Suasana perasaan Arini sedang tidak baik-baik saja. Dia benar-benar mengalami penurunan kesehatan, karena terlalu terbawa suasana hati yang tidak karuan. Pikirannya tentang kejadian malam itu, membuat dirinya sebagai seorang wanita tangguh pupus sudah.
"Hacim, hacim, hacim ..." Hidung Arini semakin meler, walau sudah berendam diair hangat, dan dibantu oleh Inem untuk membersihkan diri.
Inem langsung mengenakan baju kaos lengan panjang, serta celana traning panjang, dan syal agar tubuh anak majikannya tetap hangat.
"Non Arini mau makan sekarang? Bibik siapkan dulu, ya?"
Tak banyak bicara, Arini hanya mengangguk patuh, karena kali ini di benar-benar meriang karena bergadang semalaman suntuk, membuat kondisi fisiknya menurun.
Setiba di dapur, Inem memberi kabar gembira ini kepada majikannya yang berada di kota kembang ...
Inem : "Iya Nyonya, beneran. Tadi saya yang mandikan Arini, karena Aa Abdi lagi ada kerjaan. Makanya nitipin Non Arini sama saya. Nih, mau kasih kabar sama Aa Abdi, karena Non Arini lagi demam, Nyonya."
Emi : "Alhamdulillah, saya senang sekali mendengarnya. Biar dia tidak keluyuran lagi sama Samuel dan Stevie. Papa-nya sampai saat ini masih mencari siapa wanita bernama Zea, yang berani membunuh Kevin dan Karlo. Mudah-mudahan Arini tidak terbawa-bawa dengan kasus ini, karena polisi sedang melacak keberadaan gadis itu, Bik. Tolong jaga Arini baik-baik ya, Bik. Jangan sampai dia bergaul dengan orang-orang jahat."
Inem : "Baik Nyonya. Saya siapkan makanan Nona dulu. Terimakasih."
Emi : "Ya Bik. Saya yang harusnya mengucapkan terimakasih sama Bibik. Sudah, sana ... nanti Arini teriak lagi, karena menunggu lama!"
Inem : "Iya Nyonya. Saya tutup dulu teleponnya."
Inem langsung mengantongi handphone miliknya kedalam saku celana, berpikir sejenak, kemudian bergumam dalam hati, "Kayaknya tadi malam juga ada orang yang masuk kedalam apartemen ini. Tapi kok, hmm eee ..."
Bergegas Inem mengambil mangkuk, kemudian nasi dan susu yang telah dipersiapkannya sejak tadi pagi, untuk menyuguhkan pada Arini. Tidak lupa juga buah apel yang sudah di kupas kulitnya oleh pelayan yang bernama Susi.
Inem yang masih penasaran sama kejadian dini hari itu, bertanya kepada Susi, "Eh, Sus ... tadi malam kamu mendengar suara orang berantem enggak?"
Susi menggelengkan kepalanya, karena dia memang tidak mendengarkan apapun, karena merasa terlalu nyenyak setelah membereskan semua apartemen sesuai tugasnya. "Aku enggak mendengar apa-apa tadi malam. Kamu tahu sendiri, membersihkan satu apartemen ini saja, membuat tulang-tulang ku terasa semakin remuk. Apalagi sekarang Non Arini sudah menikah, jadi tugas kita bertambah. Itu bekas malam pertama Nona saja, belum aku cuci. Masih membereskan kamar Nona, selesai ini lanjut mencuci dan menyetrika. Andaikan saja, Nona Arini itu tidak kasar sama Aa Abdi, pasti beliau tidak akan sakit seperti saat ini," tawanya menyeringai kecil.
Inem hanya menggeleng, menepuk lengan Susi, "Hus ... cepetan bersihin, pamali kalau dibiarin lama-lama. Tinggal putar di mesin cuci, dan keringkan. Nanti juga wangi seperti awal lagi!"
"Iya-iya-iya, bawel!"
Bergegas Inem melangkah menuju kamar pribadi Arini, terlihat gadis itu meringkuk seperti orang yang terkena malaria. Badannya panas, tapi tubuhnya menggigil dengan gigi yang menggeretek, hingga terdengar oleh Inem suara gigi yang beradu.
Dengan cepat Inem menghampiri Arini, dan mengusap lembut kening gadis itu dengan penuh kelembutan, "Makan dulu ya, Non. Selesai makan, kita minum obat. Mudah-mudahan pas Aa Abdi pulang, Non Arini sudah sembuh. Atau mau pulang ke Bandung? Biar Bibik hubungi Aa dulu. Kasih tahu kalau Non lagi demam."
Arini tak bisa bicara apapun. Ia benar-benar demam, dan tidak mampu untuk berdebat ataupun menolak ucapan Inem.
Cukup banyak Arini menghabiskan makanannya. Sop buntut yang menjadi menu kesukaannya, membuat nafsu makannya bertambah, tanpa menghiraukan Inem yang masih berbicara dengan Abdi melalui panggilan telepon.
Inem : "Iya Aa. Kalau bisa bawa pulang dulu ke Bandung. Dirawat sama Papa dan Mama-nya. Karena Non Arini kalau sakit agak rewel."
Abdi : "Ya sudah, dua jam lagi saya pulang. Tanya sama Arini mau dibawain apa, Bik?"
Inem menoleh kearah Arini, menanyakan pada anak majikannya, "Non Arini mau dibawain apa? Aa Abdi nanya."
Arini menggeleng, mengisyaratkan bahwa dia tidak butuh Abdi, ataupun belas kasih dari orang lain. Gadis itu hanya kelelahan karena terlalu bersemangat menelan obat haram itu, untuk menenangkan pikirannya.
Ya, Arini yang terbiasa hidup dalam obat-obatan terlarang dan alkohol, membuat dunianya dan Abdi sangat jauh berbeda. Ditambah bisnis yang ia geluti mempermudah dirinya untuk mendapatkan dan menggunakan obat-obatan terlarang itu dengan sangat mudah, jika butuh ketenangan dan menghabiskan malam di club' malam.
Setelah mendapatkan asupan yang cukup banyak, mengisi lambung tengahnya, Arini merebahkan tubuhnya di ranjang, setelah mendapatkan obat penurun panas dengan dosis yang cukup tinggi, sesuai resep dokter yang menanganinya sejak dulu.
Inem dengan penuh kesabaran, mengusap punggung Arini menggunakan minyak kayu putih, serta meletakkan handphone milik Arini agak jauh, agar tidak ada yang mengganggu ketenangan wanita itu dalam beristirahat.
.
Di tempat yang berbeda, Abdi justru tengah menghadiri satu rapat bersama sang komandan. Setelah mendapatkan informasi tentang keadaan Arini dari pelayan apartemen istrinya.
Berkali-kali ia melihat layar handphone, hanya untuk memastikan kondisi Arini yang membuatnya sedikit khawatir dan merasa bersalah.
Akan tetapi, lamunannya kembali buyar, karena handphone miliknya kembali berdering.
"Sonya ...?" gumamnya dalam hati.
Abdi : "Hmm ..."
Sonya : "Kamu dimana, sih? Tadi malam kenapa enggak jawab telepon aku, karena aku mendengar suara perempuan. Suara siapa tuh, Aa?"
Mendengar pertanyaan Sonya yang seolah-olah Abdi harus melaporkan semua kegiatannya kepada gadis muda itu, membuat ia hanya mendengus dingin.
Abdi : "Kamu ini menganggap aku kerja di kantoran, ya? Aku lagi rapat. Jadi kalau mau banyak tanya di kantor polisi saja, aku lagi sibuk!"
Sonya : "Aa kenapa sih? Kok malah garing gini. Kemaren Aa pulang ke Bandung, bukannya mampir ke rumah. Mama nanya-in Aa mulu. Emang enggak kangen sama aku? Dan apa benar tentang pernikahan Aa itu? Karena tadi aku dengar dari Mutia, Aa sudah menikah. Sama gadis dari luar negeri. Aa selingkuh, kan?"
Abdi semakin menggeram, sehingga mengepalkan tangannya, hanya untuk mengendalikan amarahnya.
Abdi : "Kamu lebih percaya sama Mutia, atau sama Aa? Terserah kamu saja, Aa rasa kamu juga bisa mencari pria yang lebih baik dari Aa mulai saat ini. Karena Aa lagi fokus pada pekerjaan. Maaf, ya Sonya. Kamu masih kecil, terlalu banyak ikut campur dalam urusan pekerjaan, serta pribadi Aa terlalu jauh. Aa enggak suka, jadi mulai saat ini lakukan apapun yang kamu sukai, karena bagaimanapun kita enggak tahu hubungan ini mau dibawa kemana. Toh selama enam bulan pacaran kita cuma dua kali bertemu, dan hubungan kita bisa dikatakan backstreet!"
Sonya : "Apa? Aa enggak serius sama aku? Terus yang kita ciuman itu, Aa anggap main-main saja?"
Abdi mengakhiri panggilan teleponnya, karena selalu mendengar ucapan Sonya yang mempermasalahkan ciuman pertama mereka, yang seolah-olah Abdi harus bertanggung jawab atas diri gadis itu.
"Ciuman sekali saja, sudah kayak di tuntut suruh tanggung jawab. Dasar abege labil! Mutia lagi, kenapa dia justru bicara seenak jidatnya saja. Awas lo yah anak manja, kalau ketemu gue pites kepala lo ...!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Tari Gan
terlalu semangat goyang dumang nya ya Rin Ampe demam segala 😂😂
2022-12-23
1
G-Dragon
tumbang karena terlalu bernafsu Arini nya Thor 🤭🤣😂
2022-12-15
3
Chay-in27
makanya Rin, jangan terlalu di porsir, makanya demam 🤣🤣🤣
2022-12-15
4