Bertemu

Suara pecahan kaca itu mencuri atensi semua pengunjung di restoran, begitu juga orang yang duduk di meja lesehan itu. Rindi mematung, tubuhnya terasa kaku. Bibirnya begitu kelu. Ingin rasanya memanggil nama orang itu dan mendekapnya dengan penuh kerinduan.

"Rindi!" Arfan segera beranjak dan menyongsong wanita yang tak jauh darinya.

"Tu-tuan!" Rindi begitu gugup, tetapi berusaha untuk tetap tenang.

"Rindi, aku..."

"Jaga sikap Anda Tuan, kita di tempat umum!" Intrupsi Rindi, menghentikan pergerakan tangan Arfan yang hendak menjangkau dirinya.

Arfan baru menyadari bahwa mereka sudah menjadi pusat perhatian, terlebih lagi Sania dan Hanan. "Ah, maaf. Apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Arfan segera mengubah ekspresi wajahnya dan bersikap formal. Agar tak ada yang curiga.

Rindi hanya mengangguk, setelah meminta tolong pelayan untuk membersihkan, ia segera berlalu dari hadapan Arfan, demi apapun, perasaan mereka benar-benar tak bisa digambarkan saat itu juga. Andai semua orang yang ada disana bisa dihilangkan sebentar saja. Maka, Arfan akan memeluk wanita itu yang selama ini memenuhi hatinya.

Dan kembali Arfan dibuat tak percaya, bahwa Rindi bersama adiknya. Dia belum tahu, ada hubungan apa Rindi dan Sania. Kenapa Rindi bisa bersama Sania.

"Kak Rindi, dan Bang Arfan, saling kenal?" Tanya Sania saat mereka telah duduk bersamaan.

"Ah, ya, waktu itu kami pernah bertemu di mall. Aku juga kenal dengan istri, Dokter Arfan." Jawab Rindi. Tak bisa mengelak lagi. Karena jika Arfan adalah Abangnya Sania, itu berarti nanti dia juga akan bertemu Elin.

"Oh, ya ampun. Bisa kebetulan banget ya." Sambut Sania tersenyum, kembali ekspresi wajah Nia biasa saja setelah tadi sempat tegang saat melihat kegelisahan sang kakak melihat Rindi.

"Ya, aku sangat bersyukur akan hal ini," balas Arfan tanpa sadar dengan ucapannya.

"Maksud Abang?" Tanya Sania mengerutkan kening

"Ah, maksud aku. Bersyukur kita bertemu dalam keadaan sehat tak kurang apapun." Elak Arfan cepat.

Tak ada percakapan yang serius lagi, karena waktu berbuka telah masuk. Tatapan Arfan tak pernah lepas dari Rindi. Sehingga yang merasa diperhatikan hanya menunduk tanpa berani membalas tatapan itu.

"Kenapa kamu harus puasa? Kamu sedang hamil tidak diwajibkan untuk berpuasa." Tanya Arfan yang membuat Sania dan yang lainnya kembali tercengang. Sejak kapan Abangnya itu perhatian pada wanita lain selain istrinya.

"Memang tidak diwajibkan. Tapi, jika tak berpengaruh pada bayi, boleh berpuasa selama nutrisi untuk bayi tercukupi," jawab Rindi masih berusaha bersikap sewajarnya, agar tak timbul kecurigaan.

"Maklum saja, Kak, Abang aku ini seorang Dokter. Jadi, jiwa dokternya keluar, tapi ga pa-pa, yang baik saran darinya diambil saja, karena ini dia lagi baik hati mau membagi ilmu kedokterannya. Kalau tidak, mahal, Kak. Aku aja waktu hamil kalau banyak nanya, dia minta bayar. Hahaha...."

Sania memecah kekakuan diantara mereka. Rindi juga ikut tertawa, ia merasa aneh, kenapa Arfan mendadak perhatian. Apakah dia tahu bahwa bayi yang dikandungnya adalah darah dagingnya?

Setelah berbuka puasa, mereka kembali ingin melanjutkan perjalanan. Tetapi Arfan meminta Rindi untuk satu mobil dengannya.

"Rindi biar sama aku aja," ucap Arfan saat Rindi ingin naik ke mobil semula.

"Maksud Abang?" Tanya Sania tak mengerti.

"Iya, Rindi, sama Abang, soalnya biar ada teman ngobrol. Jadi Abang nggak ngantuk. Kan Abang sudah kenal sama Rindi, benar 'kan, Rin? Kamu sama aku saja ya. Biar nanti aku bawa kamu ketemu Elin. Kemaren waktu telpon Elin nanyain kamu."

Rindi tak bisa menjawab dia hanya terdiam sepi. Arfan benar-benar gemas melihat istrinya itu yang tak bisa sedikit saja mendrama agar semua orang percaya.

Arfan menatap Rindi penuh pemohonan, agar Rindi mau bersama dirinya. Banyak sekali yang ingin mereka bicarakan. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini.

"Gimana? Kak Rindi nggak pa-pa satu mobil sama Abang?" Sania minta persetujuan dari Rindi, ia tidak ingin melepaskan jika Rindi tidak nyaman.

"Ah, aku, aku tidak apa-apa." Jawab Rindi yang membuat hati Arfan lega dan sedikit senyum ia ukirkan.

"Baiklah, hati-hati ya, Bang, mengemudinya. Ingat jangan macam-macam! Jangan sampai kak Elin salah paham." Bisik Sania pada Abangnya.

"Iya, aku tahu. Mana mungkin aku macam-macam, dia sudah seperti saudara sendiri." Arfan berusaha meyakinkan adiknya.

Rindi segera duduk di kabin belakang. Arfan membiarkan saja agar orang tak curiga. Akhirnya rombongan mudik itu kembali meneruskan perjalanan.

Rindi hanya diam saja, ia tak berani mengeluarkan sepatah katapun. Rasa canggung begitu terasa, tetapi hati dan pikirannya tak sinkron. Entah kenapa tadi ia menyetujui permintaan Arfan.

Apakah karena dia begitu mendamba Pria itu. Ingin rasanya mengatakan bahwa dirinya sangat merindukannya.

Arfan menepikan mobilnya hingga turun aspal. Tentu saja membuat Rindi sedikit heran. Wanita itu mencoba mencuri pandang dari kaca depan sehingga tatapan mereka bertemu.

"Pindah ke depan, Dek." Titah Pria itu dengan suara lembut dan panggilan sayangnya.

Rindi kembali terpaku. Ada angin apa Pria itu memanggilnya dengan panggilan yang sama dengan Elin. Rindi masih berusaha untuk meyakini bahwa panggilan itu memang untuk dirinya.

"Maksud Tuan, aku?" Tanya wanita polos itu kembali. Membuat Arfan begitu gemas.

"Siapa lagi, emang ada wanita lain disini selain kamu?"

Lama menunggu, wanita itu tak juga bergerak membuat Arfan tak sabar, dia segera keluar dan membuka pintu di samping Rindi, dan duduk disisinya

Arfan tak bisa lagi menahan rasa rindunya yang sudah meluap. Tanpa bicara ia segera meraih tubuh wanita itu dan mendekapnya dengan penuh kerinduan. Berulang kali ia memberi kecupan di mahkota sang istri.

"Aku kangen banget sama kamu, Dek, kenapa kamu pergi meninggalkan aku tanpa kabar? Kenapa kamu menyembunyikan kehamilanmu?" Gumam Arfan sembari memeluk Rindi dengan posesif.

Rindi yang mendapat perlakuan yang selama ini ia angan-angani, sungguh tak bisa membuat bibirnya bicara, hanya air matanya jatuh seketika. Tangannya membalas pelukan Pria yang masih sah sebagai suaminya itu.

Isak tangis wanita itu masih terdengar pilu dalam dekapan sang suami. Arfan juga tak kuasa menahan haru. Air matanya ikut merembes di sudut matanya.

"Jangan menangis, Sayang, maafkan aku yang telah menyakiti perasaanmu dan tidak memperlakukanmu selayaknya. Aku sangat menyesal. Jangan pergi lagi." Arfan mengutarakan perasaannya dan rasa takut akan kehilangan wanita itu lagi.

Perlahan tangan Arfan mengusap perut buncit Rindi dengan lembut. Dan menundukkan kepalanya hingga tepat berada di depan perut buncit itu mengikis jarak.

"Sayang, maafkan Papa ya. Maaf jika Papa sudah membuat kamu dan Mama sedih. Papa janji kita tidak akan pernah berpisah lagi. Anak Papa baik-baik ya, Papa sudah tidak sabar untuk bertemu denganmu." Arfan bercakap-cakap dengan bayinya. Dan mengakhiri dengan kecupan di perut Rindi dalam bentuk rasa sayang pada bayinya.

Rindi masih tak bisa bersuara, ia begitu meresapi segala perhatian yang selama ini ia harapkan dari suaminya. Tak bisa digambarkan bagaimana perasaannya saat ini.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

sama sama rindu, tapi sayang ada poligami

2023-02-04

1

Nur Aeni

Nur Aeni

lanjut thor 💪😍

2022-12-22

0

Resi Mardona Kampai

Resi Mardona Kampai

kok blm up lagi Thor udah nungguin ni😄😄


aku tau Thor menulis tu ga gampang


tp aku penasaran kelanjutan nya

2022-12-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!