Surat untuk Arfan

Rumah itu masih tampak kosong tak berpenghuni. Rindi yang masih menyimpan kunci kamar tamu yang biasanya dia tempati. Wanita itu menemui pemilik rumah kontrakan, kebetulan rumahnya tidak jauh dari sana.

Rindi menanyakan kepada pemilik kontrakan ada keperluan apa Arfan pulang kampung secara mendadak. Ternyata Arfan juga tak memberi tahu.

"Maaf, Bu, bolehkah saya minta kunci cadangan rumah kontrakan abang saya? soalnya ada barang-barang yang ingin saya ambil," ujar Rindi, ibu kontrakan itu memang sudah mengenal Rindi, Arfan mengatakan bahwa Rindi adalah adik sepupunya.

"Baiklah, tunggu sebentar." Ibu kontrakan itu segera mengambil kunci cadangan rumah itu. Setelah mendapatkan kunci, Rindi segera membuka pintu rumah yang pernah ia tempati bersama Pria yang kini hilang tak tahu rimbanya.

Rindi menatap semua ruangan itu. Tak ada yang berubah, semua barang-barang masih utuh. Dalam hatinya semakin bertanya-tanya, kemanakah Pria itu pergi. Kenapa dia tidak kembali lagi.

Rindi segera masuk kedalam kamarnya. Ia membuka sebuah paper bag berisikan sehelai kemeja yang pernah ia belikan untuk Arfan waktu belanja di mall. Rindi ingat tiga bulan lagi adalah hari ulangtahun Arfan.

Wanita itu tersenyum, dia segera mengambil secarik kertas yang ada di kamar itu, Rindi masih yakin jika Arfan akan kembali lagi kerumah itu.

Rindi menulis surat untuk Arfan. Dia berharap saat Arfan datang lagi ke rumah, hari ulang tahunnya telah tiba. Ia ingin memberikan baju itu sebagai kado untuk suaminya.

"Assalamualaikum, Mas Arfan. Izinkan aku memanggilmu dengan panggilan yang sama dengan, Mbak Elin. Izinkanlah aku untuk menjadi istrimu seutuhnya walau hanya di kertas ini. Mas, kamu kemana? Kenapa tak memberi kabar saat pergi. Mungkin aku memang tidak penting bagimu, tapi, bolehkah aku mengatakan bahwa kamu sangatlah penting bagiku. Mas, bolehkah aku mengatakan yang sebenarnya? Maaf, Mas, maaf jika aku sudah melanggar kesepakatan kita.

Mas Arfan, Aku mencintai kamu. Sekali lagi maafkan aku sudah egois karena telah melanggar kesepakatan yang ada. Kamu jangan khawatir, Mas, aku tidak akan pernah meminta balasan cinta darimu. Aku akan membawa cinta ini bersama kenangan kita.

Oya, aku sampai lupa ingin mengucapkan sesuatu. Aku berharap saat kamu membaca surat ini, hari ulangtahunmu sudah tiba.

Barakallah fii umrik imamku. Semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepadamu. Izinkan aku, wanita yang tak tahu malu ini memberikan sebuah kado receh untuk dirimu.

Jika kamu merasa jijik dan tidak suka dengan kado dariku, kamu bisa simpan saja, untuk menjadi kenangan dari wanita bodoh dan tak tahu malu ini. Hehe...

Aku pamit ya, Mas, semoga kebahagiaan selalu menyertaimu bersama Mbak Elin. Jujur aku sangat mengagumi segala yang ada pada diri Mbak Elin, dia wanita yang baik, ramah, dan tentunya sangat cantik. Ya, walaupun pertemuan kami tidak sengaja, tapi aku cukup mengetahui kebaikannya.

Jaga diri baik-baik, Mas. Semoga suatu saat kita bisa bertemu kembali, jika boleh jujur andai saja nanti aku terlahir kembali, aku akan meminta kepada Allah, agar menjadi tulang rusukmu. Aku juga sangat ingin dicintai oleh kamu, Mas. I Love you kekasih halalku.

Setitik air mata jatuh, Rindi melipat surat itu dan memasukkan dalam paper bag yang berisikan baju kemeja itu. Dan tak lupa ia meninggalkan ponsel yang diberikan Arfan.

Rindi sudah tak ingin menyimpan kenangan apa-apa lagi dari Pria itu. Baginya cukup menyimpan cintanya dengan rapi didalam lubuk hati. Apalagi sekarang dia sedang mengandung anak dari Arfan. Maka kenangan itu sudah cukup dari segalanya.

Setelah selesai menulis surat untuk Arfan, Rindi kembali keluar dari kamar, ia membiarkan kunci kamar itu tertinggal di disana. Rindi mengunci pintu utama dan segera mengembalikan kunci rumah itu pada pemiliknya.

Rindi segera menuju ke terminal AKAP. Wanita itu berpikir sejenak, kemanakah kota yang harus ia tuju. Rindi tak ingin mengarah ke Sumatra Utara, karena itu adalah kota suaminya.

Lama wanita itu menimbang. Akhirnya ia memutuskan untuk menuju kota Palembang, yaitu kota yang terkenal dengan ciri khasnya makanan empek-empeknya. Semoga dikota itu ia dan calon buah hatinya bisa menemukan kebahagiaan.

Sesampainya di terminal, Rindi segera membeli tiket bus yang tujuan Palembang. Tak menunggu lama kini mobil telah bergerak meninggalkan lajurnya.

Rindi menatap kebelakang saat Bus telah berangsur meninggalkan kota yang menyimpan banyak kenangan. Rindi memposisikan duduknya dengan tenang sembari memanjatkan Do'a.

"Ya Allah, tolong lindungi aku dan janin yang ada di rahimku. Jaga kami dari segala keburukan. Aku serahkan segalanya kepadaMu. Karena aku yakin tak ada perlindungan yang terbaik selain perlindunganMu."

Rindi bergumam Do'a. setelah itu mengambil cemilan yang tadi ia beli waktu di AKAP. "Roti Kak," ujar Rindi mengulurkan cemilannya pada wanita yang duduk disampingnya.

"Iya, terimakasih." Wanita itu tersenyum ramah, Rindi mengambil roti itu memberikan ketangan anak yang sedang dipeluk ibunya.

"Bilang apa, Sayang?" Tanya wanita itu pada anaknya.

"Macih tante..."

"Hehe... Iya, sama-sama sayang." Rindi menoel pipi gadis kecil itu.

"Mau kemana, Dek?" Tanya wanita itu pada Rindi.

"Mau ke Palembang, Kak."

"Sama, saya juga mau ke Palembang. Palembang dimananya?" Tanya wanita itu kembali.

Rindi bingung mau jawab apa, karena ini baru pertama kali ia menuju kota itu, demi mencari ketenangan dan kebahagiaan.

"Saya, belum punya tujuan Kak." Jawab Rindi dengan jujur

"Loh, kok bisa begitu?" Wanita itu heran menatap Rindi.

"Saya, hanya ingin mencari ketenangan, Kak. Terlalu banyak kenangan di kota ini. Saya ingin melupakan semuanya." Rindi sedikit menggambarkan bahwa hatinya sedang bermasalah.

"Ya, saya tahu, kalau kamu mau, bisa tinggal dengan saya sementara waktu, kebetulan saya hanya tinggal berdua dengan anak. Suami kerja Mandah di kota ini."

Seketika wajah Rindi berubah sumringah. Senyum kebahagiaan begitu terlihat. Rindi menyalami wanita itu.

"Terimakasih banyak, Kak. Oya, kita sampai lupa berkenalan. Namaku, Rindiani."

"Hehe... Iya, panggil saja namaku Risna. Oya, apakah kamu sudah menikah?"

"Ah, sudah Kak, sekarang aku juga sedang hamil dua bulan." Rindi berkata jujur, tak ingin menutupi kebenaran yang ada pada dirinya.

"Benarkah? Tapi kenapa kamu harus pergi? Emangnya suami kamu kemana?" Tanya Wanita yang bernama Risna itu, dia semakin penasaran.

"Suamiku, Suamiku sudah meninggal,Kak."

Maafkan aku, Mas Arfan, aku terpaksa mengatakan hal ini. Aku tidak ingin banyak di cecar pertanyaan. Ini demi kebaikan aku dan calon anak kita. Aku tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, karena hubungan kita memang sulit untuk di utarakan pada siapapun

Setelah menjelaskan semua pada Risna, kini kedua wanita itu sudah terlihat sangat akrab. Rindi bersyukur bisa mendapatkan teman di dalam Bus, dan sekaligus sudah mendapatkan tempat tinggal saat tiba di kota empek-empek itu.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

tak habis nya penderitaan Rindi

2024-02-20

0

timin

timin

harusnya dari awal gak usah pake perasaan..anggap aja kamu balas budi kan, dari awal jga udah di ingetin ama arfan kalau sewaktu" dia pergi berarti hubungan kalian juga udah selesai..jadi, kalau arfan tiba" pergi kamu gak akan sesakitini.. tpi hati gak ada yg tau yah..aku jga kasian sama istri pertamanya bayangin aja suami punya Anak dari perempuan lain.. gimna coba?🗿

2023-07-08

0

💕KyNaRa❣️PUTRI💞

💕KyNaRa❣️PUTRI💞

yah cari kebahagiaann mu skrng

2022-12-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!