Pekerjaan Rumit

Aku mengurungkan langkahku, lalu tanpa keraguan aku kembali menyerahkan senjata yang kupegang kepada Zidane.

"Terserah anda, akan anda apakan dia!" ucapku tanpa melihat wajahnya yang berlumuran darah.

Aku hanya harus kembali, menjadi Jane. Jane yang pintar dan kuat, hal semacam ini tak boleh menggoyahkan--ku.

Aku memasuki rumah diikuti oleh Boby.

"Bawa Dinan ke apartemen ini!" aku memberikan sebuah alamat yang kutulis di atas kertas kepada Boby.

"Itu adalah alamat dimana Dinan tinggal!

"Kau harus buat Dinan seolah-olah bunuh diri melompat dari gedung apartemennya! Jadi kau harus bertindak serapi mungkin, " jelasku pada Boby.

Boby hanya mengangguk menanggapi perintah yang kuberikan padanya.

"Lalu apa yang akan kau lakukan pada Feri?" tanya Boby padaku.

Aku menunduk terdiam, aku mengingat betapa parah kondisi tubuh Feri. Aku tak ingin menyakiti sahabatku itu lagi. Aku harus membuat rekayasa bunuh diri yang masuk akal, serta tak membuat tubuh Feri lebih hancur lagi.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Boby padaku.

"Entahlah!" jawabku.

"Serahkan semua padaku, dan kau bisa istirahat!" kata Boby.

Aku sebenarnya masih memikirkan, cara kematian seperti apa yang cocok untuk tubuh Feri yang sudah remuk itu.

Semua terasa mengenaskan, semua hal tentang ajal kematian membuatku bergidik ngeri.

Jatuh dari tempat yang sangat tinggi, kecelakaan mobil lalu meledak terbakar. Hanya dua pilihan itu yang mempunyai kemungkinan cocok dengan kondisi tubuh Feri.

"Jika kau sudah mati! Kau ingin dilihat oleh keluargamu atau tidak?" tanyaku pada Boby.

"Tentu saja aku ingin dilihat untuk yang terakhir kalinya!" jawab Boby.

Mungkin menjatuhkan diri dari tempat berbatu yang tinggi adalah penyelesaian kedua korban Zidane malam ini.

"Buatlah seolah-olah Feri jatuh dari sebuah tebing! Tapi ingat kau harus meletakkan mayatnya dengan hati-hati!" perintahku pada Boby.

Boby terdiam sejenak, lalu salah satu tangannya mengaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.

"Bicaralah yang benar, aku bingung!" tanya Boby.

"Terserah di tebing mana, yang penting berbatu!" ucapku sambil kuberikan ponsel Feri yang tadi kuretas. "Jangan lupa, ponsel ini harus berada di saku korban!"

"Bagaimana bisa aku membuat kecelakaan di tebing berbatu, sedangkan aku harus meletakkan mayatnya dengan hati-hati?!" Boby menerima ponsel Feri namun lelaki berambut pirang itu masih kebingungan dengan intruksiku.

"Jatuhkan mobilnya dahulu, lalu kau bawa mayat Feri dengan sangat hati-hati ke bawah!

"Lalu letakkan di dalam mobil yang tadi kau jatuhkan!" jelasku.

"Apa kau atmin DMBM??? Ribet amat!" Boby mencoba membantah perintahku.

"Lalu apa kau punya cara yang lebih bagus?!

"Tubuh Feri hancur karena hantaman palu!!! Jika kau menjatuhkan mayatnya, bukankah akan hancur seperti daging cincang?" tanyaku pada Boby.

"Wahhh kau memang teliti sekali!" puji Boby. "Tapi itu memperumit pekerjaanku!" kini Boby mengeluh.

Pujian yang tak membuatku besar kepala tentunya.

"Lakukan sekarang! Aku tak mau bermalam di rumah yang menyimpan mayat!" bentakku.

Boby segera berbalik, dan menghampiri mayat Feri, sedangkan aku kembali ke dalam rumah yang kutempati.

Aku sudah melakukannya hal semacam ini selama lima tahun, apa lagi sekarang ada Boby yang membantuku. Jadi tak akan terjadi kesalahan apa pun.

Aku hanya butuh beberapa alibi untuk memberikan penjelasan pada Mayang nanti. Alibi yang seindah mungkin, agar ibu hamil itu tak merasakan dendam pada Keluarga Arkana.

Karena melihat pemandangan yang amat mengerikan aku jadi ingin buang air besar. Di saat aku buang air besar aku melihat berita yang baru saja tayang melalui ponselku.

Kabar duka dari Arkana Grup.

Dua warga asing yang bekerja di Arkana Tambang melarikan diri dari Indonesia ke Cina.

Naasnya mereka tengelam ditengah laut karena cuaca buruk dan kapal yang mereka tumpangi adalah kapal ilegal yang sudah usang.

Sementara empat direktur Arkana Tambang mengalami kecelakaan, saat perjalanan dari bandara menuju lokasi pertambangan dengan menggunakan helikopter.

Disinyalir, pilot helikopter mengalami gagal jantung saat terbang.

Helikopter langsung meledak seketika, setelah menabrak sebuah lereng bukit terjal.

Aku duduk diam di atas kloset dengan perut yang terasa amat melilit. Hati dan otakku tak kalah melilitnya dari perutku.

Baru beberapa hari saja aku berkerja pada Zidane, sudah banyak nyawa yang kukorbankan.

Mataku memejam, meminta sedikit ampunan saja pada yang Maha Kuasa. Tapi aku urungkan, aku sudah berjanji pada diriku sendiri jika aku tak akan berdoa lagi sebelum aku berhasil menemukan orang itu.

Setelah selesai dengan buang hajat, aku keluar dari kamar mandi dan duduk di salah satu kursi meja makan. Aku termenung cukup lama di sana.

Banyak yang kupikirkan sekarang ini, bahkan aku jadi mengingat, jika ada beberapa ingatan yang hilang dari otakku. Entah hilang atau aku sedang dalam kondisi sekarat jadi aku tak bisa mengingat.

Gara-gara orang itu, aku kehilangan banyak hal. Sebagian dari memoriku, hidupku dan jati diriku, semua hal itu hilang.

Aku seolah menjadi orang lain setelah kejadian itu. Aku lupa caranya bahagia, aku lupa caranya menangis. Ya aku seperti terlahir kembali menjadi manusia yang tanpa perasaan.

"Tidurlah, aku sudah membereskan semua!" ucap sebuah suara yang amat kukenal, orang itu juga mengelus pelan punggung bagian atas--ku.

"Appppaaa?!" aku segera tersadar dari lamunanku.

"Istirahatlah!" ucap Boby.

Aku kaget, dengan kehadiran Boby di sampingku.

"Kau sudah selesai?" tanyaku pada Boby.

"Sudah, lihat matahari sudah mau naik!" Boby menunjuk sebuah celah jendela dapur.

Semburat cerah cahaya matahari pagi, aku dapat melihatnya dengan jelas. Berapa jam aku duduk diam di sini, tiga jam, tidak empat atau lima, pikiran siapa yang masih waras jika melalui malam seperti aku.

"Cuci mukamu, kau sudah mirip mayat hidup sekarang!" ucap Boby.

Lelaki berambut pirang itu meninggalkanku di meja makan sendirian, sementara dia berjalan ke arah kamar mandi.

Sebuah pesan singkat masuk ke ponselku, sebenarnya enggan namun aku tetap harus membuka agar aku tau isi dan pengiriman pesan singkat itu.

Aku meminta Pak Zidane untuk meliburkanmu hari ini.

Istirahat dengan baik.

Kau hebat JANE.

Aku bangga padamu.

Ternyata pesan singkat dari Kak Brian yang masih berada di Eropa.

Orang ini tega sekali padaku, tapi aku bukan anak kecil yang bisa mengeluh sesuka hati.

Aku adalah salah satu pilar penting di Tim Alpha, aku tak boleh menjadi lemah.

Kejadian Feri akan selalu kuinggat sepanjang hidupku sebagian kesalahanku dalam menjalankan tugasku di Tim Alpha.

Sebelumnya tak pernah ada kejadian semacam ini, dan baru beberapa saat setelah Kak Brian ke Eropa. Aku sudah kehilangan satu anggota berharga Tim Alpha.

Aku bukan seseorang yang punya kualifikasi menjadi pemimpin sebuah organisasi. Apa lagi sebuah lembaga yang melindungi sesuatu.

Kak kapan kakak pulang?

Aku mengetik di layar pesan, tapi kuhapus lagi. Aku tak ingin membuat Kak Brian khawatir dengan keadaanku di sini.

Selama aku belum dikondisi akan mati, aku tak akan mengeluh pada Kak Brian. Aku harus punya kekuatan lebih untuk tetap berdiri sampai aku berhasil mencapai tujuanku. Yaitu menemukan orang itu dan membunuhnya.

Trimakasih, Kak

Sehat selalu, nikmati pekerjaan di sana.

Jangan sering begadang yaaaa

Akhirnya aku hanya menulis kata itu untuk membalas pesan Kak Brian padaku.

Tak berapa lama, Boby keluar dari kamar mandi dan aku memutuskan untuk mandi dulu sebelum tidur.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!