Dari kemarin malam, aku mencoba menghubungi Kak Brian. Namun entah apa yang dilakukannya di Eropa, sampai-sampai lelaki itu mengabaikan panggilan teleponku.
Makanya aku harus sedikit mengulur waktu, akan kusembunyikan dulu Feri. Tapi lawan seperjuanganku itu malah menghilang tanpa jejak.
Aku hanya bisa menjaga fokusku karena aku sedang menyetir. Firasat jelekku pada Feri tak bisa berhenti berputar-putar di kepalaku.
Tanpa sengaja aku malah mengunjungi rumah Feri. Tak seharusnya aku di sini, bagaimana jika ada anak buah Zidane yang mengikutiku.
Aku sudah memutuskan untuk segera pergi, tapi seseorang mengetuk kaca mobilku.
"Jane!!!" seorang wanita dengan paras kalem sedang tersenyum kepadaku.
Wanita ini adalah istri Feri, dia bernama Mayang. Usianya seumuran denganku, dia juga sedang hamil besar.
Aku sebenarnya tak ingin bertemu Mayang untuk saat ini, sebab jika aku bertemu istri Feri. Aku pasti akan goyah, dan aku pasti tak bisa menghukum Feri.
Tapi apa boleh buat, Mayang tampak sangat antusias saat melihatku. Jadi terpaksa aku keluar dari dalam mobilku.
"Kau tak kerja?" tanya Mayang padaku.
"Kudengar kau sakit, jadi aku menyempatkan diri untuk menjegukmu!" ucapku asal.
Beberapa hari lalu Feri sempat mengeluh padaku jika Mayang sedang sakit dan dirawat di rumah sakit.
"Telat, aku udah sehat walafiat!" jawab Mayang sedikit kesal padaku.
Wanita itu ingin menunjukkan jika tubuhnya sudah pulih dari sakitnya. Dengan berpose sok kuat, padahal dia masih hamil besar.
"Ayo masuk!" ajak Mayang.
Kediaman kedua sejoli ini tak bisa dibilang mewah, sebab aku tau betul Feri dan Mayang menghuni rumah ini dengan bantuan pinjaman KPR. Sampai saat ini pun, mereka harus menyisipkan sebagian penghasilan mereka untuk melunasinya.
Rumah dua lantai dengan konsep minimalis namun elegan, mereka mendekorasi rumah mereka dengan gaya seperti itu. Warna-warna monokrom dan juga fungsional, mendominasi rumah ini.
Halaman dengan panjang 12 meter, terparkir satu mobil sedan Honda Civic terbaru berwarna merah. Mobil ini belum lama mereka beli, mungkin setengah tahun lalu. Untuk hadiah kehamilan Mayang.
Pintu utama mereka terbuat dari kayu dengan desain minimalis berwarna hitam pekat. Seperti pintu-pintu setandar perumahan jaman sekarang.
Ruang tamunya juga tak begitu luas, cuma muat satu set sofa abu-abu tua dan sebuah almari kaca. Aku bisa melihat beberapa foto pajangan di almari kaca itu. Gambaran betapa bahagianya pasangan ini, terpancar jelas dari setiap bingkai yang mereka ambil sejak pertama pacaran sampai beberapa hari yang lalu.
Mayang dengan wajah pucat terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, tangannya yang lemah dihangatkan oleh dekapan kedua tangan Feri yang berekspresi khawatir.
Gambar dibingkai itu pasti diambil mereka beberapa hari yang lalu.
Ponselku berdering, sebuah pesan teks dari Meri melalui aplikasi Whatsapp.
Hotel Domi Jakarta Selatan.
Kamar no 1902.
"Apa yang membawamu kemari?" tanya Mayang.
Aku segera mengalihkan perhatianku ke arah Mayang, agar wanita hamil ini tak begitu curiga kepadaku.
Aku memang akrab dengan mereka, namun aku jarang sekali berkunjung ke kediaman mereka, apa lagi setelah Mayang hamil.
"Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Feri?!" Mayang langsung menginterogasiku, padahal aku baru menginjakkan kakiku di ruang tengah mereka yang cukup luas.
Ruang keluarga dengan dapur mereka menjadi satu. Sehingga ruang tengah ini miliki luas paling besar dari semua area di rumah ini.
Ada satu kamar yang sejajar dengan ruang tamu, biasanya aku tidur dikamar itu jika harus bermalam di sini. Lalu satu kamar lagi yang letaknya sejajar dengan dapur.
Dibelakang dapur, ada sebuah taman dengan kolam renang kecil. Rumah yang sudah sejak kecil menjadi idaman Mayang, katanya.
"Tidak, apa semalam dia tak pulang?" tanyaku berusaha sebiasa mungkin.
"Apa yang terjadi? Sejak jam sembilan, dia sudah tak mau mengangkat panggilanku!" ucap Mayang.
"Tenanglah, tak akan terjadi apa-apa!" aku mencoba memenangkan ibu hamil ini. "Aku sudah tau dimana keberadaannya, jadi kau tak perlu khawatir!".
"Syukurlah!" ucap Mayang, ia menghela nafas lega.
Aku tak bisa lama-lama disini, aku harus segera menemui Feri. Aku harus melakukan sesuatu, agar Zidane tidak murka pada teman seperjuanganku itu.
"Akan kubawakan dia baju ganti!" ucapku pada Mayang.
"Ohhh! Bisa kau ambil sendiri? Aku sudah tak kuat lagi, jika harus berdiri lagi!" ucap Mayang.
Mayang sudah bersandar di salah satu sofa, di ruang tengahnya. Perutnya yang besar, benar-benar menghalangi aktifitasnya.
"Aku akan keatas!" ucapku.
Kamar Mayang dan Feri terletak di lantai dua. Di lantai atas hanya ada ruang bersantai dengan bar mini dan dua kamar tidur utama yang cukup besar. Sudah beberapa kali aku mengunjungi rumah ini, tapi aku jarang menjamah area lantai dua ini.
Lantai dua ini adalah tempat pribadi bagi sepasang suami-istri, aku tak mungkin punya keberanian keluar masuk tempat itu tanpa seijin sang pemilik.
Aku dengan acak mengambil sesetel jas plus kemeja serta pakaian dalam untuk Feri. Tak mungkin Feri ganti pakaian luar tapi tak ganti pakaian dalam.
Tapi aku meletakkan sesuatu di salah satu jas yang tergantung di closed mereka. Aku ingin memasukkan Feri ke penjara dengan tuduhan, menggunakan obat-obatan terlarang.
Beberapa bulan di tahanan, akan menyelamatkan Feri dari kemarahan Zidane saat ini.
Aku menghela nafas sebelum turun lagi, aku harus kelihatan senatural mungkin. Mayang tak boleh menaruh sedikit saja kecurigaan padaku.
"Aku harus segera pergi, May!" kataku pada Mayang.
"Ok! Katakan pada Feri, jangan pulang kerumah jika dia membuat ulah dikantor!" ucap Mayang.
Aku menatap wanita yang sedang hamil itu dengan tatapan khawatir. Feri adalah tipe lelaki yang tak bisa menyimpan rahasia apa pun dengan pasangannya.
Mayang pasti sudah tau jika Feri, beberapa kali lalai akan tugasnya untuk selalu melindungi Keluarga Arkana.
"Aku akan berusaha, sebisaku!" ucapku.
"Jangan membahayakan dirimu, hanya untuk melindungi Feri!" kata Mayang.
Mayang menatapku, tapi tatapannya begitu hampa.
Aku tak bisa berjanji muluk-muluk pada Mayang, sebab aku sendiri tak yakin bisa melindungi Feri.
Arkana tak pernah melepaskan penghianatan. Mereka akan melakukan hal kejam pada siapapun yang berani menghianati mereka.
Saat ini aku hanya bisa melakukan hal, supaya Arkana meredam kemarahan mereka pada Feri.
"Aku pamit. Jaga dirimu sendiri! Apa pun yang terjadi, kau harus kuat menerima nantinya!" pesanku pada Mayang.
Aku keluar dari rumah Mayang tanpa diantar oleh sang empunya rumah. Sebenarnya langkah kakiku terasa berat meninggalkan Mayang saat ini, karena aku bisa mendengar isakkan lirih ketika aku sampai di pintu keluar.
Aku sempat tediam di depan pintu, ternyata hatiku tak bisa merasakan perasaan yang kini dialami oleh Mayang dan Feri.
Andai kata Feri bukan lelaki yang penuh perasaan...
Tidak...
Andai kata Feri tak punya ambisi untuk menjadi orang yang kaya raya, lelaki penuh perasaan itu tak mungkin nekat mengambil pekerjaan di Tim Alpha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments