Tidak ada kata cinta, tidak ada komitmen yang berarti diantara mereka berdua tentang perasaan, tentang pernikahan. Malam ini Arini benar-benar ingin terbebas dari semua kepanikan yang sangat mengancam keselamatan nyawanya dari seorang pembelot seperti Stevie.
Dengan gaya genitnya, Arini berusaha untuk meloloskan benang dari tubuh Abdi, yang menurut pandangannya pria itu merupakan sosok yang sangat ia cintai. Pria gagah, pria macho yang berani melakukan apapun untuk melindunginya jika dalam keadaan terancam seperti tadi.
Kini Abdi hanya mengikuti semua keinginan Arini. Dia benar-benar menyentuh bagian dada gadis cantik itu yang ada dihadapannya, tanpa memikirkan bagaimana perasaan Sonya nantinya. Kali ini ia ingin menikmati keindahan malam pertama yang belum pernah ia lakukan pada siapapun.
Begitu juga sebaliknya, Arini yang ternyata memiliki pengalaman dalam berciuman, tapi tidak untuk hal bercinta. Tapi kini ia luluh lantak ketika mendapatkan serangan balik dari Abdi yang memperlakukan tubuhnya dengan sangat lembut.
"Ahh, babyhh ..." Errangan Arini semakin terdengar jelas di telinga Abdi, ketika kedua benda kenyal itu berhasil lolos dalam mulut pria yang masih memangku tubuh indahnya.
Tanpa menunggu lama, Abdi langsung menggendong tubuh istrinya, membawa Arini keranjang kingsize itu, hanya untuk melanjutkan cumbuannya.
"Ahh ..." Tubuh telanjang Arini menggeliat liar, ketika merasakan sesuatu yang hangat menyentuh bagian sensitifnya.
Remmasan tangan halus Arini dikepala Abdi, membuat tubuh gadis itu semakin bergetar hebat, ketika akan merasakan satu ledakan yang semakin terasa, tapi tertahan karena ia masih ingin menikmati indahnya sentuhan bibir pria di bagian sensitifnya.
"Ahh, please baby. Do it now ..."
Sejujurnya ada perasaan tidak tega dalam benak Abdi akan membawa gadis cantik itu masuk lebih jauh untuk menjalani lebih serius hubungan mereka berdua, karena menyadari bahwa istrinya tengah berada dalam kondisi tubuh yang tidak normal, setelah ia dapat merasakan dinginnya sentuhan telapak tangan Arini.
Perlahan namun pasti, Abdi kembali menatap wajah cantik yang alami itu, mengusap lembut kening Arini hanya untuk memastikan bahwa yang akan mereka lakukan hanya sebagai pengikat pernikahan kedua-nya.
"Rin, aku tidak akan menyesali apa yang kita lakukan malam ini. Aku yakin, setelah ini kamu pasti membenci ku. Walau sejujurnya aku menginginkannya tapi bukan dengan cara mabuk yang seperti ini ..."
Abdi menggerakkan pinggulnya dibawah sana, membuat Arini meringis kesakitan tapi tidak membuka kedua bola matanya. Melainkan menggigit kuat bahu pria yang telah berhasil merebut kehormatannya dengan cara setengah sadar.
"Sa-sa-sa-sakit baby ..." Arini melepaskan gigitannya, mengatur nafas yang masih menderu, menikmati kehangatan yang berhasil merobek kulit terhalus, sehingga membuat air mata mengalir dengan sendirinya disudut mata indah yang masih tertutup rapat.
Perlahan Abdi merentangkan kedua tangan Arini, menatap wajah cantik yang memerah, menggerakkannya secara perlahan. "Mulai saat ini kamu milik ku, sayang. Aku tidak akan pernah melepaskan mu, lagi. Walaupun kamu menolak ku setelah menyadari apa yang kita perbuat, Rin ..."
Dessahan dan errangan terdengar saling bersahutan. Arini yang awalnya memiliki suhu tubuh sangat dingin, perlahan kini mulai menghangat seiring dengan gerakan yang dilakukan Abdi diatas tubuhnya.
Cukup lama Abdi bertahan, untuk mengimbangi keinginan Arini, sehingga kedua-nya benar-benar melepaskan semua hasrat yang selama ini terpendam, ketika mencapai pelepasan dalam meraih kebahagiaan indahnya bercinta mereka.
.
Matahari bersinar sudah semakin tinggi. Suasana kamar yang malamnya panas dengan gairah hasrat dua insan muda tengah mereguk keindahan, kini terdengar sangat hening.
Kedua pembantu Arini, hanya mengikuti semua perintah Abdi sebelum meninggalkan apartemen itu, yang telah mempersiapkan semua kebutuhan sarapan anak majikannya dengan menu soup buntut sapi.
Perlahan Arini tersadar, mengerjabkan kedua bola matanya, merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya ketika akan beringsut untuk turun dari ranjang peraduannya.
Arini meringis, karena menahan sakit di bagian intinya, kemudian mengalihkan pandangannya kearah tempat ia berbaring barusan, "Agh ... kenapa anuku sakit sekali, perih. Terus ini darah apa?" Ia menyentuh kepalanya yang masih terasa sangat berat, mencoba mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
"Tuhan ... sakit sekali semua tubuh ku, apakah ada orang lain yang memperkosaku ...!?" Arini merebahkan tubuhnya kembali di ranjang, sambil mengepit kedua kakinya.
"Agh shiiit! Kemana anak itu, kenapa dia pergi tanpa memberitahu ku! Apakah dia tidak menganggap bahwa aku ini istrinya? Dasar angkatan tidak tahu etika, dan sopan santun. Ini yang akan menjadi suami ku ...?" celotehnya, membuat ia terkenang sosok pria yang melakukan hal tidak senonoh itu.
"Tidak! Aku tidak mungkin menyerahkan kehormatan ku pada pria itu. Kepada Abdi Atmaja yang tidak aku cintai walau sesungguhnya dia sudah menjadi suami ku. Dia pasti mengambil keuntungan ketika aku meminum pil itu tadi malam. Dasar laki-laki tidak tahu sopan santun, seenaknya dia memperkosa aku! TIDAK!" Arini berteriak keras, ketika memorynya kembali teringat akan kejadian tadi malam.
Mendengar teriakkan Arini dari dalam kamar, dengan cepat asisten rumah tangganya datang menghampiri wanita itu yang tidak mengenakkan sehelai benangpun, hanya tertutup selimut tipis membalut tubuh rampingnya.
Wanita paruh baya bernama Inem itu bertanya dengan nada lembut, "Non Arini kunaon? Kok berteriak?"
Arini mengerlingkan kedua bola matanya, menatap nanar kearah Inem yang sudah berdiri di hadapannya, sambil berkata sinis, "Mana Abdi? Apakah dia kabur? Enak saja, dia telah memperkosa aku tadi malam, terus mau pergi begitu saja. Aku akan memberi perhitungan pada laki-laki yang telah berani merenggut kehormatan ku!" pekiknya semakin frustasi.
Inem yang mendengar pernyataan anak majikannya, berusaha menelan ludahnya. Walau sesungguhnya yang ia dengan itu sangat lucu, tapi wanita tua itu berusaha untuk menenangkan Arini, "Maaf Neng. Bukankah Non Arini sama Aa Abdi sudah menikah? Hmm, menurut bibik itu hal yang wajar dilakukan seorang suami, agar kalian mendapatkan keturunan. Apalagi Papa dan Mama, sangat menginginkan cucu dari pernikahan kalian ini. Setidaknya melakukan hubungan dengan pasangan halal itu, wajar-wajar saja. Bahkan nanti minta lagi, kok." Titahnya mencoba untuk berpikir jernih.
Arini menepis semua ucapan Inem, dia tidak ingin berdebat tentang apapun dengan Abdi saat ini. Dia hanya kembali bertanya dengan wajah datar, "Kemana anak itu? Aku ingin minta tambah, biar dia melakukannya dengan sangat hati-hati. Tidak seperti saat ini. Badan ku jadi sakit begini. Mana urusan ku banyak, ditambah urusan ranjang. Dasar laki-laki mesum!" umpatnya bertubi-tubi merutuki perbuatan Abdi.
Dengan hati-hati Inem hanya menjawab singkat, "Aa Abdi sudah berangkat kerja. Tadi sebelum berangkat dia meminta bibik untuk membuatkan soup buntut, biar stamina Non Arini kembali normal. Dan susu juga sudah bibik sediakan. Mau makan sekarang Non?"
"Ya! Tapi aku mau mandi dulu. Cepat bantu aku! Aku enggak kuat kalau harus bersih-bersih sendiri!" perintahnya.
"Ba-ba-baik Non."
Di sudut ruangan kerja, Abdi justru tengah tersenyum-senyum sendiri, ketika menyaksikan CCTV yang ia letakkan dikamar gadis itu. "Hmm, ternyata kamu benar-benar tidak bisa melepaskan aku, Arini ..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Monis Alvaro
wah....Arini ketagihan servisny abdi🤣🤣🤣
2023-08-07
0
Tari Gan
akhirnya jebol juga gawangnya Arini wkwkwk 🤣
2022-12-23
1
G-Dragon
biasanya kalau habis on, emang paling enak makan sop buntut. apalagi minum kopi 😏😏
makin melek lagi 🤣🤣🤣
2022-12-15
4