"Ini yang terakhir. Aku sangat berharap bisa memakan daging anakan kambing yang cukup lembut." Leo menaruh tiga anakan kambing di dalam kandang bersama dengan para induknya. Dia juga menghela napas karena sudah waktunya untuk beristirahat dan mengisi energinya untuk melakukan aktivitas lagi besok. Apalagi dia baru saja menghadapi pengacau yang membuat dirinya hampir terlambat untuk pulang menuju ke rumah.
Leo tidak memiliki niatan untuk menceritakan masalah itu kepada pak tua Gin, dia sama sekali tidak menceritakan bahwa dia membunuh manusia.
Mendengar ucapan terakhir dari seorang archer seolah dia akan menandai wajah Leo, Leo tahu persis bahwa orang seperti itu akan kembali dan bertindak sebagai pengecut dengan membawa teman-temannya.
Dan, belum lagi apabila orang itu berasal dari kalangan atas. Tapi mungkin saja, nyatanya sebelumnya tanpa ada angin, orang itu tiba-tiba bertindak arogan dengan merebut apa yang dimiliki oleh Leo.
Dalam hari Leo, dia sebenarnya masih sangat menyesal untuk tidak membunuh semua orang itu agar dia tidak kembali ke tempat asalnya dan melaporkan kejadian yang akan dia putar balikkan fakta.
Di sisi lain, Sengaja, pak tua Gin bersandar di pintu rumah kayu. Memperhatikan Leo yang tengah menutup kandang yang mana dia sendiri tidak mengetahui bahwa pak tua Gin sedang memperhatikan dirinya.
Pak tua Gin menggigit bibir bawahnya, tersenyum di antara kerutan wajahnya karena memandang Leo begitu lama.
"Anak itu ….
Sudah 11 tahun semenjak aku menyelamatkannya dari kobaran api. Tak kusangka, dia kini sudah bertumbuh dengan cepat dan begitu dewasa. Kemampuan pedang dan mengendalikan bakat sihirnya cukup mengesankan."
Pak tua Gin bergumam sambil memperhatikan Leo tengah membersihkan kaki dan tangannya menggunakan air sumur. Pak tua Gin tidak bisa berkata-kata lagi tentang kemampuan Leo, karena dia sudah mendeskripsikan secara keseluruhan yang membuat dia tak tahu harus memuji tentang apa.
Meski cukup kejam dalam pelatihannya, Gin sendiri 100% yakin bahwa itu semua untuk Leo sendiri. Membawa semua ternak ke atas gunung juga bukan semata-mata. Gin ingin agar Leo mampu membawa banyak beban berat yang akan mengembangkan mental dan fisiknya.
Apalagi tentang membawa ternak ke atas gunung, itu semua hanyalah omong kosong yang sebenarnya tidak berdampak apa-apa pada ternak itu sendiri. Karena faktanya, tumbuhan liar di hutan lereng bawah seperti ini akan sangat tumbuh subur. Namun, Gin masih saja tetap memaksa Leo untuk melakukannya.
Meski Leo sendiri mengerti bahwa Gin tengah membodohinya. Tapi dia juga mengerti bahwa itu semua berdampak pada dirinya. Sehingga, dia hanya sekedar mengeluh dan tidak pernah memberontak kepada Gin. Apalagi Gin lah yang membuat dia kuat seperti ini.
Gin merasa cukup puas, dia telah menurunkan teknik berpedang miliknya, seni bela diri, dan sihir walaupun berbeda bakat sekalipun. Dia sama sekali tidak menyesal untuk melatih sosok yang sebelumnya tidak Gin kenal sama sekali.
......................
Esok harinya, seperti biasa ketika matahari terbit. Leo sudah bangun untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Apalagi yang perlu dia lakukan adalah membawa semua ternak ke atas gunung untuk digembala.
Dia keluar dari rumahnya, menghampiri kandang untuk mengikat kambing seperti biasa untuk digendong.
"Apa yang kau lakukan?"
Suara pria tua terdengar di telinga Leo. Leo hampir terkejut karena suara Gin yang tengah berdiri di samping kandang nyatanya cukup membuat dia terkejut. Hanya saja, apa yang Leo merasa sangat terkejut tentang perkataan pak tua Gin tersebut.
Mengerutkan dahinya, Leo berkata. "Apa yang aku lakukan? Maksud?"
"Maksudku, bersiap-siaplah. Kita akan menuju ke kota pagi nanti. Dan sebelum itu, carikan rumput untuk pakan ternak, pastikan semua ternak tersebut tampak segar agar bisa dihargai mahal."
"Dihargai mahal?" Wajah Leo terlihat bertanya-tanya saat Gin berkata demikian. Akan tetapi, seketika dia membuka matanya lebar-lebar bak berbinar karena pak tua Gin pada akhirnya akan menjual semua ternak. "Baik, akan ku lakukan pak tua Gin. Aku benar-benar menyayangimu!”
Padahal sebelumnya, Leo juga ingin memberitahu informasi bahwa harga ternak cukup mahal untuk saat ini. Hanya saja, Leo mengurungkan niatnya karena dia tahu pasti pak tua Gin ogah-ogahan untuk menjual ternak tersebut. Namun, siapa yang berpikir bahwa pak tua Gin sudah mendapatkan informasinya terlebih dahulu dan memiliki niatan demikian?
Bagaimana tidak bahagia? Leo seperti akan terbebas dan bisa bermalas-malasan karena dia memiliki waktu yang luang di setiap pagi dan juga sore. Wajahnya terlihat sangat berbahagia dan lebih bersemangat untuk mencari pakan untuk ternaknya yang ada di hutan. Jadi, dia segera bergegas untuk mengambil celurit.
"Yaa, hasil uang itu akan kita belikan sapi atau kerbau."
Leo yang mendengar itu, dia tiba-tiba mematung. Wajah bahagianya seketika menghilang dan berubah menjadi wajah datar. Kebahagiaan itu seolah direnggut oleh pak tua Gin. Bibir Leo berkedut, bukankah itu artinya, Leo harus membawa turun naik sapi setiap harinya?
Menyebalkan
Melihat raut wajah Leo yang begitu lucu. Pak gua Gin terkekeh. Dia mengerti tentang pikiran Leo bahwa dirinya akan menggendong sapi itu naik turun gunung. Dan jelas! Itu jauh lebih berat dibandingkan dengan menggendong beberapa kambing.
"Tidak, aku bercanda. Aku benar akan menjual semuanya."
Leo masih tidak mengubah ekspresinya. Hanya saja dia langsung bergerak pergi untuk mencari pakan ternak. Meski begitu, wajahnya terlihat sangat sinis saat menatap pak tua Gin yang tengah bercanda.
‘Itu sama sekali tidak lucu!'
...****************...
“Pak tua, menurutmu tujuh kambing ini akan dihargai berapa?” Tanya Leo yang tengah menarik tali-tali ternak yang terikat pada ternak tersebut.
Wajah Leo masih memperlihatkan bahwa dia sangat bahagia. Terlihat begitu cerah, dan sangat penuh semangat karena dia sudah tidak mempunyai tanggungan lagi untuk membawa beban ini ke puncak gunung.
Pak tua Gin menggelengkan kepala. “Entahlah, tapi yang pasti, penduduk desa mengatakan bahwa harga ternak cukup mahal untuk dijual di kota.”
Meski sebenarnya dalam hati Leo, dia tidak begitu peduli berapapun harga jual kambing di kota. Baik itu murah, mahal itu semua tidak ada sangkut pautnya pada kehidupan Leo. Bahkan apabila pak tua Gin membuang semua kambing, Leo juga cukup senang karena dia bisa lebih memiliki waktu luang.
Tapi yang pasti, pak tua Gin tahu persis bahwa itu digunakan untuk berinvestasi dan tidak mungkin dibuang begitu saja. Dulu yang hanya memiliki satu anakan kambing betina hingga dewasa dipinjamkan kambing jantan di desa yang berada di kaki gunung. Kini rajakaya itu telah berkembang banyak dan memiliki harga yang mahal.
“Akh, akhirnya aku telah merdeka ya.” Leo bergumam dalam hati. Dia masih tidak bisa memikirkan kegiatan apa yang harus dia lakukan jika ternak sudah dijual.
Pak tua Gin yang tidak sengaja mendengar hal tersebut, dia melirik ke arah Gin dan tersenyum sambil bergumam. “Merdeka, ya?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments