Nafkah

Rindi masih fokus dengan sinetron yang disaksikannya, ia duduk di bibir ranjang hingga tak menyadari Arfan telah berada di belakangnya hanya menggunakan handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya.

Dalam diam Arfan memperhatikan sinetron yang sedang di tonton oleh Rindi, seketika Pria itu juga merasa tercubit hatinya karena telah mengkhianati sang istri dengan menikah lagi.

Arfan mengambil remote TV dan segera mematikannya. Rindi terkesiap melihat Arfan telah berdiri dihadapannya dengan bertelanjang dada.

"Tuan, kenapa dimatikan?" Tanya Rindi mengalihkan pandangan ke arah tv yang telah padam itu.

Arfan tak menjawab tetapi dia mendekati wanita itu dan duduk di sampingnya. "Kamu sudah tahu apa tugasmu sekarang 'kan?" Tanya Arfan sedikit berbisik sehingga tubuh kekarnya sudah menempel di bahu Rindi.

Sumpah demi apa, jantung wanita itu berasa ingin keluar, degupnya tak beraturan dan nafasnya hampir saja berhenti saat itu juga.

Rindi tak bisa mengeluarkan suaranya, hanya bisa mengangguk tipis dengan hati resah. Sadar sekali posisinya saat ini, maka tak mampu menolak. Dia hanya bisa pasrah, sangat yakin bahwa dia sedang melakukannya bersama pasangan halal.

Perlahan Arfan menyentuh tengkuk Rindi dan menariknya hingga tak ada jarak di wajah mereka. Perlahan tapi pasti bibirnya menyentuh bibir tipis Rindi.

Rindi yang mendapat First Kiss, mematung tak bisa berbuat apa-apa untuk mengimbangi sentuhan Pria telah beristri itu. Arfan tahu Rindi masih kaku maka ia harus sabar menggiring wanita itu hingga pandai. Perlahan Pria itu menggulingkan tubuh Rindi.

Sentuhan demi sentuhan, akhirnya membuat wanita itu hanyut dalam buaian suaminya itu, terlena dalam lembah asmara, terpesona dalam alunan cinta, tanpa ia sadari desa han dan erangan kecil keluar dari bibirnya.

Arfan semakin gencar untuk menyentuh bagian sensitif wanita itu, tak ada sejengkalpun yang ia lewati tubuh sang istri dari sentuhan dan kecupannya.

Rindi semakin tak bisa mengontrol dirinya, sehingga tanpa sadar dia telah berulang kali mengerang dan mencengkram erat tubuh Arfan, itu menandakan bahwa dirinya sudah berulang kali melakukan pelepasan.

Arfan tersenyum telah berhasil membuat sang istri puas dengan permainannya. Pria itu juga sudah tak mampu menahan gejolak hasrat yang ingin di tuntaskan.

Perlahan tapi pasti, Pria itu membuka kedua paha Rindi untuk melakukan penyatuan. Berulang kali mencoba dan berulang kali Rindi meringis, pada akhirnya kehormatan yang selama ini ia jaga dengan baik telah ia serahkan kepada Pria yang kini berstatus sebagai suaminya.

Arfan menjeda sesaat untuk memberi ruang kepada Rindi agar bisa mengatur nafas. "Bagaimana? Apakah aku boleh meneruskannya kembali?" Bisik Arfan di telinga Rindi.

Wanita itu hanya bisa mengangguk dan setitik cairan bening itu menetes di sudut matanya.

Arfan yang tahu Rindi menangis, ia segera menghapus air matanya dengan lembut, dan mengecup kening Rindi dengan dalam.

Semakin lama gerakannya semakin cepat, kedua insan yang sedang memadu asmara itu sama-sama mereguk nikmatnya surgawi, tanpa terasa sebuah cairan tumpah dibawah sana dan Arfan menjada menikmati sisa kenikmatan yang ada lalu ambruk di samping tubuh Rindi.

Arfan dan Rindi mengatur nafas untuk istirahat sejenak sebelum permainan kedua dimulai. Rindi menatap wajah tampan yang ada di sampingnya itu.

Arfan melakukannya begitu lembut dan penuh kasih sayang, apakah Rindi yakin tidak akan melibatkan perasaan terhadap Pria itu? Saat mereka saling bertatapan, tiba-tiba ponsel Arfan berdering.

Arfan meraih ponselnya dan melihat siapa yang menelepon. Seketika matanya membulat melihat istri pertamanya yang menggunakan panggilan vc

Arfan menoleh ke samping sehingga tatapan mereka bertemu. "Rin, bisakah kamu keluar sebentar? Istriku telpon ingin video call," ujar Arfan sedikit sungkan.

"Baiklah, Tuan." Rindi yang tahu segera bergerak dan menggunakan pakaiannya lagi lalu keluar dari kamar utama itu.

Setelah Rindi keluar, Arfan menggunakan pakaiannya dan segera menelpon balik karena tadi sempat terputus.

"Halo, assalamualaikum... Sayang."

"Wa'alaikumsalam... Dek, tumben nih telpon malam-malam begini."

"Aku kangen, kamu kapan dapat cuti, Mas?"

"Aku juga kangen banget, Dek. Tapi aku belum bisa menentukan kapan aku dapat cuti, kamu kan tahu aku sangat sibuk sekali, kalau hanya mengandalkan waktu libur sehari nggak terkejar, karena jadwal praktek aku sangat padat sekali." Arfan mencoba menjelaskan kembali pada sang istri.

"Yaudah deh, Mas. Aku usahakan bulan depan cuti, biar aku yang kesana."

"Kamu serius?" Tanya Arfan sedikit tak percaya

"Iya, aku serius, Mas."

"Oke, Sayang. Jangan lupa beri kabar aku ya."

"Oke, aku tutup telponnya ya. I Miss you

"Miss you too. Muuach..."

Telpon terputus, Arfan segera duduk dari pembaringannya, dan mengusap wajahnya dengan lembut, Pria itu sedikit resah mengingat bahwa bulan depan sang istri akan berkunjung kesana.

Cukup lama termenung, Arfan baru ingat dengan Rindi, ia segera menyingkap kain yang menutup separuh tubuhnya itu. Seketika matanya melihat bercak noda darah di alas kasur itu.

Arfan menghela nafas panjang, ia baru saja memperawani seorang wanita yang kini juga berstatus sebagai istrinya. Sejenak ia berpikir apakah benar jika hubungan ini tidak akan menyakiti perasaan diantara mereka nantinya.

Arfan segera keluar dari kamar untuk mencari istri simpanannya itu. Ia melihat di ruang tamu tak ada, diruang tengah juga tak ada. Terakhir ia membuka pintu kamar tamu.

Arfan melihat Rindi telah meringkuk diatas tempat tidur itu, perlahan Arfan mendekati sang istri, ia menatap wajah polos itu dengan seksama, terlihat ada bekas air mata yang belum mengering disana. Mungkinkah gadis itu menangis?

Arfan tak ingin mengganggu tidur Rindi hanya menyelimuti tubuh wanita itu, setelahnya dia kembali ke kamar utama. Akan lebih baik seperti itu agar tak terlalu dekat. Pria itu berusaha untuk tidak melibatkan perasaan.

Bagi Arfan tetaplah Erlin yang dapat memiliki hatinya, ia tak ingin membagi perasaan dengan wanita manapun, sadar betul jika Rindi baginya adalah sebagai dermaga persinggahan sesaat.

Sang Surya telah terbit dari ufuk timur dan semburatnya memancarkan cahaya silau yang masuk di celah pintu jendela kamar itu.

Rindi terbangun dari tidurnya, dengan otot tubuh yang terasa sakit, perlahan ia mencoba mengembalikan ingatan mengapa tubuhnya terasa sakit semua.

Ada rasa tak nyaman di tubuh intinya, ia baru tersadar dengan percintaan manis bersama pasangan halalnya tadi malam, tapi dimana Pria itu? Rindi mengamati seisi kamar yang sedang ia tempati.

Rindi baru menyadari bahwa dia berada di kamar tamu, berarti dari semalam setelah percintaan itu mereka tidur terpisah. Perlahan wanita itu bangkit dari tempat tidur dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai mandi, Rindi keluar dan melihat Arfan sedang menduduki kursi di meja makan dengan sarapan seadanya, yaitu secangkir teh hangat dan roti tawar dilapisi selai kacang.

"Maaf ya, aku kesiangan, apakah Tuan ingin sarapan sesuatu?" Tanya wanita itu seakan melupakan perjanjian diantara mereka.

Arfan tak menjawab ia masih fokus dengan sarapannya. Ia menatap Rindi yang menggunakan pakaian lusuh yang dia bawa dari rumah bordir itu.

"Tuan, kenapa menatap aku begitu? Ah, ya, sebentar aku buatkan sarapan untuk Tuan dulu." Rindi segera beranjak ingin membuatkan sarapan.

"Tidak perlu! Ini sudah yang kedua kalinya aku memperingati kamu Rindi, jangan pernah kamu menyediakan apapun untuk aku! Tolong jangan melanggar kesepakatan yang telah kita buat. Silahkan kamu berbuat apa saja, tapi untuk dirimu sendiri. Aku bisa mengurus diriku sendiri!"

Arfan segera meraih Snelli dokternya yang tersampir di bangku duduknya tadi, dan masuk ke kamar, tak berapa lama dia kembali keluar menghampiri Rindi yang masih mematung.

"Ini uang nafkah untuk kamu, kamu beli semua kebutuhan diri kamu sendiri yang utama percantik penampilan kamu itu." Arfan menyerahkan sebuah amplop yang berisikan uang kepada Rindi.

Rindi menerima uang itu ada perih disudut hati saat mendengar ucapan dari Arfan. Namun, segera ia tepis segala perasaan cengeng dihatinya.

Tidak! Aku tidak boleh cengeng dan bawa perasaan. Aku harus keep strong

Setelah memberikan uang itu, ia segera beranjak menuju RS, praktek pagi ia lakukan di RSUD, dan siang jam dua di RS swasta.

Bersambung.....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Suparti Fadhil

Suparti Fadhil

masih bersyukur rindi daripada kamu terjebak dirumah bordir,,yg sabar semoga kamu nanti menemukan kebahagiaan..sebaik apapun pelakor bahkan itu jg bukan kemauanmu tetep dicap wanita perebut

2023-06-14

1

Livyana 171

Livyana 171

Ga tau mqu komen apa yg pasti bnr2 ikutan nangis lho aku🥺

2023-05-15

0

titis irene

titis irene

sabar Rindu.... nanti pada akhirnya akan ada rasa....

2023-01-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!