu berada di depannya sambil menebaskan pedang ke arah lehernya. Matanya terbuka lebar saat memandang tubuh yang masih berdiri dan menggendong anaknya, sebelum ternyata dia sadar bahwa kepalanya menggelinding dan kesadarannya perlahan menghilang.
“Bertahanlah untuk hi-“
Ariana tak mampu memberikan pesan terakhir kepada anak yang menangis itu. Dia tidak tahu apa yang terjadi setelahnya karena hembusan napas yang terakhir, telah dia keluarkan.
Leo jatuh di atas lantai, tubuhnya seketika membeku saat membuka matanya sebuah pandangan mata yang mengerikan. Ibunya terpenggal di dekatnya dengan kepala yang menggelinding, dan darah yang mengucur di atas lantai menjadi sebuah genangan darah.
Dia tidak bisa berteriak seolah tercekik, memandang sosok yang membunuh ibunya dengan penuh ketakutan.
Assassin itu menatap Leo dengan sangat dingin di balik tudungnya, dia berjongkok dan hendak membawa Leo pergi.
Leo perlahan mundur dengan menyeret tubuhnya, bajunya menjadi kotor dan berubah menjadi merah karena darah yang menggenang. Jantungnya tidak bisa dikontrol, apalagi dia merasa di antara hidup dan mati yang dipenuhi rasa sukar.
Siapa yang tidak histeris ketika melihat seorang ibu terpenggal di sampingnya? Leo kecil sebenarnya ingin berteriak dan menangis. Tapi dia kesulitan karena seolah kematian ingin mencekiknya.
Darahnya bak mendidih di atas kepala, tubuhnya seperti sangat berat. Apalagi ketika Assassin itu bergerak ke arahnya seolah ingin mendapatkannya. Pikirannya kacau seperti yang terjadi dia akan dibunuh secara perlahan atau dijadikan budak.
Keadaan mendesak seperti itu, Leo menggenggam erat tangannya, dia menggertakkan giginya dengan cukup erat. Tubuhnya seperti mengalir sebuah energi yang sangat asing di dalam dirinya, seperti dia baru saja merasakannya untuk pertama kali.
Siapa yang berpikir, dalam bayangan Leo, muncul seekor harimau bayangan, bergerak dan melompat ke arah Assassin itu seolah hendak menerkamnya.
Sang Assassin membuka matanya lebar-lebar, siapa yang berpikir bahwa anak berusia lima tahun sudah mampu mengeluarkan sihir unik non elemental yaitu sebuah bayangan?
Hanya saja, itu terlalu lemah di depan seorang Assassin yang berada di depan Leo. Sehingga dalam sekali tebasan, tanpa mengeluarkan sebuah bakat sekalipun, harimau bayangan tersebut menghilang dengan sangat mudah.
Serius! itu hanyalah sebuah pengalihan. Harimau bayangan yang berwujud hitam menjadikan sebuah pengalihan pandangan bagi assassin tersebut. Yang membuat sang Assassin sendiri tersebut hanya bisa tersenyum sendiri.
“Dimana anak itu, ku harap kau sudah mendapatkannya.”
Seorang Assassin lain datang sambil bertanya demikian, menatap Assassin yang baru saja membunuh Ariana dengan tatapan yang begitu sinis. Bagaimana tidak? Usai dia bertanya tentang keberadaan anak itu, Assassin tersebut tidak melihat adanya anak kecil di dekapan Assassin lain.
“Dia sudah lari.”
“Sialan, sebaiknya kita juga keluar karena aku baru saja membakar rumah ini.” Kata Assassin tersebut langsung bergerak keluar dari rumah.
Kekacauan memang terjadi begitu mengerikan. Ketika sosok pembunuh membuat keluarga anak kecil itu terbaring di atas genangan darah. Cukup kejam, memang! Apalagi demi menghilangkan jejak, para pembunuh menyulut api pada sebuah kediaman untuk meninggalkan sebuah jejak sekecil ibu jari.
Masalahnya, itu adalah suatu hal yang paling keji. Meninggalkan seorang anak kecil yang mungkin baru bisa membasuh *********** sendiri selepas kencing. Duduk bersandar di dalam lemari, sembari memeluk kakinya.
Leo sedikit mengintip, sudah beberapa menit dia bersembunyi di dalam lemari setelah dia mengalihkan perhatian seorang pembunuh menggunakan kemampuan aneh miliknya. Yaa, dia melakukan seolah tanpa sadar, bahkan dia sendiri cukup terkejut saat dia mampu bergerak secepat bayangan setelah mengeluarkan hewan bayangan seperti itu.
Dia masih menutup mulutnya menggunakan tangannya, berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengeluarkan suara, karena apa yang dia takutkan adalah pembunuh tersebut masih berkeliaran. Keringatnya bercucuran, jantungnya berdebar kencang.dia tidak tahu harus berbuat apa.
Tidak mungkin dia menunggu pertolongan orang, ini sudah malam tak ada orang yang mendengar teriakan orang dibunuh, pastinya begitu!
Beberapa detik kemudian, sebuah kobaran api menyambar seisi rumah, membuat Leo langsung mengedipkan mata karena terkejut bahwa seisi rumahnya mengalami sebuah kebakaran.
Tidak ada cara lain, dia telah terjebak di dalam lemari. Jika sudah dibakar seperti ini, itu artinya beberapa pembunuh itu telah pergi.
Sebuah bilah angin muncul, seolah membelah kobaran api. Justru bukannya api itu membesar, tekanan angin itu terlalu tinggi yang membuat api seketika padam.
Padahal seharusnya, angin adalah unsur yang berada di atas tingkatkan api. Api akan membesar apabila ada angin. Hingga hukum alam menyebutkan, bahwa kelemahan terbesar angin adalah api itu sendiri. Jadi tidak begitu mengherankan dan menjadi sebuah pemandangan yang normal apabila kebakaran akan menjadi berbahaya ketika hembusan angin kencang berada di sekitarnya.
Seorang pria paruh baya menghela napas secara lega. Dia seolah muncul bagaikan pahlawan kesiangan pada malam hari untuk menolong Leo. Pedang yang ada di genggaman eratnya juga berada dalam posisi menebas secara vertikal.
Ketakutan Leo justru semakin menjadi-jadi. Dia yang sebelumnya mencoba untuk tenang, akan tetapi dia benar-benar sangat takut apabila menatap pria pembawa pedang itu.
Tidak tanpa alasan, dia masih mengalami trauma. Keluarganya dibunuh dengan menggunakan sebuah pedang, lebih tepatnya seorang yang menggunakan tudung kepala bak assassin pembawa pedang. Yang mana, Leo sendiri tidak mengerti, apa salah keluarganya?
“Tidak perlu takut.” Pria paruh baya itu mengeluarkan suara dengan lembut, yang kemudian menaruh pedang di selongsongnya guna membuka lemari dan membawa Leo untuk pergi. Mendekap Leo untuk melindungi anak sekecil itu dari bara api yang membuat kulit melepuh.
“Kau aman sekarang, pembunuh itu sudah tak ada.”
Apalagi asal-usul yang tidak begitu jelas. Pria paruh baya yang merupakan swordsman itu muncul secara mendadak, seoalah tahu keberadaan Leo yang berada di dalam lemari. Jadi tidak heran mengapa Leo sendiri juga semakin menjadi-jadi dalam rasa takutnya, meski Leo berada dalam dekapan pria tersebut.
Hanya bisa pasrah.
“Meski dia dipenuhi rasa ketakutan, tapi dia masih mencoba untuk tenang.” Batin pria paruh baya itu sembari pergi.
Kemudian, dia menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya. “Anak ini sangat menarik. Dan aku bisa melihat potensi bakatnya dalam menjadi swordsman, mungkin?” Katanya sambil bermanuver di dahan pohon, atau lebih tepatnya melompat dari pohon ke pohon. Memunggungi sebuah kediaman yang semakin mengecil karena pria tua itu semakin menjauh.
"Kekacauan di Blood Angel masih belum berhenti. Tidak mungkin aku membawanya kembali terlebih dahulu."
Sebuah kediaman yang dilahap oleh api, dengan orang-orang yang sangat panik karena mencoba untuk memadamkannya. Apalagi mereka tahu persis, kediaman itu berisikan keluarga yang kemungkinan sudah meninggal tanpa menyadari rumahnya kebakaran.
Mungkin? Tapi apa yang mereka pikirkan salah besar! Kediaman itu menjadi sebuah target pembunuhan brutal oleh para assassin tanpa identitas, tanpa sebab dan pergi begitu saja setelah menyulut api tanpa meninggalkan jejak.
Dan pria paruh baya itu sebenarnya juga melakukan hal yang sama. Ketika kediaman dikepung oleh orang-orang dalam ambang kepanikan, pria tua paruh baya itu pergi secara diam-diam sambil mendekap Leo yang tidka tahu apa-apa keadaan luar, mungkin hanya sebatas suara yang menjadi memori terburuknya.
Selain itu, hatinya mungkin akan benar-benar sangat sensitif. Kehilangan orang yang terdekat, bukanlah sesuatu hal seperti membalikkan telapak tangan, apalagi di umur yang sangat belia sepertinya. Apalagi Leo dalam pelukan pria paruh baya itu, sebenarnya dia menangis tersedu-sedu, karena mengingat itu semua dan diberikan kesempatan kedua untuk hidup.
Meski begitu, pria paruh baya itu tetap tersenyum. Di depannya adalah seorang anak kecil yang memiliki sebuah trauma besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Manado Jow
cerita yg bagus,awal tragedi se orang bocah semoga ceritanya berakhir dgn baik.🙏
2023-04-03
0
Eros Hariyadi
Lanjutkan Thor 😄💪👍👍
2023-03-29
0
Eros Hariyadi
Awal cerita yang menarik...😄💪👍👍
2023-03-29
0