Suasana panas siang itu, membuat dua insan yang saling bermusuhan, semakin tampak seperti Tom and Jerry. Tidak ada perdamaian, bahkan lebih mirip dengan orang yang tengah dalam proses penyelidikan.
Semua laporan tentang Arini, terbuka dengan jelas dilayar laptop milik Abdi, membuat gadis cantik itu hanya tersenyum tipis melihat layar 14 inchi yang menayangkan semua bisnis haramnya, serta pembunuhan yang terjadi di belakang club' malam tempat Zea menghabiskan malam.
Tidak ada raut wajah takut, ataupun berdosa yang tergambar di rona cantik itu. Arini bahkan mengambil tas miliknya, dan merogoh rokok serta mancis yang ia miliki.
Cetek ...
Arini mematik rokok, dengan sangat santai dihadapan Abdi, tanpa harus meminta izin, hanya sekedar menghargai seorang pria yang sudah berstatuskan sebagai suaminya sendiri.
Kaki jenjang itu menyilang, dan ia letakkan diatas meja, "So, what do you want to do with me? Want to catch me, or even want to kill me?"
(Jadi, apa yang ingin kamu lakukan pada ku? Mau menangkap ku, atau bahkan mau membunuh ku ...)
Melihat wanita yang kini telah menjadi istri itu merokok dihadapannya, Abdi mengambil masker untuk menutup hidungnya agar tidak terkontaminasi oleh asap rokok gadis kepala batu tersebut.
Abdi hanya menyunggingkan senyuman lirih, sambil berkata dingin, "Bukan ranah ku untuk menghukum mu, Nona Zea! Tapi ini akan menjadi laporan ku, dan tidak akan mudah bagi ku! Lagian aku tidak akan mencampuri urusan mu, maka kamu juga tidak boleh mengetahui urusanku!"
Arini mendecih, "Tidak usah basa-basi! Aku jijik dengan angkatan. Sekarang berapa milyar yang kalian butuhkan, aku akan mentransferkan padamu. Tapi tutup kasus ini, karena aku akan menenggelamkan mu, jika kamu membuka mulut lebar-lebar!"
Mendengar kalimat yang sangat menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang pelindung negara, Abdi mengerlingkan kedua bola mata, menaikkan satu alisnya, "Berapa kamu biasa memberikan kepada Jendral Sudirman hmm? Apa kamu tidak memikirkan keselamatan Keluargamu? Bahkan keluarga kita! Hah!?"
Arini tertawa terbahak-bahak, mendengar tentang keselamatan, "Hmm ... jika aku memberikan mu dua milyar hari ini, bisakah hmm!" Ia menyandarkan kepala di sandaran sofa, melanjutkan ucapannya, "Aku memiliki alasan tersendiri 'mengapa' aku melakukannya dengan sangat kejam! Kamu pikir menggunakan jasa wanita club' malam, dan barang haram itu gratis? Tidak ada yang gratis, Tuan! Kamu akan tahu alasannya!" jemari tangannya kembali mengarahkan rokok yang masih menyala ke bibir mungilnya.
Abdi memijat pelan pelipisnya, sesekali melirik kearah Arini yang masih menatap lekat kearah langit-langit kamar, melihat kaki mulus itu meraih remote untuk menyalakan exhaust fan plafon yang tersedia di dalam kamar mewah tersebut.
Melihat tingkah laku Arini, Abdi semakin tersenyum tipis, karena melihat kelihaian tangan dan kakinya gadis itu bekerja dengan sangat baik dan menyenangkan.
Abdi bertanya kepada Arini, "Hmm ... berarti kamu bisa dikatakan tante girang dong, menjual wanita-wanita itu untuk melayani pria hidung belang!"
"Apa? Tente-tante kayak germo gitu? Ya enggaklah, aku hanya menyediakan tempat, karena itu ranah ku! Area kekuasaan ku, dan hanya aku yang bisa berbuat bebas disana. Tanpa harus ada razia, seperti club' lainnya. Tidak ada yang berani macam-macam di sana, jika tidak mau berurusan dengan ku!"
Mendengar penuturan itu, Abdi semakin tersenyum lebar, bergumam dalam hati, "Semakin menarik ..."
.
Di tempat yang lain, di kota yang berbeda. Stevie justru tengah berjibaku menghabisi nyawa orang suruhan Gultom yang telah memfitnah dan membuka suara tentang wanita bernama Zea pada salah satu polisi militer, serta menghabisi apartemen milik gadis itu yang berada di lantai 20.
BHUG ...!
BHUG ...!
Prak ...!
Seketika Kevin orang yang menjadi tangan kanan Gultom, menjerit karena menerima pukulan yang bertubi-tubi di wajah serta ulu hatinya. Kini tangannya di piting oleh Stevie, dengan tengkuk belakang dihujami lutut itu dengan sangat keras dan menyakitkan.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, Kevin akhirnya berteriak dan buka suara, "Agh ... am-am-ampun Mr. Ka-ka-kami hanya menjalani tugas! Bu-bu-bukan untuk menjadi mata-mata dan memenjarakan wanita itu! Ka-ka-kami di minta, Mr!"
Stevie meremas kuat rambut Kevin, mengangkat kepalanya sehingga menghadap kearahnya, sebelum menembakkan timah panas ke tenggorokannya, "Cepat katakan padaku! Siapa yang meminta mu!" teriaknya.
"Pa-pa-pasukan elite angkatan darat, Mr!"
Stevie tersenyum sumringah, membayangkan wajah pria yang menarik lengan Zea beberapa waktu lalu, dan mengaku sebagai suami Zea dihadapan Samuel, "Bangsaat! Dia ternyata mata-mata ...!"
Dor, dor, dor ...
Tidak menunggu lama, Kevin sudah kehilangan nyawanya dengan bersimbah darah di tangan Stevie.
Dengan menjentikkan dua jarinya, anak ayam Stevie langsung mengerti maksud pria berusia 27 tahun tersebut.
Stevie mengusap senjata api yang ia miliki dengan satu kecupan mesra, setelah berhasil menghabisi nyawa Kevin, sambil bergumam dalam hati, "Sial! Berarti mereka sering mengunjungi club' untuk memata-matai gerak-gerik kami! Kau pikir, aku bisa percaya begitu saja dengan pengakuan mu sebagai suami Zea, Tuan! Aku akan mencari tahu, dimana kediaman laki-laki keparat itu serta memberi kabar kepada Zea! Aku harus mendapatkan tubuh Zea kali ini. Aku mencintaimu Zea, menikahlah dengan ku ..."
Bergegas Stevie meninggalkan markas mereka yang berada di kota kembang, sambil menghubungi Arini.
Stevie : "Hai baby, kamu dimana? Aku sudah menghabisi Kevin. Tidak perlu kamu turun tangan. Bisa kita bertemu, baby?"
Arini : "Gue di Jakarta. Lo temuin gue besok malam di club'. Hari ini gue lagi malas keluar! Amankan situasi, karena kita dalam pengawasan!"
Stevie : "Ya, pria itu yang telah menjadi mata-mata kita saat ini. Pantas mereka sering mendatangi club' beberapa waktu lalu. Ternyata pria yang mengakui bahwa dirinya sebagai suami mu, sehingga memecahkan bibir Samuel itulah orang bayaran Gultom! Jadi kalau kita bertemu dengan mereka kita harus berhati-hati, kalau perlu kita habisi saja dia!"
Mendengar pernyataan Stevie Arini langsung menutup panggilan telepon mereka.
Di suasana kamar yang tampak remang-remang. Waktu menunjukkan pukul 21.45 waktu Jakarta, Arini telah mematikan lampu kamarnya, setelah menikmati hidangan makan malam buatan asisten rumah tangga yang telah mengabdikan diri di keluarganya selama bertahun-tahun.
Kedua bola mata Arini membulat, menoleh kearah Abdi yang masih berada dihadapan laptop tanpa mau meninggalkan kamar pribadi istrinya tersebut.
Membuat Arini benar-benar menyatakan perang dengan Abdi. Ia berteriak keras kepada suaminya, dengan melempar satu bantal kecil kearah pria itu, "Jawab aku jujur, berarti penyerangan dilantai 20 kemaren atas perintah mu? Hah? Apa kamu mengenal Gultom?"
BHUG ...!
Abdi tak bergeming, ia tidak mengacuhkan pertanyaan Arini, karena di sibukkan dengan video call bersama Sonya sang kekasih di seberang sana, dengan menonaktifkan speakernya karena kesibukan membuat laporan pekerjaan.
BHUG ...!
Sekali lagi, bantal kecil kembali melayang kearah Abdi karena ulah Arini, membuat pria itu menoleh kemudian membuka headset yang ada di telinganya kemudian berkata dengan sangat lembut, "Ada apa sih, sayang! Aku lagi kerja, emang mau sekarang?"
Mendengar pernyataan Abdi membuat Arini merasa jijik, membuat dia langsung menutup tubuhnya menggunakan selimut yang sejak tadi terus menggodanya. Bergumam dalam hati, "Sial! Jika benar dia orang bayaran Gultom, berarti aku harus mencari tahu siapa di belakang mereka! Dasar laki-laki brengsek! Munafik, menerima tawaran uang ku tidak mau, tapi dari Gultom, anak binatang itu kan kesayangan jenderal, tapi ..."
Sementara diseberang sana, Sonya seperti mendengar suara seorang wanita yang berbicara dengan kekasihnya, setelah Abdi mengaktifkan kembali suara mereka. "Sayang, kamu lagi dimana? Sama siapa? Kok ada suara wanita?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Tari Gan
Stevie ternyata ada udang di balik batu yook
2022-12-23
1
Chm1327
kok jahat kali otaknya Stevie 😡😡😤
2022-12-14
2
Nenny Azza
up thor
2022-12-14
2