Tiga jam aku duduk di depan komputer membuat seluruh tubuhku kaku. Karena pekerjaanku sudah selesai aku merenggangkan tubuhku sembari tersenyum puas.
"Awalnya aku khawatir karena Kak Brian sedang di Eropa dan kamu pergi ke tempat Wakil Presiden Direktur!" ucap Meri. "Kau tau-kan, Pak Zidane tak pernah meminta bantuan dari Tim Alpha?! Kupikir dia juga akan melarangmu datang ke sini!" jelas Meri.
"Aku juga tak menyangka dia akan memperbolehkanku datang kesini lagi!".
Ternyata pria yang kuanggap sangat mengerikan itu mempunyai hati nurani juga. Zidane langsung menyuruhku membereskan khasus Pak Jendral, tanpa menuntut penjelasan.
Tubuhku meminta asupan gula karena aku merasakan kepalaku sedikit pusing, jadi aku memutuskan kedapur untuk membuat secangkir kopi. Sebab aku belum bisa keluar dari gedung Tim Alpha untuk makan, sebab aku masih belum menyentuh tugas dari Pak Zidane.
"Kau sudah puas?" Feri menghampiriku di pentry ruang Monitoring.
"Entah kenapa aku merasa senang dan puas!" ucapku sombong.
Wajah Feri memerah serta penampilan yang berantakan,lelaki ini tampak begitu sangat menyedihkan.
"Kematian gadis itu bukan salah kita!" ucapku, nada bicaraku kuubah menjadi sedikit lebih lembut. Bagaimanapun Feri adalah teman dan juga rekan kerjaku, aku tak bisa terlalu kasar padanya.
"Tugas kita hanya membuat seolah-olah gadis itu bunuh diri!" ucapku.
"Kau membuatnya menjadi khasus bunuh diri?!" Feri kembali menarik kerah kemejaku dengan kasar.
Posisi kami sangat dekat, hingga aku bisa membisikkan fakta tentang Sandiana Munaf yang baru saja kutemukan pada Feri.
Setelah mendengar fakta Sandiaga Munaf, wajah marah Feri seketika berubah. Feri pasti kebingungan, Karena sosok yang dia bela selama ini bukanlah orang yang 100% baik.
Setelah mengirim fakta Sandiana Munaf ke media massa, aku belum bisa tenang. Aku harus mengatur pembunuhan lima orang yang diinginkan oleh Zidane Arkana.
Aku mengerjakannya sampai hampir tengah malam. Dibantu juga oleh Meri dan juga beberapa staf di ruang Monitoring.
"Mau ku antar?" tanya Meri.
Terlihat jelas wanita tomboy itu begitu sangat kelelahan, tapi hal itu tak memutuskannya untuk berbuat baik padaku.
Sedikit banyak, aku memang sudah menyelamatkan hidup Meri.
"Tidurlah, aku bisa naik ojek online!" kataku.
Aku segera keluar dari dalam ruang monitoring, sebelum Meri memaksakan kehendaknya untuk mengantarku. Aku tak mau Meri tau kalau aku tinggal di rumah Zidane, setidaknya untuk saat ini.
Tim Alpha dan Zidane Arkana tak pernah punya hubungan yang baik. Para anggota keluarga Arkana yang lain menganggap jika Zidane adalah musuh mereka.
Karena bisa saja Zidane yang akan mewarisi seluruh Arkana Grup. Jika itu terjadi, Zidane pasti akan membunuh semua Arkana yang lain. Itu anggapan keluarga Arkana yang lain.
Tapi aku tak yakin jika Zidane bisa setega itu.
Aku tak menyangka berada di dekat Zidane sehari saja, bisa membuatku merubah pandanganku padanya.
Lelaki tirani yang kejam itu bisa terlihat imut dan juga bisa bercanda juga meski bercandaannya tak lucu.
Namun aku harus tetap siaga, pasti akan ada banyak prahara nantinya. Lima tahun aku bekerja untuk keluarga ini, dan selama itu pula tak ada satu hari pun ketenangan.
Ada saja masalah yang ditimbulkan oleh anggota keluarga ini. Semakin kaya seseorang, semakin aneh juga tingkah laku mereka.
Sebab itu, meski kami sedang cuti tapi kami harus tetap siaga. Karena tak ada pekerjaan yang menghasilkan uang banyak, tanpa resiko dan tanggung jawab yang besar.
.........
Aku turun dari ojek online di depan gerbang pintu rumah Zidane. Tengah malam berjalan sendirian di halaman rumah seorang Mafia. Terdengar sangat mengerikan bukan, tapi ini yang kulakukan.
Aku berjalan kaki cukup lama, karena halaman rumah Zidane bahkan lebih luas dari pada lapangan sepak bola.
Dari jauh aku bisa melihat jika di dalam rumah Zidane sudah tidak ada lagi lampu yang menyala. Aku berpikir, penghuninya pasti sudah tidur.
Jadi aku langsung berjalan ke rumah yang disediakan Zidane untukku.
Saat aku memasuki rumah, Boby berada di ruang tamu. Lelaki gagah itu hanya memakai kaus oblong hitam dan celana kolor pendek, pemandangan yang amat sangat langka.
"Kenapa tak menelfonku? Kan aku bisa jemput kamu!" kata Boby.
"Aku bisa sendiri kok!" jawabku. "Ohhh iya dimana kamarku?" tanyaku.
"Ada banyak kamar di sini! Kau bisa pilih yang kamu suka!" ujar Boby. "Tapi jangan yang itu, itu kamarku!".
Boby menunjuk satu kamar yang berada di lorong sebelah kamar mandi.
Sebenarnya rumah ini lebih mirip dibilang kost-kostan dari pada rumah.
Ruang tamunya hanya ada dua buah sofa panjang yang saling berhadapan tanpa meja, di ujungnya ada meja TV serta TV yang cukup besar. Hanya itu isi ruang tamu rumah ini.
Dari ruang tamu ada sebuah lorong yang mengarah ke tiga sisi. Ke kanan adalah dapur dan saat ke kiri ada dua kamar dan satu kamar mandi. Lurus ada empat pintu yang pasti juga kamar tidur.
"Hanya satu kamar mandi di rumah ini?" tanyaku pada Boby.
"Sebelumnya tak ada karyawan wanita di rumah ini, jadi kamar mandi di sini didesain seperti di asrama pria!" kata Boby.
Aku tak tau betul seperti apa desain kamar mandi asrama pria, mengunjungi asrama saja aku tak pernah.
Aku memutuskan menempati kamar paling ujung di lorong lurus. Aku ingin jauh dari kamar Boby supaya tak ada yang bisa mengganggu waktu istirahatku.
Di setiap pintu sudah tergantung kunci, jadi aku tak perlu meminta lagi pada Boby.
Satu ranjang berukuran single, sofa panjang tanpa sandaran tertata menghadap ranjang. Aku melihat ada tirai di belakang sofa, sebuah nilai tambah bisa menikmati pemandangan luar di tempat seperti ini.
Almari terletak sejajar dengan sofa dan meja rias juga telah disiapkan. Tampaknya Zidane sangat pengertian dengan para bawahannya.
Setelah puas memandangi seluruh area kamarku, aku menyiapkan baju ganti karena aku harus mandi. Seharian beraktivitas membuat sekujur tubuhku berkeringat dan lengket.
Saat aku keluar dari kamar untuk menuju kamar mandi, Boby masih duduk di sofa ruang tamu.
"Aku akan menggunakan kamar mandi duluan saat pagi hari, dan kau tak boleh masuk ke kamar mandi jika aku sedang ada di dalamnya!" kataku pada Boby.
"Baiklah, ada lagi yang kau minta?" tanya Boby padaku.
"Tak ada, rumah ini cukup nyaman bagiku!" ujarku aku langsung berjalan ke kamar mandi tanpa banyak perkataan lagi.
"Kau sudah makan belum?" tanya Boby.
"Belum!" kataku jujur.
Spaghetti siang tadi adalah satu-satunya makanan berat yang masuk keperutku hari ini.
"Mandilah! Akan ku masakkan sesuatu untukmu!" ujar Boby.
Aku tak menjawab Boby, karena aku sudah kebelet pipis.
Pertama yang kudapati di kamar mandi ini adalah tiga wastafel yang berjajar rapi di depan pintu masuk, ada kaca yang amat besar juga di sana. Ada beberapa produk mandi yang tertata rapi di salah satu sudut, itu pasti peralatan mandi milik Boby.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
Entah kenapa gue juga rada ilfill bayangin si Feri... Lebayyy
2022-12-11
1