Tidak menunggu waktu yang lama, Arini keluar dari kamar mandi setelah melakukan ritualnya tepat pagi menjelang siang. Gadis cantik bertubuh profesional itu hanya terlilit handuk ditubuh indahnya serta rambut yang masih terbungkus handuk kecil dikepala nya.
Tidak ingin berleha-leha Arini menuju lemari pakaian yang terletak tidak jauh dari pintu kamar mandi, mencari satu tangtop kesayangan serta celana jeans pendek yang biasa ia kenakan.
Akan tetapi, ketika Arini telah mengenakan pakaiannya, ia menoleh kearah meja rias yang berada di dekat jendela kamar itu. Seketika matanya membulat besar, darah mendesir hebat, membuat amarahnya semakin membuncah di ubun-ubun.
Arini mengerlingkan bola matanya, menatap nanar sosok pria yang sudah duduk di sofa kamar, tanpa berkedip menatap kearahnya.
Tanpa pikir panjang, Arini melempar handuk kecil yang berada ditangan kearah pria tengah duduk menatapnya sedari tadi.
"Apa yang kau lakukan dikamar ku, laki-laki sialan!?" hardiknya dengan suara garang.
Abdi yang mendengar hardikan Arini hanya tertawa terbahak-bahak, melihat wajah gadis yang berdiri dihadapannya menjadi merah padam. Bahkan langsung menghampirinya memberikan pukulan yang cukup menyakitkan bagi pria tegap itu.
"Sialan kau!" bentaknya, menghujamkan dua pukulan ke perut pria tersebut ...
BHUG ...!
BHUG ...!
"Agh ...!" Abdi meringis menahan sakit, tapi dia masih terus tertawa, karena telah berhasil melihat tubuh polos wanita garang itu.
Bagaimana Arini tidak marah, Abdi yang datang sejak satu jam lalu, enggan menunggu gadis itu di ruang tamu, karena dia ingin melihat-lihat kamar gadis yang telah menjadi istrinya.
Kembali Arini menatap nyalang kearah Abdi, dengan posisi berdiri sambil berkacak pinggang, seakan ingin membunuh pria yang ada dihadapannya saat ini juga.
"Siapa yang memberikan izin padamu untuk masuk dikamar ku, hmm?"
PLAK ...!
PLAK ...!
Entah berapa kali Abdi harus menerima pukulan dari tangan Arini, membuat pria itu benar-benar tak kuasa menahan tawa yang bercampur rasa sakit, sehingga membuat mata pria itu berair karena berhasil mengerjai wanita kepala batu tersebut.
Abdi menghentikan tawanya, "Maaf ... tadi pembantu kamu bilang, 'Nona Arini lagi mandi, silahkan tunggu di sini saja, Mas' ... ngapain aku cengok diluar sendirian. Enakan dikamar, bisa melihat tubuh polos istri ku sendiri, yang ternyata lebih indah dibandingkan aku. Tatto kamu keren banget, huruf 'A' yang melambangkan bahwa kita emang jodoh," godanya, membuat Arini semakin naik pitam.
Akan tetapi, Abdi langsung berdiri untuk menenangkan perasaan Arini dengan memeluknya erat, sambil berkata perlahan, "I'm sorry baby! Kita friend, kan?"
"Omong kosong ...!" Arini masih diam tak bergeming, ia tengah meredam segala emosi yang sudah membuncah di kepalanya saat ini. Ingin rasanya ia menghabisi Abdi yang telah berani menyelinap masuk kedalam kamar pribadinya, walau sudah menjadi suami.
"Lepaskan pelukan mu, karena kamar ku dalam pengawasan!" tegasnya, ketika melihat satu pantulan cahaya dari gedung seberang apartemennya.
Benar saja, ketika Abdi melepas pelukannya, terdengar suara desingan tembakan sniper melayang menembus kaca kamar, tapi dapat dielakkan oleh mereka berdua, seketika ...
Zhiink ...!
Prank ...!
Zhiink ...!
Dor, dor, dor ...
"Menunduk!" seru Arini, berusaha mencari senjata api didalam nakas kamarnya.
Akan tetapi, Abdi langsung merogoh senjata api yang ia miliki lebih dulu karena merasa terancam.
Thank ...!
Dor, dor, dor ...
Zhiink ...!
Dor, dor, dor ...
"Lari cepat, lari!" teriak Arini keluar dari kamar, sambil melemparkan satu card apartemen dilantai yang berbeda kepada dua pembantunya.
Trak ...!
"I-i-iya Non!"
Card apartemen yang menggunakan gantungan kunci itu berhasil ditangkap oleh orang kepercayaan Aldo, kemudian bergegas kedua-nya meninggalkan apartemen tersebut, tanpa memikirkan keadaan Arini.
"Pergi cepat Bik! Move!" kembali terdengar teriakan Arini, untuk menyelamatkan nyawa dua orang pembantu yang selama ini menemaninya.
Sementara Abdi masih berjibaku dengan orang yang melakukan penyerangan dari gedung sebelah, sambil menoleh kearah Arini.
"Sial! Siapa mereka?" hardik Abdi, tapi tangan pria itu langsung di tarik oleh Arini, agar tidak terlihat lawan yang masih menembakkan senjata api mereka di seberang sana, untuk mencari dalang dari penyerangan apartemennya.
"Brengsek! Akan aku bereskan anak itu!" umpatnya, ketika berhasil meninggalkan kediamannya.
Abdi masih tampak menggeram, tidak beda jauh dengan Arini yang langsung membawa pria itu, menaiki anak tangga menuju rooftop gedung, hanya melewati sepuluh lantai lagi. Agar tidak menggangu ketenangan penghuni apartemen mewah tersebut.
"Wait!" tahan Abdi, ia menoleh kearah lain, "Jangan ke rooftop! Karena tidak akan ada yang melindungi kamu, ikut aku!" bergegas Abdi menarik lengan Arini, agar turun menuju basemen, untuk mengambil mobil mereka, mengejar orang yang masih berada diseberang sana.
Tidak ada pilihan, mereka berlari kencang menuruni anak tangga, menuju basemen dari lantai 20, membuat keringat kedua-nya tampak bercucuran, tapi tidak di indahkan oleh mereka.
Kali ini dalam benak Arini hanya ada satu nama, yaitu Gultom. Pria yang ia habisi beberapa waktu lalu, merupakan anak ayam pria laknat itu.
Ketika kedua-nya menuruni anak tangga dengan sangat cepat, Abdi masih menyempatkan untuk bertanya, "Siapa mereka, Rin?"
"Diam kau! Aku tidak bisa menjelaskan padamu, siapa mereka!" tegasnya masih memacu langkahnya, agar segera tiba di basemen lebih cepat.
Tidak ada nafas yang terasa sesak, tubuh kedua-nya tampak mengkilap, bahkan semakin terlihat akrab, ketika Arini meminta kunci mobil milik Abdi, agar dirinya lah yang mengendarai kendaraan pria itu.
"Berikan kuncimu pada ku," tegasnya.
Tanpa pikir panjang, Abdi melemparkan kunci mobil miliknya, kemudian memasuki mobil tanpa harus menunggu lama lagi.
Ciit ...
Mobil sport milik Abdi langsung mencicit keluar dari gedung apartemen, menuju satu tempat yang Arini ketahui merupakan markas pria botak bernama Gultom tersebut.
Arini mengenakan earphone ditelinga kanannya, untuk menghubungi Samuel orang kepercayaannya.
Arini : "Gultom menyerang ku! Dimana anak keparat itu kau gantung?"
Samuel yang mendengar ucapan Arini langsung menekan tombol emergency pada layar handphone miliknya yang sangat canggih, sebagai tanda yang akan memberikan sinyal kepada Stevie, yang tengah menghabiskan waktu bersama wanita-nya.
Samuel : "Sudah aku benamkan di pelabuhan menggunakan dua sak semen Nona Zea!"
Arini : "Oke! Akan aku bereskan!"
Arini mengerlingkan bola mata, menyesiasati sekelilingnya untuk mencari tahu titik anak buah Gultom, dan memancing mereka keluar dari gedung apartemen tersebut agar tidak membahayakan siapapun yang akan terkena imbasnya.
"Brengsek! Gara-gara binatang itu, aku yang menjadi bulan-bulanan!" lagi-lagi Arini mengumpat, mengehentikan kendaraannya.
Seketika kedua netra itu kembali saling menatap, membuat Arini mengacuhkan pandangan Abdi yang akan mengajukan beberapa pertanyaan padanya.
"Siapa mereka Arini! Apa pekerjaan mu! Kenapa kau menjadi target mereka? Hah!" bentaknya dengan sangat keras, karena melihat keberanian Arini diatas rata-rata wanita Indo yang pernah ia temuin selain angkatan.
Arini menyunggingkan satu senyuman tipis, "Who I am? Why you have to ask who I am? Hmm?"
(Siapa aku. Kenapa kamu mesti bertanya siapa aku. Hmm ...)
Dada Abdi seketika benar-benar bergemuruh, ia tidak menyangka akan dipertemukan, bahkan di nikahkan dengan wanita yang unik dan aneh seperti Arini.
"Jawab aku! Who are you, Arini!"
(Jawab aku. Siapa kamu, Arini ...)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Tari Gan
nanti jg km tau sendiri abdi siapa istri mu sebenarnya santai saja 🌹🌹🌹
2022-12-22
1
wina 2480
serrruuuu.......thooor
2022-12-10
1
Chay-in27
speechless aku baca membenamkan orang suruhan Gultom pakai dua sak semen 🤭🤣🤣😂
2022-12-09
2