Rumah Jendral Arkana

Di hadapan gerbang utama ada sebuah pos yang dihuni oleh beberapa satpam, para satpam di sini bukanlah orang biasa dengan postur kekar saja. Petugas keamanan di kediaman orang terkaya di Indonesia ini, terdiri dari beberapa perwira TNI atau Polisi yang mempertaruhkan jabatan mereka hanya untuk menjadi pegawai keamanan di rumah Keluarga Arkana.

Memang berberapa dari mereka adalah orang biasa, tapi kemampuan bertarung Tim Keamanan di sini tak ada yang perlu diragukan.

Saat gerbang dibuka kita hanya bisa melihat jalan lurus dan mulus seperti jalan tol. Di pinggirannya, rumput dan beberapa pohon besar terlihat sangat terawat.

Satu menit dengan kecepatan 60 kilometer perjam, akhirnya aku bertemu dengan gerbang lagi. Gerbang ini tampak lebih mewah dari gerbang sebelumnya, yang lebih mirip gerbang masuk ke penjara.

Dari sini aku bisa melihat rumah utama yang ditempati oleh Sadewo Arkana dan sang istri.

Rumah itu lebih mirip seperti istana kerajaan Eropa di abat pertengahan. Warna coklat dengan aksen batu-bata mendominasi dinding luar bangun itu. Atap-atap runcing serta arsitektur berbentuk silinder mengelilingi setiap sudut luar rumah megah itu.

Kudengar rumah itu dibangun oleh ayah Pak Sadewo yang bernama Pak Hussein Arkana. Pak Sadewo pernah berkata jika Ayahnya tersebut sangat teropsesi pada kebudayaan Eropa.

Tak heran jika Zidane dibuang ke Italia, entah dibuang atau diapakan itu belum ada bukti yang jelas.

Aku melewati rumah itu, aku mengambil jalur kanan agar aku bisa cepat sampai di rumah Pak Jendral. Rumah Presiden Direktur Arkana Grup itu terletak tepat di belakang rumah ayahnya.

Tak butuh waktu lama, aku hanya harus melewati kebun bunga mawar milik Nyonya Anggun istri dari Jendral Arkana. Wanita yang seanggun namanya itu amat menyukai bunga mawar, sampai-sampai sepagi ini dia sudah berada di kebun mawarnya.

Aku bisa melihat dia sedang merawat salah satu bunga mawarnya, ditemani oleh beberapa pelayan pribadinya yang memakai setelan jas rapi.

Aku segera turun dari mobilku, setelah aku memarkirkan mobilku di tempatnya. Setiap rumah di sini memiliki lahan parkir sandiri-sendiri, dengan luas yang tak main-main.

Karena letak tempat parkir dan rumah kaca di mana aku melihat Nyonya Anggun terletak tak jauh, aku menyempatkan dulu menyapa Nyonya Anggun.

"Selamat pagi Nyonya!" sapaku.

Wanita cantik, penuh wibawa dan sabar itu segera berdiri dan menyambutku.

"Aku tak menyangka bisa melihatmu di sini, Jane!" Nyonya Anggun terlihat sangat antusias ketika melihatku. "Kudengar Zidane memintamu menjadi Asisten pribadinya?" tanya Nyonya Anggun.

Ternyata kediaman Keluarga Arkana menjadi gempar karena Zidane menunjukku sebagai Asisten Pribadinya.

"Anda akan sering melihatku untuk beberapa saat!" jawabku dengan penuh sopan santun. "Pak Zidane menugaskan saya untuk mewakili Tim Alpha, menyelesaikan khasus Pak Jendral!" ucapku langsung.

Nyonya Anggun mengalihkan pandangannya dariku, lalu memegang kepada. Wanita paruh baya yang sangat cantik ini terlihat sangat frustasi.

Bagaimana tidak, suaminya membunuh seseorang di kediaman keluarga mereka sendiri. Ini adalah pertama kalinya Pak Jendral melakukan tindak kejahatan serius di kediaman pribadinya.

"Aku percaya padamu Jane!" Nyonya Anggun berkata dengan nada yang amat tulus.

Aku hanya menanggapi dengan menunduk hormat. Memang sebuah kehormatan bagiku, bisa menanggani khusus Jendral Arkana yang biasanya hanya dipercayakan pada Pemimpin Tim Alpha. Yaitu Kak Brian.

Padahal aku harus membela penjahat, tapi aku harus merasa terhormat dan bangga. Aku benar-benar sangat menyedihkan.

Aku bisa merasakan betapa putus asanya Nyonya Anggun saat ini. Dirinya tak bisa apa-apa, meski dia tau suaminya adalah penjahat.

Karena tahta tertingginya sebagai wanita di Arkana Grup, membuatnya tak bisa melakukan hal-hal yang merugikan keluarga suaminya.

"Saya harus segera bertemu dengan Presiden Direktur! Saya mohon diri Nyonya!" ucapku pada Nyonya Anggun.

"Pergilah," suara lembut Nyonya Anggun mengantarkan keberanjakanku dari kebun bunga mawar miliknya.

Bukan kediaman Arkana jika tak mirip dengan istana bak di negeri dongeng.

Rumah Jendral Arkana ini mirip sekali dengan Istana Presiden Rusia. Dari luar bentuknya sederhana, hanya kotak persegi panjang dengan jendela dan pintu-pintu yang amat banyak.

Bangunan tiga lantai ini di dominan dengan warna putih dan biru yang tampak segar.

Saat memasuki rumah ini, kau akan disuguhi ruangan lebar seperti lobi hotel dengan beberapa set sofa mewah. Kita juga akan disambut dengan beberapa pelayan rumah ini yang khusus menerima tamu.

Rumah Jendral Arkana memang sering dikunjungi banyak tamu, dan kebanyakan tamu Pak Jendral adalah wanita dengan tubuh dan wajah yang luar biasa indah.

"Apa Presiden Direktur ada di kantornya?" tanyaku pada pelayan yang menghampiriku.

"Beliau masih belum keluar kamar!" ucap pelayan itu.

"Heh?!" aku tak percaya, lelaki itu masih sempat melakukan hobinya ketika suasana sedang genting.

"Antar aku ke kamarnya!" perintahku dengan nada memaksa.

"Tapi, Nona Jane...!"

"Antarkan aku sekarang!" kataku kekeh.

"Baik Nona!" Pelayan tadi tidak bisa membantahku.

Semua orang di kediaman Arkana tau siapa aku. Bukannya mereka tidak berani membantahku, tapi mereka tahu jika aku bersikeras untuk menemui seseorang di rumah ini, berarti aku mempunyai hal penting yang harus disampaikan kepada orang itu.

Dan mereka sebagai pelayan yang harus setia kepada Tuannya, harus selalu mementingkan kepentingan Tuannya daripada kepentingan pribadi mereka sendiri.

Sebenarnya aku sedikit bingung dengan tingkah Zidane yang menyuruhku membersihkan nama kakaknya. Bukankah harusnya Zidane malah senang jika kakaknya dipenjarakan. Zidane bisa menjadi Presiden Direktur Arkana Grup dengan mudah.

Lagi pula semenjak aku bekerja di Arkana Grup, Pak Jendral belum pernah melakukan sesuatu yang menguntungkan bagi keluarganya.

Meski Zidane adalah orang yang kejam, tapi menurutku lelaki itu lebih cakap ketika mengelola perusahaan dibandingkan dengan kakaknya.

Tapi Siapa yang bisa menebak hati seorang Zidane, bisa saja orang itu terlihat baik hanya karena ingin memenangkan hati publik.

Sebenarnya Zidane ataupun Pak Jendral mereka sama saja, tetapi Zidane hanya lebih mandiri saja. Lelaki Tirani itu bisa membereskan kekacauan yang dia lakukan sendiri tanpa bantuan Tim Alpha.

Pelayan tadi mengantarku menemui Pak Jendral melalui tangga, padahal di rumah ini ada liftnya.

Alhasil sesampainya aku di depan kamar Pak Jendral, nafasku tersenggal.

Dari luar aku bisa mendengar suara-suara wanita menjerit dan mendes@h keenakan dalam waktu bersamaan.

"Ketuk pintunya!" perintahku ada pelayan yang mengantarku tadi.

Tapi pelayanan itu hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, jika dia tidak ingin mempunyai permasalahan dengan Tuannya.

Mau tak mau aku harus mengetuk pintu kamar di depanku.

Tok tok tok

Aku berusaha mengetuk pintu itu dengan cukup keras, agar aku tidak mengetuknya untuk kedua kalinya.

"Siapa?" aku mendengar suara teriakan lelaki dari dalam kamar.

"Saya Jane!" teriakku juga.

Tak lama suara-suara perempuan di dalam kamar menghilang seketika.

Cekrek

Pintu terbuka, seorang pria paruh baya dengan penampilan acak-acakan. Bau amis yang aneh langsung menyeruak dari tubuh  Pak Jendral. Lelaki itu keluar dari kamarnya hanya mengenakan kimono mandi yang tak begitu tebal.

.

.

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!