Hasil Buruan

Jika seorang manusia dilahirkan tanpa perasaan, mungkinkah mereka akan hidup nyaman.

Jika manusia tak bisa merasakan emosi apa pun,

jika manusia bisa melupakan dendam mereka.

Tetapi manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh-Nya.

Perasaan dan akal adalah nilai yang tak dimiliki oleh makhluk lainnya. Bagiku dua hal itu menjadi amat berat. Aku merasa dua hal itu bukan sebuah kelebihan yang patut dibanggakan-banggakan.

Dadaku sesak, hampir meledak melihat betapa tak berdayanya diriku saat ini. Aku yang dibilang orang adalah wanita tertangguh di Tim Alpha, aku yang katanya anak buah istimewanya Arkana. Ternyata aku tak lebih dari seonggok sampah seperti mereka.

Seorang wanita penuh ambis, yang akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Bahkan tak sungkan jika harus mengorbankan temannya sendiri.

Sejak kapan aku punya perasaan seperti ini pada manusia lain.

Sejak kapan aku punya seseorang yang penting.

Mungkinkah jika aku mengunakan perasaan yang kupunya, aku akan melupakan dendamku pada orang itu.

...

Tidak aku tak bisa melupakan dendamku pada orang itu.

Hidupku hampir berakhir karena orang itu.

Bukan hanya berakhir.

Perasaan dan naluriku sebagai manusia dia rengut tanpa tersisa, menjadikanku manusia tanpa perasaan dan tidak bisa disentuh oleh orang lain.

Bagiku, tak ada yang namanya teman. Hanya ada istilah MENGUNTUNGKAN atau MERUGIKAN.

.

.

.

.

Tanpa ragu aku mengetuk pintu kamar hotel, dimana Feri tinggal.

Cukup lama aku mengetuk sampai aku kehilangan kesabaranku.

"Jika kau di dalam sebaiknya kau buka pintu ini!" teriakku.

Cekrekkkkkkkk

Perlahan tapi pasti, Feri membuka pintu kamar hotelnya.

"Kau sendirian?" tanya Feri padaku.

Penampilan Feri sudah terlihat seperti hantu. Rambutnya berantakan, bajunya yang dia pake semalam sangat kusut, serta bau alkohol tercium jelas dari badan Feri.

"Apa kau meragukan aku?" tanyaku kesal.

Bukan sebuah hal yang sulit, jika harus melumpuhkan Feri dengan tangan kosongku. Tapi aku datang kesini bukan untuk menghabisi orang yang kuanggap teman sendiri.

Setelah memastikan jika aku datang tanpa membawa gerombolan preman, Feri segera menyuruhku masuk ke dalam kamar hotelnya.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku.

Aku mengitari kamar hotel Feri. Kamar ini bau alkohol, beberapa botol minuman keras tergeletak di berbagai tempat dan sudut. Sebuah gambaran jelas, jika si pemilik kamar sedang depresi dan putus asa.

"Apa aku akan dibunuh?" tanya Feri padaku.

Aku tak bisa menjawab pertanyaan Feri, aku hanya bisa memandang pria berantakan ini dengan pandangan nanar.

"Jika kau tau akan dibunuh, kenapa masih saja melakukan hal-hal semacam itu?" aku malah balik bertanya pada Feri.

"Aku tak seperti kau, Jane!" nada bicara pria ini sudah naik-turun, pertanda Feri sudah mulai emosional. "Aku manusia biasa!" lanjut Feri.

"Gantilah bajumu! Setidaknya munculah di depan Mayang sebelum kau mati, minta maaf padanya!" ucapku.

Kulempar paper bag berisi baju ganti Feri, yang kubawa dari rumahnya. Dengan sigap Feri bisa langsung menangkap paper bag yang kulempar.

"Apa Pak Zidane akan mengulitiku hidup-hidup?!" kata Feri.

"Mungkin!" jawabku.

Feri langsung lemas, ia membanting pantatnya di sofa. Persendianya pasti terasa tak bertulang lagi, karena membayangkan Zidane akan mengulitinya hidup-hidup.

Bukan aku bermaksud menakut-nakuti Feri, tapi semua orang sudah tau reputasi Zidane seperti apa.

Kekejaman seorang Zidane tak perlu diragukan lagi, karena aku juga pernah menyaksikannya.

Tiga tahun lalu saat aku pertama kali direkrut oleh Tim Alpha, khasus pertama yang kutangani adalah khasus Zidane yang telah membunuh tiga anak buahnya secara sadis.

Meski Zidane akhirnya menyelesaikan khasus itu dengan tangannya sendiri, tapi aku sempat melihat ketiga mayat orang yang dibunuh oleh Zidane kala itu.

"Jane kau harus berjanji padaku!" ucap Feri. "Jangan menjadi bodoh seperti aku!" lanjutnya.

Ekspresi wajah Feri benar-benar sangat memelas, aku hampir menitikan air mataku. Bagaimanapun sudah banyak waktu yang kuhabiskan dengan Feri, meski orang ini selalu mengacau.

"Mandilah, bersihkan dirimu... Setelah itu temui Mayang!" suruhku.

Akhirnya Feri menuruti perkataanku untuk cepat mandi.

Penjelasan khasus Pembunuhan Sandiana Munaf.

Sandiana Munaf adalah seorang wanita panggilan yang disewa oleh seseorang bernama Dinan. Dinan adalah salah satu Asisten kepercayaan Jendral Arkana.

Jendral Arkana mempunyai beberapa orang yang sangat ia percaya, mereka ditempatkan sebagai Asisten pribadi atau pengawal khusus.

Jendral Arkana juga punya beberapa sekertaris wanita yang biasa dia tunjuk secara pribadi.

Postuh aduhai dan wajah cantik, hanya bermodalkan dua hal itu kau bisa dengan mudah menjadi Asisten Pribadi Jendral Arkana.

Fungsi Sekertaris Pribadi bagi Jendral Arkana hanyalah sebuah pemuas dahaga birahinya saja.

Singkat cerita Dinan berhasil memasukkan Sandiana Munaf di posisi sekertaris pribadi Jendral Arkana. Sampai-sampai wanita itu menjadi sekertaris favorit Jendral Arkana.

Setelah mencapai tahap itu, Sandiana dan Dinan mulai melancarkan tujuan mereka berdua. Yaitu membunuh Jendral Arkana.

Tetapi Jendral Arkana menghabisi Sandiana, karena menyangka sekertaris kesayangannya berselingkuh dengan orang lain.

.............................

Pak Zidane menyuruhku menangani Feri dan Bobi menangani Dinan.

Aku hanya akan memasukkan Feri ke penjara, dengan menjebaknya dengan sebuah khasus kriminal biasa. Menurutku penjara adalah satu-satunya tempat yang paling aman bagi Feri untuk saat ini.

Aku keluar tanpa pamit dari kamar hotel Feri. Jika aku terus di sini tak ada gunanya juga.

Setelah aku berhasil memasukkan Feri ke penjara, aku harus menghilang sejenak. Aku juga merasa takut jika menghadapi Zidane sekarang, karena aku menyelamatkan orang yang telah menghianatinya.

Jika aku langsung melapor jika aku tak menghukum Feri secara setimpal, bisa-bisa yang dikuliti hidup-hidup oleh Zidane adalah aku.

Sebelum pergi aku menulis memo untuk Feri di sebuah kertas kecil.

Larilah kemanapun

Aku mungkin bukan manusia, tapi aku tak akan melukai teman atau pun keluargaku sendiri.

.......

Belum juga aku keluar dari parkiran hotel yang ditempati Feri, Boby sudah menghubungi ponsel genggamku.

Dengan berat hati, aku pun mengangkatnya.

"Apa kau perlu bantuan?" Boby langsung mencerca pertanyaan begitu aku mengangkat panggilannya.

"Tidak! No dua, aku bisa mengatasinya sendiri!" ucapku, aku berusaha agar suaraku tak bergetar.

Aku tak ingin Boby menerka, jika aku sedang berbohong.

"Baiklah! Tapi...!" kata Boby agak tersenggal.

"Tapi apa?" tanyaku.

"Jaga dirimu baik-baik!" kata Boby langsung mematikan panggilannya.

Aku termenung sejenak, lalu merasa aneh dengan kelakuan Boby yang sangat perhatian padaku.

Bukan hal luar biasa jika Boby jatuh cinta padaku, jadi aku tak mau memikirkan hal itu terlalu dalam, aku harus memikirkan nasibku sendiri sekarang.

Aku segera masuk ke dalam mobilku, lalu aku menyetir tak tau arah. Aku bingung mau kemana, karena meskipun aku sembunyi di Neraka sekali pun, Zidane pasti bisa menemukanku.

Aku melihat arloji di tangan kiriku, waktu menunjukkan jam 19:02. Sebentar lagi aku pasti mendapatkan kabar Feri ditangkap Polisi di kediamannya, atas tuduhan penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Aku menghela nafasku panjang, sebelum Feri masuk penjara aku belum bisa tenang.

Ponsel di dasbor mobilku kembali menyala, dan itu adalah panggilan dari Zidane.

Tubuhku mematung, aku memikirkan banyak kemungkinan di otakku. Sehingga aku mengabaikan panggilan Zidane.

Tapi ponselku terus berdering.

Akhirnya aku mengangkatnya.

"Hallo!" kataku.

"Pulanglah, mari kita menikmati hasil buruanmu!" kata Zidane.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!