Mencari Rindi

Pagi ini Rindi datang ke kediaman Sania, orang yang meminta Rindi untuk jadi pengasuh bayinya. Sebenarnya Rindi masih belum berpengalaman dalam merawat seorang bayi.

Tapi wanita itu tak mau menyerah sebelum mencoba. Hitung-hitung sebagai pengalaman baginya. Jadi, saat nanti anaknya lahir sudah tahu caranya merawat bayi.

Rindi datang dengan diantar oleh Risna, wanita yang dia anggap sebagai kakaknya sendiri, karena wanita itu sudah begitu baik dengannya.

"Ayo, mari silahkan duduk Kak," ujar wanita cantik berkulit putih itu.

Rindi dan Risna segera duduk. Sania juga duduk dihadapan mereka, tak berselang lama suami Sania yang sudah berpakaian dinas ikut bergabung dengan mereka.

"Ayo sini duduk, Bang," ujar Sania pada suaminya.

"Oh ini Kak Rindi yang Adek,bilang kemaren?" Ujar lelaki itu sembari menyalami Rindi karena dengan Risna mereka sudah kenal baik.

"Iya, ini kak Rindi, Alhamdulillah Kakak ini bersedia untuk mengasuh Ardan."

"Begini Kak, tugas Kakak hanya menjaga bayi kami, namanya Ardan, ini anak pertama kami. Kakak tidak perlu mengerjakan yang lain, karena pekerjaan rumah sudah ada si embok yang menghandle. Kakak hanya khusus Ardan saja, cuma sampai jam satu, saya sudah pulang."

Nyonya rumah itu menerangkan bagaimana cara kerjanya, Rindi menyanggupi tugas yang diberikan. Hari itu juga sudah mulai bekerja.

Cukup anteng, bayi Ardan tidak terlalu rewel, kalau sudah kenyang dia akan tidur dengan sendirinya. Untuk memandikan, Rindi masih minta tolong sama si embok art. Jujur Rindi masih belum berani.

Setelah bayi itu bangun Rindi segera memberikan ASI yang sudah disimpan di dalam kulkas, tentu saja ia sudah tahu cara menyajikan ASI, yaitu harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum diberikan.

"Assalamualaikum..." Ucapan salam dari pemilik rumah.

"Wa'alaikumsalam..." Rindi menjawab salam, dan wanita itu segera menghampirinya.

"Lagi ngapain itu? Oh, lagi mimik cucu. Bagaimana Kak, apakah Ardan rewel?" Tanya Sania tersenyum ramah.

"Ah, tidak sama sekali. Anteng banget, iya kan Dek," ujar Rindi masih membuai bayi itu dalam gendongannya.

"Syukurlah, anak Sholeh ini. Biar Tante Rindi nggak kecapean, kan di perut Ante nya ada teman Ardan, iya kan, Dek."

Dua orang wanita itu terlibat obrolan bersama bayi mungil Ardan. Setelah selesai ASI, Sania segera mengambil bayi itu, dia juga sudah menukar pakaian dinas dengan daster rumahan.

"Sini, Kak, biar Ardan sama aku. Kakak istirahat saja. Ibu hamil tidak boleh capek." Intrupsi Sania.

"Tidak capek sama sekali, Kak." Jawab Rindi jujur.

"Oya, aku belum tahu umur Kak Rindi berapa?"

"Jalan 23, Kak Nia sendiri berapa?"

"Oh, beda beberapa bulan kali ya. Aku genap 22. Nggak usah panggil kakak ke aku. Panggil nama saja. Biar aku yang panggil Kakak."

Rindi hanya mengangguk tak ingin mempermasalahkan soal panggilan. Sania begitu ramah dan baik, dia tak menganggap Rindi sebagai orang lain, tetapi sudah seperti kakak sendiri.

***

Begitulah untuk seterusnya. Tanpa terasa sudah beberapa bulan Rindi bekerja bersama Sania. Kini kandungan Rindi sudah berjalan enam bulan.

Sania selalu menanyakan pada Rindi apakah dia masih mampu untuk mengasuh sang anak, tetapi Rindi masih sanggup, karena bayi Ardan tidak begitu rewel. Rindi masih bisa mengatasi keaktifan bayi itu, tidak terlalu menguras tenaganya.

"Kak, sebentar lagi bulan ramadhan, kakak ada niatan mudik nggak?" Tanya Nia di sela obrolan santai mereka.

"Nggak, Nia, aku disini saja. Lagian mudik sudah nggak ada keluarga untuk ditemui."

"Oh, jadi kedua orangtua kak Rindi sudah meninggal?"

"Ya, aku juga anak tunggal, tak punya saudara." Rindi kembali mengingat kenangan di kota kelahirannya. Dan bayangan Pria itu kembali melintas dalam ingatan.

"Kalau begitu ikut kami saja mudik Kak, sekalian refreshing biar Kakak juga tahu kampung halaman kami." Sania menawarkan Rindi untuk ikut ke kampung halamannya.

"Emang, kampung kamu dimana?" Tanya Rindi sedikit penasaran, dia memang belum tahu

"Kami di kota Medan, Kak. Suami juga sama, jadi kami kalau mudik satu tujuan."

Seketika jantungnya berdebar, Rindi mengingat sosok ayah dari anak yang dikandungnya. Pria itu memang tak pernah memberi tahu dimana kampung halamannya, tetapi terakhir Rindi mengetahui dari Elin saat mereka ngobrol di mall.

Rindi tersenyum kecut mengingat hal itu. begitu tak berarti dirinya dimata sang suami, bahkan dimana kota asalnya saja Rindi tak pernah diberi tahu.

"Ya, kak, ikut saja ya? Lagian mobil kosong hanya kami saja, Abang juga nyupir sendiri. Jadi biar agak rame kita. Kak Rindi nggak perlu cemas, keluarga aku pasti senang, aku janji nggak bakalan ninggalin Kakak, kemanapun pergi akan aku bawa, pokoknya tidak akan dikacangin deh."

Sania masih berusaha membujuk. Ia begitu menyukai Rindi, sudah menganggapnya seperti kakak sendiri.

"Nanti aku pikirkan lagi ya, nggak bisa janji. Aku hanya takut merepotkan kamu dan keluarga. Soalnya kehamilan aku sudah besar, bagaimana jika nanti aku mendadak lahiran disana?"

"Ya, nggak pa-pa, yang penting sehat ibu dan bayinya, kan jadi anak Medan, Horas!" Seloroh Sania sembari terkekeh.

Sementara itu seorang Pria sedang mencari keberadaan istri simpanannya. Setelah kakinya pulih dan bisa berjalan normal kembali, Arfan segera menuju kota dimana Rindi kemaren ia tinggalkan.

Setelah mencari tahu dari pihak hotel, tanggal dan bulan saat Rindi check out. Arfan segera mencari di apotik tempat Rindi bekerja. Arfan berharap bisa menemui wanita yang sangat dirindukannya.

"Permisi, saya ingin bertemu dengan Rindiani, apakah bisa di panggilkan sebentar?" Ujar Arfan pada pegawai apotik itu.

"Maaf, Rindi sudah tidak bekerja disini lagi," jawab wanita yang dulu Arfan pernah titipkan bingkisan.

"Kenapa? Sejak kapan dia berhenti bekerja disini?" Tanya Arfan begitu cemas.

"Sudah lumayan lama. Kalau nggak salah sudah lima bulan ini."

Arfan tertegun, Berarti sudah cukup lama Rindi berhenti, tapi dimana dia sekarang? Kemana ia harus mencari keberadaannya.

Arfan keluar dari apotik. Ia bingung harus mencari kemana. Apakah Rindi kembali dijual oleh ibu tirinya. seketika Pria itu melesat menuju rumah bordir dimana pertama kali ia bertemu dengannya.

Namun, semua sia-sia, Arfan tak menemukan sang istri, walaupun ia sudah berulang kali mengancam Mami Lala, tetapi percuma saja, Rindi memang tidak ada disana.

Kini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Dengan langkah gontai, Arfan memasuki rumah kontrakannya. Pikiran Pria itu begitu kacau, karena tak berhasil menemui Rindi.

Saat Arfan masuk, ia menatap sekeliling ruangan itu. Kembali ingatan tertuju pada wanita yang amad dirindukannya. Tanpa sengaja Arfan menatap pintu kamar Rindi.

Pria itu terkesiap melihat kunci kamar sudah melekat di disana. Ia segera membuka pintu kamar itu, dan menghidupkan lampu kamar.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

Arfan datang di saat Rindi sudah pergi....

2024-02-20

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

bagus ceritanya simpel kalimat nya enak dibacq

2023-02-04

2

Vera Wati

Vera Wati

up lgi dong thor

2022-12-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!