Rasa Cinta

Di sebelah kiriku ada beberapa petak ruang dengan sower, yang hanya dibatasi oleh tirai kamar mandi anti air. Lalu di kanannya ada tiga toilet berdiri yang biasa hanya digunakan oleh lelaki, serta tiga ruang tertutup yang pasti isinya adalah toilet duduk.

Sebelum mandi aku mencuci wajahku terlebih dahulu, setelah itu aku mandi di salah satu shower.

Air hangat menguyur seluruh tubuhku dengan lembut, aku menikmati setiap tetesnya. Meski hal ini tampak sederhana, namun sudah lebih dari cukup untuk menenangkan otot-otot di tubuhku.

Bekerja dengan intensitas dan juga waktu yang tak ada batasnya, membuat sekujur tubuhku kelelahan. Hanya dengan cara ini, aku bisa sedikit memanjakan tubuhku.

Setelah keluar dari kamar mandi aku mencium bau yang amat lezat, bau mie instan yang baru saja matang.

"Kamu masak mie instan?" tanyaku.

Aku tak kuasa menahan godaan bau yang kini menyeruak di hidungku.

"Aku belum sempat belanja, jadi hanya ada ini!" ucap Boby. "Lagi pula aku tak pandai memasak, jadi aku tak pernah berbelanja!".

Lelaki gagah dengan rambut kuning itu dengan amat lihat menyiapkan meja makan untuk kami berdua.

"Ini lebih dari cukup, kok!" kataku pada Boby dengan wajah penuh senyum.

Aku tak tau ada niat tersembunyi atau tidak, tapi aku tak bisa tak tertarik jika semangkuk mie instan rebus dengan telur, sudah terpampang nyata di depan mataku.

Aku segera menyendok mie rebus di mangkukku, tak lupa kutiup sebentar lalu kumasukkan kedalam ronga mulutku.

"Wahhhh...!" aku tak menyangka Boby sangat pandai memasak mie instan, ini benar-benar sangat enak.

ternyata istilah 'mie instan lebih enak jika orang lain yang memasaknya untuk kita' bukanlah sebuah mitos.

"Enak, kan?" Boby tampak senang karena aku terlihat sangat menikmati mie instan buatannya.

"Enak sekali!" pujiku dengan senyuman paling menawan yang ku punya.

Tak sampai tiga menit, kami sudah menghabiskan mie di mangkuk masing-masing.

"Harusnya pake nasi tadi!" aku mendengus menyesal, sebab aku baru ingat tentang nasi sementara mie rebusku sudah raib, masuk semua ke dalam lambungku.

"Kau telat!" ucap Boby kecewa.

Tampaknya untuk urusan makanan, aku dan Boby punya selera yang sama.

"Siapa saja yang tinggal di sini?" tanyaku pada Boby.

Aku memang berusaha akrab dengan orang ini, karena Boby terlihat seperti orang yang mudah dimanfaatkan. Serta dia adalah orang yang paling dipercaya oleh Zidane. Sebab semua kejahatan Zidane, orang ini lah yang selalu membereskannya. Jika dekat dengan orang ini, aku tak akan rugi apa pun, malah untung.

"Ada beberapa pengurus rumah dan juga pengawal Tuan Zidane! Mungkin sekitar 15 orang!" kata Boby, sambil membereskan meja makan. "Tapi mereka tinggal di sebelah kiri, sana!"

Mungkin di sebelah kiri bangunan rumah Zidane.

"Kenapa mereka tak ada yang tinggal di bangunan ini?" tanyaku.

Aku menyebut rumah ini dengan kata bangunan, karena aku juga binggung harus menyebut apa. Rumah bukan, kostan juga bukan apa lagi kemp.

"Itu karena kau!" ucap Boby blak-blakan.

"Hehhhh?" aku bingung.

"Intinya Tuan Zidane sangat peduli padamu!" ucap Boby.

Aku terdiam sejenak, sembari melihat punggung lebar Boby yang sedang sibuk cuci piring.

Peduli padaku?

Zidane peduli padaku?

Apa karena Kak Brian?

Atau???

Tak mungkin lelaki kaku itu suka padaku, kan?!

Nggak mungkin lahhhhh...

Terus kalau iya gimana??? Gimana kalau Zidane jatuh cinta padaku???

"Apa yang kau pikiran?!" suara Boby membuyarkan lamunanku.

"Enggak!" aku segera menghentikan lamunanku dan pura-pura sibuk akan sesuatu. Tapi tak ada yang perlu kusibukkan jadi aku kabur saja.

"Aku sudah ngantuk!" ucapku dan aku langsung berlari menuju kamarku.

Aku segera berjalan mengarah ke tirai yang tadi kubuka, aku hanya hendak menutupnya tetapi aku melihat jika ada salah satu lampu di rumah besar Zidane yang masih menyala.

"Jangan-jangan dia mengintipku?" gumamku keGRan.

Dadaku sontak terasa sedikit nyeri saat memikirkan Zidane mempunyai perasaan istimewa terhadapku.

Apa yang kupikirkan???

Aku mengelus-elus dadaku yang masih saja bergejolak.

"Aku harus fokus pada tujuanku!" gumamku, ku yakinkan diriku agar aku tak termakan oleh asmara.

Karena tujuan balas dendamku lebih penting dari pada cinta.

Esok paginya aku terbangun karena alarm yang kupasang di ponselku.

Otakku masih memperbarui informasi, kalau aku sudah tinggal di kediaman Zidane Arkana. Aku bukan lagi anggota Tim Alpha lagi, aku adalah sekertaris dan juga pengacara pribadi Zidane. Si Mafia terkejam seantero dunia.

Aku menghela nafas panjang, dan segera bangun dari keterlentanganku. Pagi ini aku tak punya waktu, hanya sekedar merenggangkan otot ditubuhku. Aku harus segera bergegas bersiap, karena sudah banyak tugas yang menantiku hari ini.

Hal pertama yang kulakukan setelah turun dari ranjang tidurku adalah mengecek ponsel, mencari berita terbaru. Berita tentang Sandiana Munaf sudah menjadi trending topik di mana-mana.

Aku bisa bernafas lega, setidaknya 50% khasus pembunuhan Jendral Arkana sudah bisa diatasi. Untung saja ada sedikit celah yang bisa kudapatkan dari Sandiana Munaf.

Namun aku tak bisa menikmati kesuksesanku lebih lama lagi, aku harus bergegas bersiap. Aku adalah sekertaris pribadi seorang Wakil Presiden Direktur, bersiap sepagi ini adalah hal yang harus kulakukan.

"Pagi?!" sapa Boby yang ternyata sudah siap.

Lelaki itu tampak sibuk di dapur, dia sudah memakai kemeja putih panjangnya dan celana bahan hitam andalannya.

Mungkin dia sedang membuat sarapan, atau semacamnya.

Karena melihat rekan kerjaku yang sudah rapi, aku segera berlari ke kamar mandi. Saking takut terlambat, aku memakai sampo untuk membersihkan semua area tubuhku. Aku tak mau dibedakan, apa lagi dibilang tak kompeten hanya karena aku seorang wanita.

"Tuan Zidane menyuruhmu menemuinya sebelum jam kerja," kata Boby yang sudah duduk di meja makan saat aku baru selesai mandi.

Aku sudah mengenakan kemeja putih dan celana panjang biru muda yang agak longgar.

Dua potong sandwich tertata rapi di dua piring yang berbeda, aku yakin salah satunya untukku.

Namun yang membuatku sangat kaget adalah keberadaan sebuah dokumen tergeletak di atas meja, tepat di samping Boby duduk.

"Itu milikku!" aku segera meraih susunan beberapa kertas HVS yang sudah kusatukan itu.

"Tuan Zidane sudah melihatnya!" ucap Boby. "Tapi aku yang diperintahkan olehnya untuk mengeksekusinya!" kata Boby dengan senyuman sombong.

"Kalian mengeledah kamarku?" tanyaku kesal.

"Pemilik rumah yang melakukan, aku mahhh nggak tau apa-apa!" Boby memalingkan wajahnya, pertanda lelaki ini berbohong.

"Ini tanda maafku!" Boby memberikan salah satu piring Sandwich buatannya.

"Kau tau ini tak sepadan!" aku menerimanya karena perutku sudah amat perih, aku kelaparan.

"Aku tau! Lain kali akan kutraktir kau dengan makanan yang lebih enak!" ucap Boby.

"Bukan kau yang harus mentraktir aku! Tapi Pak Zidane yang sudah mengacak-acak kamarku!" ucapku ngawur.

"Hal itu biasa, Tuan Zidane adalah orang yang tak bisa mempercayai orang lain!" kata Boby. "Atau jangan-jangan kau menyukainya?" Boby tampak sangat kepo sekali dengan celotehanku tadi.

"Suka???" aku langsung tertawa geli.

"Kau terlihat sangat menginginkan Tuan Zidane, terlihat jelas tau!!!" Boby masih curiga padaku.

"Ada sesuatu yang kuharapkan dari Pak Zidane, tapi bukan sebuah hubungan asmara!!!" aku berkelakar.

"Huhhhhhh!" Boby menghela nafas panjang, sepertinya lelaki itu amat lega dengan jawabanku. "Tuan Zidane tak suka wanita!" ucap Boby.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!