Tak ingin membahas tentang club' malam yang selalu di kunjungi Arini, selaku bos besar di dunia malam tersebut, membuat gadis itu di juluki sebagai orang nomor satu yang menjadi target operasi pihak badan narkotika.
Akan tetapi, gadis muda itu ibarat memiliki nyawa sembilan selayaknya kucing betina yang tidak pernah takut akan hal apapun termasuk yang membahayakan hidupnya selama ini.
Abdi tersenyum sumringah ketika melirik kearah Joni yang sejak tadi memberikan isyarat padanya.
Akan tetapi, Aldo lebih dulu membuka pembicaraan mereka ketika duduk di kursi, yang dihadapkan dengan hidangan yang sangat menggugah selera. "Rin, mulai besok kamu sudah bisa tinggal di apartemen bersama Abdi. Kebetulan Abdi, bakal dinas di Jakarta hingga delapan bulan, habis itu suami kamu ini akan berangkat menuju Libanon!"
Mendengar pernyataan Aldo, keenam anak muda yang tampak seumuran itu, saling bertatapan. Sejujurnya mereka tidak mempercayai pernikahan Abdi dan Arini, tapi kini mereka dihadapkan dengan pernikahan yang ternyata memang sudah berjalan sejak usia kedua insan yang mematung kaku tersebut sedari kecil.
Arini mendengus dingin, dadanya seketika ingin memberontak karena tidak suka tinggal dengan orang lain di apartemennya, "Pa ... biarin dulu Arini seperti ini! Jangan terlalu memaksakan kehendak, karena Arini tidak tahu Abdi, enggak kenal sama dia, terus kami harus tinggal bareng? Ini enggak fear, Pa!"
Abdi menjentikkan jemarinya, mengisyaratkan bahwa setuju dengan keputusan Arini. "Bener banget tuh, Paman. Karena kami harus saling mengenal dulu, baru bisa tinggal satu rumah, satu kamar dan satu ranjang!"
Kedua ibu mereka, langsung menyela ucapan anak menantunya secara spontan, "Alah, nanti juga kalau udah tinggal bareng udah satu tujuan saja, bahkan enggak mau lepas. Apalagi kamu mau berangkat ke Libanon, tentu menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi kalian selama delapan bulan tinggal bersama!"
Mendengar pernyataan seperti itu yang keluar dari bibir kedua wanita yang ternyata sangat kompak, membuat Abdi menoleh kearah Arini, sebagai tanda bahwa mereka tidak akan pernah bisa saling mencintai.
"Tapi Ma!" tolak pasangan muda yang tampak panik itu dihadapan kedua ibu mereka secara bersamaan.
Emi menoleh kearah Arini, "Tapi apa, Rin? Tapi enggak bisa tidur satu kamar atau satu ranjang? Hmm!?"
Arini mengerlingkan kedua bola matanya, menatap geram kearah Aldo juga Nancy yang duduk berdekatan. Berkali-kali tangan kirinya mencubit paha Abdi yang duduk di sebelahnya, karena membayangkan akan tinggal satu atap dengan pria.
"Bagaimana mungkin aku akan tinggal dengan orang asing di apartemen ...? Sementara bangun saja siang, pakaian juga suka-suka. Aduh ... tambah enggak bebas aku dalam berbusana ..." Geramnya dalam hati, sambil menoleh kearah Joni yang senyam-senyum melihat pasangan muda ini.
Dalam benak Joni, masih teringat wajah cantik gadis di club' malam yang ia kecup leher wanita itu, sehingga membuat patah batang hidungnya. Dengan tatapan nakal, meletakkan tangan di dagu dengan menyilang,s bergumam dalam hati, "Aku yakin, anak Om Aldo ini Zea yang menghajar aku malam itu. Dan aku yakin club' itu milik rekan bisnis mereka, karena memiliki logo yang sama walau beda dalam warna. Aku akan mencari tahu, jika Abdi tidak mau bicara jujur padaku ...!"
Kini Abdi dan Arini tidak ada pilihan lagi. Kedua-nya harus mengikuti semua aturan yang telah di tetapkan oleh keluarga, dengan segala ejekan dari Mutia juga Joni, yang diam-diam mengisyaratkan perhatian kecil walau masih terlalu muda, dan masih dalam pengawasan kedua orang tua mereka.
Makan malam berlangsung sangat baik dan hangat. Ditambah lagi masakan lezat yang dibawakan oleh Sindi serta Emi ke kediaman Nancy, membuat kekeluargaan itu semakin terasa sangat akrab.
Arini menghampiri Nancy dengan wajah menekuk, sambil berkata dengan berbisik-bisik, "Tante, aku minta kamar yang lain yah? Karena enggak biasa tidur berdua sama anak Tante. Enakan juga tidur sendiri, enggak ada yang gangguin."
Kedua alis Nancy mengerenyit, menatap lekat kedua bola mata yang sangat terlihat lebih tegas, tidak seperti sang Mama. Akan tetapi, lebih mirip Aldo yang senantiasa menatap tenang, tapi dapat mematikan langkah seseorang.
"Kamu mau tidur di paviliun? Karena malam ini Tante Sindi juga menginap di sini? Di luar ada enam paviliun, kamu tinggal pilih yang mana," tunjuk Nancy dengan wajah tersenyum tipis.
Dengan cepat Arini menggeleng, "Aku pengen pulang saja, ikut sama Papa dan Mama. Lagian mau ambil mobil juga, mobil Abdi harus masuk bengkel. Mobil aku tinggal di apartemen karena anak tante itu menarik tangan ku secara paksa! Lagian kenapa sih kami di nikahkan kayak gini? Emang kalau Abdi cari wanita lain, atau hmm eee, pokoknya Arini enggak mau tidur satu kamar sama anak tante! Dia itu suka mengambil kesempatan!" umpatnya dengan wajah datar.
Tidak banyak bicara, Nancy tersenyum sumringah. Ia sangat memahami bagaimana perasaan jika menikah dengan cara seperti ini. Perlahan tangan wanita cantik itu, menarik pergelangan tangan sang menantu agar mengikuti langkahnya, "Kamu ikut sama Mama, jangan panggil Tante!"
Mau tidak mau, Arini mengikuti langkah Nancy yang tidak memiliki keberanian untuk menolak ajakan wanita yang telah menutup kepalanya itu dengan hijab.
Kedua bola Arini membelalak besar seketika, ketika mereka berdiri, samping kediaman mewah itu, yang memberikan pemandangan luar biasa indahnya ketika dihadapkan dengan hamparan luas kebun teh yang terlihat sangat indah, di sinari lampu otomatis jika malam, dan ketika siang hari akan terlihat pabrik milik Opa dan Eyang-nya yang sudah menetap di Swiss semenjak Nancy dan Aditya kembali ke kota kembang.
Perlahan Nancy menoleh kearah Arini, "Apa mungkin kami akan membiarkan orang lain yang merawat ini semua? Hanya kalian yang kami punya, Nak! Tidak ingin yang lain. Mama tidak mau kalian salah dalam pergaulan, begitu juga dengan Mutia. Saat ini Mama ingin fokus pada kamu dan Abdi!"
Wajah Arini semakin mematung, ia mengalihkan pandangannya kearah lain, menggeleng karena tidak menyangka akan dijadikan sebagai badan pertahanan harta keluarga, yang tidak masuk akal bagi otak serta perasaannya.
"Hmm, maaf Tante! Bukankah kita harus membantu sesama orang yang kekurangan? Kenapa Abdi tidak Tante nikahkan sama wanita yang kurang beruntung, untuk menaikkan harkat dan martabat orang itu. Bukan malah memilih menantu seperti Arini, yang sama sekali tidak baik, tidak sesuai harapan kalian dari keluarga angkatan. Eee, a-a-a-apalagi Abdi memiliki hubungan dengan wanita lain. Arini tidak suka pemaksaan, pernikahan ini tidak sah! Dan aku menyatakan bahwa tidak akan melanjutkan pernikahan ini!"
Nancy menggelengkan kepalanya, sambil memijat pelan pelipisnya, ketika melirik kearah sudut tembok, sambil berpangku tangan.
Aldo yang mengikuti langkah dua wanita tersebut, ternyata mendengarkan dari balik tembok, karena yakin bahwa putrinya akan mencari alasan untuk menolak status pernikahannya. Ia tersulut emosi, ketika mendengar pernyataan Arini ...
Dengan suara lantang Aldo menghardik putrinya, dihadapan Nancy tanpa perasaan sungkan, "Apa maksud kamu, Rin? Papa tidak suka kamu berbicara seperti itu dengan ibu mertua kamu! Mama Nancy mertua, dan Abdi itu suami kamu! Tidak akan ada penolakan, ataupun pembatalan pernikahan! Kamu mengerti!"
Arini berteriak keras, menggeleng karena tidak menyangka akan dipaksa dalam keadaan seperti ini, "Pa, Arin ..."
"Jangan membantah!" bentaknya lagi, membuat dada Arini bergemuruh, turun naik bahkan nafasnya semakin memburu ketika menggeram kesal menantang kedua bola mata sang papa.
"Papa egois!" geramnya.
"Menghadapi kamu harus dengan cara egois, Arini!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Tari Gan
yakin lah Ari orang tua mu menginginkan yg terbaik untuk kelanjutan hidup mu kelak
2022-12-23
1
G-Dragon
sama-sama keras biasanya gen ibu lebih kuat dari ayah ... pantas saja, Arini garang, rupanya tatapan matanya lebih ke Aldo 🤭🤣🤣
2022-12-13
3
Chay-in27
sedih aja anak enggak mau di paksa 🥲🥲🥲
2022-12-13
2