Terkesima

"Aku tak peduli dengan orientasi seksualnya! Karena apa yang kuinginkan darinya tak ada hubungannya dengan itu!" jelasku.

Aku menaruh lagi dokumen di atas meja, dan segera aku bangun dari dudukku sebab sandwichku sudah habis berpindah ke lambungku.

"Bukan itu maksudku..., " Boby tampak ingin mengoreksi perkataannya tapi keburu aku meninggalkan lelaki gagah berambut kuning itu.

.

.

.

.

Setelah memulaskan make up tipis di wajahku, aku segera bergegas keluar dari kamarku menuju rumah Zidane. Namun aku tak menemukan Boby di dalam rumah yang kami tinggali.

Aku juga tak mau memikirkan orang itu, aku malah fokus memikirkan kata-kata untuk bertanya pada Zidane. Aku ingin marah karena seseorang telah berani mengeledah ruang privasiku, yaitu kamarku.

Meski aku ini kacungnya, tapi siapa pun itu tak punya hak untuk mengeledah kamarku tanpa seijinku. Itu namanya melanggar privasi seseorang dan itu ada pasal pidana yang bisa menjeratnya.

Tapi aku juga tak mau membuat Zidane tersinggung dan menyingkirkanku, sebab aku punya misi yang belum tercapai.

Belum juga aku mendapatkan kata-kata yang pas, aku sudah berada di depan pintu masuk rumah Zidane Arkana. Mau-mau tak mau aku pun memasuki rumah Zidane dengan perasaan tegang.

Aku marah tapi tak bisa melampiaskan pada orang yang membuatku marah.

"Kau sudah di sini?" saat aku baru saja masuk ke rumah Zidane, ternyata lelaki gagah itu sudah selesai olahraga.

Aku tau jika lelaki ini baru selesai olahraga yaitu karena pakaian dan rambutnya yang basah. Serta bau keringat tercium dari arah Zidane.

"Tak keberatan jika kita bicara di kamarku?" tanya Zidane.

Anehnya aku hanya mengangguk tak berdaya dan tak berpikiran jika lelaki ini bisa saja menyakitiku di kamarnya.

Aku segera mengikuti langkah Zidane menaiki anak tangga menuju lantai dua rumahnya.

Aku terus melihat punggungnya yang lebar dan kokoh. Tentu saja lelaki ini memiliki bentuk tubuh yang amat sempurna, setiap pagi dia rajin olahraga.

"Apa rencanamu tentang Khasus Presiden Direktur?" tanya Zidane tepat setelah dia mempersilahkanku masuk ke kamarnya, dan dia menutup pintu kamarnya sendiri.

"Saya menemukan sebuah celah pada masa lalu korban!

"Dan saya akan mengungkap masa lalu korban yang buruk itu di media massa, maka opini publik bisa teralihkan.

"Jika kita bisa menguasai opini publik, maka sidang bisa kita menangkan secara mudah!" jelasku.

Zidane tak bereaksi apa-apa, dia hanya berjalan santai ke arah jendela kamarnya yang berukuran besar. Jendela itu tepat menghadap ke bangunan yang ku tinggali dengan Boby.

"Selama aku di sini, aku selalu memperhatikan Tim Alpha. Tapi aku tak pernah melihat pergerakan selambat ini!" ucap Zidane.

Lelaki itu memandang lurus ke depan, menghadap ke jendela. Membiarkan keringat hasil olahraganya pagi ini, mengalir pelan di tubuhnya tanpa menyekanya.

"Penanggung jawabnya...," aku terbata.

Bagaimanapun Feri adalah teman baikku, jika aku memberi tahu Zidane jika Feri mencoba menghianati Arkana. Bisa-bisa Zidane akan membunuh Feri dengan sangat keji.

"Duri dalam daging yaaa?" Zidane berkata dengan senyuman.

Aku bisa mendengar istilah 'Kematian Feri' di setiap perkataan Zidane.

"Asisten manajer Tim Alpha hanya melakukan kesalahan...," aku mencoba menjelaskan pada Zidane, namun lelaki itu memotong penjelasanku.

"Duri harus dicabut, jika dibiarkan... Duri itu akan melukaimu suatu saat nanti!" kata Zidane yang masih memandang lurus ke arah luar.

Lelaki itu berbalik dan berjalan pelan ke arahku. Matanya yang setajam elang itu membidik mataku dengan sangat tajam, bibirnya yang indah sedikit tersenyum. Ekspresinya sekarang membuatku begitu takut, karena sepertinya Zidane sudah tau jika Feri melakukan penghianatan pada Arkana.

"Jika kau tak mau mencabutnya! Biar aku saja!" lanjut Zidane.

"Biar saya saja!" aku langsung menjawab tawarannya.

Aku tak tau apa yang akan lelaki tirani ini lakukan pada Feri, apa pun itu pasti adalah hal kejam. Aku tak mungkin bisa menerima kenyataan jika, Zidane akan merenggut nyawa Feri. Karena aku tau, Zidane pasti akan menghabisi siapa pun yang berani.

Zidane makin mendekat padaku, aku hanya bisa memandangi wajah tampannya saat ini. Tubuhku seolah sangat kaku untuk kugerakkan.

Jarak kami sangat dekat, bahkan aku bisa mencium aroma keringat Zidane yang menurutku sangat memabukkan. Entah kenapa aroma seseorang bisa sekuat dan membuatku tak berdaya.

"Rencanamu untuk penghianat di Tim Tambang sangat sempurna!" ucap Zidane sedikit berbisik, sebab lelaki itu berkata tepat di depan wajahku.

"Ku harap kau bisa membersihkan Tim Alpha sebagus rencanamu untuk Tim Tambang!" lanjut Zidane.

Lelaki itu menarik wajahnya, dan dari tadi mataku tak bisa lepas dari wajah melankolis Zidane.

"Untuk sementara urus Khasus Presiden Direktur dan Tim Alpha. Kau tak perlu bersamaku, sebelum dua hal itu selesai!" kata Zidane.

Aku mendengar dan tau apa maksud dari semua perkataan Zidane, tetapi aku malah salah fokus dan menikmati kharisma orang ini.

"Iya Pak, saya mengerti!" ucapku dengan wajah mendongak, karena mataku tak mau lari dari pandangan mata Zidane.

"Kau bisa pergi sekarang!" ucap Zidane.

Aku yang sudah diusir harus pergi, meski berat hati.

Apa itu tadi?

Apa arti dari perasaan yang kurasakan tadi?

Astaga, apa aku jatuh cinta pada tirani gila itu?

Tidak!!!

Jadi ini rasanya jatuh cinta???

Perasaan cinta harusnya nggak kayak gini!!!

Jatuh cinta pada seseorang harusnya terasa menyenangkan dan juga bahagia, tapi aku hanya merasakan rasa takut dan terkesima pada waktu bersamaan...

Ini bukanlah cinta.

Penglihatanku tak pernah fokus pada penampilan fisik seseorang. Entah karena Zidane memang terlalu tampan, atau aku saja yang sedang mengalami fase puber.

Usiaku memang tak bisa dibilang muda, tapi sejak lahir aku memang belum pernah merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta.

Tampaknya aku juga seorang manusia biasa, yang bisa merasakan perasaan semacam itu. Tapi aku yakin sekali jika aku tak mungkin jatuh cinta pada pria yang kejam.

Pokoknya aku tak boleh jatuh cinta pada Zidane.

.

.

.

.

Aku pergi ke kediaman rumah Pak Jendral setelah kepergian Zidane. Aku sudah setengah merampungkan Khasus Jendral Arkana, jadi aku bisa sedikit santai. Tetapi aku juga bingung dengan urusan Feri.

Apa yang harus kulakukan pada Feri???

Entahlah, aku sama sekali tak bisa berpikir apa pun saat ini.

Yang harus kulakukan sekarang adalah merampungkan Khasus Pembunuhan Pak Jendral dengan baik, jadi aku bisa meminta Zidane untuk mengampuni Feri nantinya.

Pagar tembok tinggi menjulang sudah dapat kulihat, meski rumah Keluarga Arkana terletak di pusat kota namun jalan ke arah kediaman mereka tak pernah macet.

Tanah mereka cukup luas, hingga mereka punya lapangan golf pribadi, kebun binatang, serta banyak fasilitas pribadi yang luar biasa.

Aku masuk tanpa hambatan, karena sistem keamanan di rumah ini sudah sangat hafal dengan wajahku. Kak Brian sering mengajakku mendatangi Kediaman Arkana saat menemui melapor pada mereka.

Terpopuler

Comments

༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐

༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐

Situ masih mendingan jatuh cinta sama manusia, meskipun tiran, lah... Magisna jatuh cintanya sama siluman...

2022-12-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!