Perhatian kecil

Arfan ikut duduk disisi Rindi, ia menatap wajah cantik istrinya, terlihat wanita itu menyimpan beban dalam hatinya.

"Apakah kamu sudah makan?" Tanya Arfan dengan suara cukup lembut.

Rindi mengangkat wajah, menatap Pria yang ada di sampingnya, wajah tampan itu kini sudah terlihat lebih rileks daripada tadi yang begitu menakutkan.

"Sudah Tuan," jawab Rindi singkat

"Istirahatlah, aku akan pulang sekarang, dan ambilah kembali kartu ini, maaf jika tadi aku mengambilnya darimu karena tadi aku benar-benar merasa kalut," jelas Arfan sembari menyerahkan kartu kredit itu pada Rindi.

"Tidak usah, Tuan, bukan aku menolak atau bersikap sombong, tapi untuk saat ini aku memang tidak membutuhkan apapun."

Rindi menolak pemberian Pria itu, apakah dia sudah kecewa? Atau ia memang tak ingin lagi berhutang Budi padanya.

"Kenapa Rindi? Apakah kamu kecewa dan marah padaku atas kejadian siang tadi?" Tanya Arfan dengan raut wajah sendu.

"Tidak, Tuan, tapi aku memang belum membutuhkannya," jelas Rindi berusaha menolak secara halus, wanita itu tak ingin terlalu bergantung pada Arfan, ia sudah menanamkan dalam hati agar tetap tegar dan berdiri pada kakinya sendiri.

Rindi tidak ingin lagi berhutang budi, yang mana itu akan menyulitkan dia untuk lepas dari belenggu cintanya kelak saat perpisahan itu tiba.

"Baiklah, jika kamu tidak bisa menerima kartu kredit ini, terimalah uang ini sebagai nafkah dariku." Arfan menukar pemberiannya berupa uang tunai. Ia tahu Rindi membutuhkan untuk biaya transportasi saat bekerja nanti.

Rindi tak kuasa lagi menolak, ia menerima uang pemberian dari Arfan, menurutnya itu tidak terlalu berlebihan, tak menampik bahwa ia juga membutuhkan uang itu.

Setelah memberikan uang kepada Rindi, Arfan segera beranjak. "Aku pulang dulu, jaga diri baik-baik." Arfan mengelus mahkota istrinya lalu meninggalkan kamar hotel itu.

Rindi mengantarkan Arfan hingga depan pintu kamar hotel itu, setelah Arfan pergi, ia kembali masuk dan mengunci pintu kamarnya.

Kini tinggallah dirinya sendiri. Hening, sepi, tak ada lagi yang menemani. Rindi kembali mengingat peristiwa beberapa menit yang lalu, ia masih bingung dengan sikap Arfan.

Semenjak dia berada di hotel, Arfan lebih bersikap lembut padanya daripada saat mereka tinggal satu rumah. Ada senyum terukir di bibir saat mengingat tangan Arfan menyentuh kepalanya dengan lembut.

Ya Allah, bolehkah aku bahagia sebentar saja? Aku hanya sedang merasa menjadi istri yang di cintai dan mendapat perhatian dari suaminya.

Wanita itu bergumam dalam hati dan segera membaringkan tubuhnya di atas ranjang untuk istirahat sejenak, sebelum adzan magrib berkumandang.

Arfan tiba di rumahnya menjelang magrib, Arfan pulang lebih cepat dari biasanya yang memang jadwal prakteknya berakhir jam tujuh malam.

Karena hari ini tidak ke RS, maka ia menyempatkan pulang lebih awal, Pria itu pulang dengan perasaan sudah lega, karena telah mengetahui yang sebenarnya kemana istrinya itu pergi.

"Kok cepat pulangnya, Mas?" Tanya Elin sembari menyalami tangan sang suami.

"Iya, Sayang, karena pasien tidak terlalu banyak," Balas Arfan jelas berbohong, tidak ada sejarahnya pasiennya itu sepi. Setiap hari jadwal pasiennya sangat padat, karena banyaknya anak-anak yang berkelainan khusus, dan mengidap epilepsi.

Arfan memang ahli dibidang syaraf anak, sehingga banyaknya para orangtua dari pasien berdecak kagum pada Dr muda tampan dan sangat ramah itu. Pasien yang di tangani oleh Arfan tidak dari wilayah kota itu saja, tetapi banyak yang datang dari luar kota.

"Mas, itu kamar tamu kok terkunci ya? Kamu simpan dimana kuncinya?" Tanya Elin yang membuat Arfan terkesiap. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang.

"Oh, kamar itu memang dikunci oleh pemilik rumah ini,Sayang, karena ada barang-barang milik anaknya yang belum sempat mereka bawa saat rumah ini di sewakan," jelas Arfan pada Elin, kembali menanamkan kebohongan demi menutupi kebohongan.

Elin hanya mengangguk percaya, wanita itu segera mengurus suaminya, Arfan segera mandi sementara Elin menyediakan pakaian ganti dan setelah itu ia beranjak ke dapur untuk menyediakan makan malam.

Pagi ini sebelum ke RS, Arfan singgah di apotek tempat Rindi bekerja, karena semalam sudah mengetahui alamatnya dari sang istri, maka tak harus mencari alamat lagi.

Setibanya di apotik besar yang menerima resep dari RS itu, Arfan segera turun sembari menenteng sebuah paper bag yang bermerek toko ponsel.

"Permisi, Dok, ada yang bisa kami bantu?" Tanya salah seorang karyawan lainnya, mereka menatap seorang Dokter tampan itu yang dikira ingin menebus resep.

"Saya ingin bertemu Rindi, benarkah Rindi bekerja disini?" Tanya Arfan

"Oh, ingin bertemu Rindi? Sebentar ya, Dok, Rindi sedang meracik obat di belakang," jelas wanita itu.

Arfan melihat jam tangannya waktu sudah menunjukkan hampir jam sembilan, karena terburu waktu, maka ia menitipkan paper bag itu pada teman sejawat Rindi itu.

"Dek, saya titip ini saja, tolong berikan pada Rindi ya. Soalnya saya sedang buru-buru," ujar Arfan sembari menyerahkan bawaannya pada wanita cantik itu.

"Baik, Dok, kalau boleh tahu dari siapa ya?"

"Bilang dari suaminya," tukas Arfan kembali.

"Oh, baiklah." Wanita itu menerimanya dan menyimpan paper bag itu.

Setelah Arfan pergi, Rindi baru saja selesai menyerahkan obat yang telah di racik pada pembeli, selesai tugasnya Rindi menghampiri temannya yang bernama Sisie itu untuk membantu melayani pembeli yang lainnya.

Cukup banyak pengunjung apotik itu, Rindi dan temannya masih setia melayani pengunjung dengan ramah, dan memahami setiap keluhan dari para pengunjung apotik.

Setelah cukup sepi, Rindi istirahat sejenak merilekskan kakinya yang terasa pegal dari tadi berdiri melayani pembeli.

"Rin, ini ada titipan buat kamu." Sisie menyerahkan paper bag itu.

"Titipan?" Tanya Rindi heran siapakah orang yang memberinya.

"Iya, katanya dari suami kamu, dia nggak bilang namanya, sepertinya dia seorang Dokter, karena aku lihat menggunakan Snelli."

Sisie menjelaskan pada Rindi, seketika hati wanita itu kembali dibuat bahagia karena mendapatkan perhatian dari suaminya,

Rindi mengulas senyum bahagia, dia segera melihat isi paper bag itu, ia melihat sebuah ponsel pengeluaran baru, Rindi memeriksa ponsel itu yang telah aktif.

Dilayar ponsel itu terlihat sudah ada pesan, ia segera membuka pesan yang sudah pasti dari Pria yang berstatus suaminya.

Ini nomor aku, jangan lupa beri kabar

Rindi kembali tersenyum bahagia, walau hanya pesan sederhana, tetapi cukup membuat hatinya bahagia tak terkira.

Rindi segera membalas pesan itu, dengan ucapan terimakasih dan memberi emoticon senyum bersemu di akhir ucapan itu.

Ternyata pesan itu direspon kembali oleh pemiliknya, yang membuat jantungnya kembali berdegup tak menentu.

Arfan kembali membalas pesan Rindi dengan ucapan semangat dan mengingatkan agar tak lupa makan siang.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

bakal bermulanya bibit² cinta...

2024-02-20

0

Sania aja

Sania aja

Lanjut kak😍

2022-12-15

0

Umi Sukriasih

Umi Sukriasih

aq pengen dua2nya bersatu elin n rindi. walau pasti ada yg akan tersakita semoga Arfan bisa adil. hadeeh 😒

2022-12-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!