Tuduhan Arfan

"Kenapa? Apakah yang aku katakan itu benar? Hng! Dasar munafik. Kamu tidak ingin menjadi wanita malam, tapi nyatanya apa? Kamu pergi dengan lelaki lain, seharusnya kamu tidak perlu keluar dari tempat itu!!"

Kata-kata Arfan menghujam jantung Rindi. Wanita itu menatap Arfan dengan mata berkaca-kaca, seketika air matanya luruh.

"Kejam sekali kata-kata anda,Tuan. Bisakah aku berhutang dan mencicil uang anda yang telah mengeluarkan aku dari tempat itu? Aku berjanji akan melunasinya, dan kita akhiri pernikahan ini," ujar Rindi dengan air mata yang belum berhenti menetes.

"Kenapa? Apakah kamu telah mendapatkan lelaki yang lebih kaya dariku? Dan bisa memberimu segalanya, iya?" Tekan Arfan masih dengan tuduhan keji.

"Cukup, Tuan! Kenapa mulut anda se ringan itu memfitnahku! Aku tidak seperti yang anda pikirkan. Hiks... Aku bukan wanita murahan, bukan!"

Rindi beranjak dari hadapan Pria itu dan masuk kedalam kamar mandi, ia menumpahkan segala sesak di dadanya. Rindi menangis sejadi-jadinya, sembari membekap mulutnya.

Entah kenapa hatinya begitu sakit disaat orang yang dicintainya menuduh begitu keji tanpa perasaan.

Arfan hanya terpaku, hatinya gundah gulana, rasa bersalah melipir dalam hatinya, tetapi rasa cemburu telah menggelapkan nalar sehatnya.

Kenapa aku se marah ini? Apakah aku sudah mulai melibatkan perasaanku? Apakah aku cemburu?

"Aaaah!" Arfan meninju dinding kamar itu, mengusap wajahnya dengan frustasi.

Pria itu memasok udara sepenuh dada, mencoba melepaskan secara perlahan, setelah merasa cukup tenang, Arfan berdiri dari tempat duduknya.

Perlahan Pria itu berjalan menuju pintu kamar mandi, "Rindi..." Panggilannya pelan, tetapi tak ada sahutan.

Rindi masih menangis terisak-isak, jika orang lain menghina dirinya mungkin sakitnya tidak akan seperti ini. Hatinya begitu hancur, walaupun ia hanya wanita simpanannya tapi bukan untuk dihina atau di maki.

"Rindi, buka pintunya!" Arfan masih menggedor pintu kamar mandi itu.

Perlahan ia mendekatkan telinganya di daun pintu, terdengar suara Isak tangis wanita itu dengan pilu.

Kenapa dia begitu sedih, apakah aku sudah keterlaluan? Tapi tadi aku sangat jelas melihat dia pergi dengan lelaki itu.

Rindi tak menghiraukan panggilan dari suaminya, hatinya masih begitu sakit, terkadang takdir terasa begitu kejam untuk wanita sepertinya, apakah dia tidak boleh bahagia walau sedikit saja?

"Rindi, buka pintunya! Kalau tidak aku akan mendobraknya!" Ancam Arfan dari luar membuat konsentrasi wanita itu buyar.

Rindi segera membasuh wajahnya dan berusaha untuk tetap tegar, dia sadar posisinya saat ini, bagaimanapun ia tetap berhutang budi pada Pria yang berstatus sebagai suaminya itu.

Setelah merasa cukup tenang dan sedikit fresh, Rindi membuka pintu kamar mandi itu, ia mendapati Arfan berdiri didepannya.

Kini netra mereka bertemu, Rindi segera memutus tatapan itu, ia berlalu dari hadapan Arfan, matanya masih terlihat sembab.

Arfan masih bingung bagaimana mengambil sikap. Ia menatap wanita yang terlihat sangat terluka karena ucapannya itu, Rindi duduk di pinggir ranjang sembari membelakangi.

"Katakan kepadaku kamu kemana bersama Pria tadi? Kenal dimana kamu dengannya?" Arfan mencoba untuk bertanya dengan tenang.

Rindi mencoba menghela nafas dalam, sebenarnya malas untuk bicara, tetapi ia harus menjelaskan agar Pria itu tidak berpikir buruk tentang dirinya.

"Aku tidak kemana-mana, Aku hanya bekerja. Lelaki yang anda lihat itu adalah dokter Fikri, pembimbingku waktu Koas di sebuah RS," jelas Rindi dengan suara serak

Arfan mengerutkan dahinya, ia masih bingung dengan ucapan Rindi, dr pembimbing? Apakah Rindi adalah calon dokter?

Pria itu membatin sembari menyimak penjelasan dari istrinya itu. Selama mereka menikah, Arfan memang tidak pernah menanyakan tentang Rindi.

"Apa maksud kamu? Dr pembimbing? Apakah kamu juga seorang dokter?" Tanya Arfan penasaran.

"Aku telah mengikuti Koas selama dua tahun, tetapi saat aku mengikuti UKMPPD, terhenti karena saat itu ayahku sakit keras hingga beliau meninggal dunia. Maka saat itu aku menunda dulu, aku ingin bekerja setelah itu aku berniat ingin meneruskannya."

Arfan terdiam sejenak saat mendengar penjelasan dari sang istri yang ternyata juga calon dokter. Betapa sombong dirinya tak pernah menanyakan latar belakang pendidikan dan juga kehidupan Rindi.

"Pekerjaan apa yang dia berikan padamu?" Tanya Arfan kembali, penuh selidik

"Dia memintaku untuk menjadi apoteker di sebuah apotik miliknya," jelas Rindi dengan jujur.

"Apakah kamu benar-benar ingin bekerja?"

Rindi menatap Pria yang ada dihadapannya itu. "Ya, aku ingin bekerja. Biarkan aku bekerja,Tuan, aku yakin Tuan tidak akan keberatan, karena aku juga tidak ada gunanya bagi anda bila dirumah, anda tidak mengizinkan aku untuk mengurus segala keperluan anda, aku tahu, anda hanya butuh aku untuk memenuhi biologis anda," ujar Rindi kembali menjatuhkan air matanya.

Arfan terpaku mendengar ungkapan perasaan wanita itu dengan hati pilu, entah kenapa batin Pria itu juga terasa sakit.

"Aku, aku tidak bermaksud seperti itu Rindi. Tapi bukankah kita sudah sepakat untuk tidak melibatkan perasaan dalam pernikahan ini. Aku hanya tidak ingin ada yang terluka saat perpisahan itu tiba."

"Ya, aku sadar,Tuan, maka dari itu izinkan aku untuk bekerja, anda tenang saja, aku tidak akan melupakan tugasku, aku tidak akan pergi ataupun lari sebelum waktu itu tiba."

Arfan mencoba memahami, juga tidak ingin egois, ia sangat sadar berada di posisi Rindi tidaklah mudah, ia tak ingin mengungkung dan memenjarakan hati dan fisik wanita itu.

"Baiklah, aku mengizinkan kamu untuk bekerja, tapi satu hal harus kamu ingat, pandailah menempatkan diri. Karena kamu masih berstatus istriku. Jangan coba-coba mengkhianati aku!" Tekan Pria itu.

"Aku tahu itu, aku tidak akan melakukannya Selama aku masih menjadi istrimu, aku tidak akan pernah berpikir untuk berkhianat, walaupun kita sudah berpisah nanti, hatiku akan tetap menyendiri."

Arfan kembali terdiam mendengar jawaban dari Rindi. Kenapa wanita itu berkata sedemikan? Apakah dia telah melibatkan hati.

"Boleh aku tahu kenapa kamu bisa duduk bersama Elin?" Tanya Arfan ingin mendapatkan penjelasan, karena masih mengganjal dalam hatinya, walau sebenarnya tadi ia ingin menanyakan langsung pada Elin, tetapi ia takut jika Elin curiga, bila ia menanyakan secara detail.

"Aku tidak sengaja bertemu dengan Mbak Elin, saat dia buru-buru dan menabrakku. Dan kami berkenalan, aku sungguh tidak tahu jika dia adalah istri anda. Maaf jika anda tidak berkenan, tapi aku sama sekali , tidak ada niat apapun. Aku tidak akan mungkin mau menghancurkan rumah tangga anda, aku sangat sadar posisiku, aku ini hanya istri bayangan, mungkin lebih tepatnya istri figuran, aku hanya peran pengganti bila dibutuhkan."

"Kenapa kamu bicara seperti itu? Kenapa kamu seakan menyudutkan aku? Bukankah ini sudah menjadi kesepakatan kita? Jadi kamu mau aku harus bagaimana? Haruskah aku mengakui pada semua orang bahwa kamu juga istriku?" Arfan sedikit tegas, sebenarnya hatinya juga pilu mendengar curahan hati wanita itu.

Rindi terkesiap mendengar jawaban dari Arfan, tanpa ia sadari telah mencurahkan isi hatinya. "Ah, tidak. Maafkan saya Tuan, saya tidak bermaksud seperti itu, sekali lagi saya minta maaf." Rindi menundukkan kepalanya.

Bersambung....

Happy reading 😍

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

sedihnya berada di posisi Rindi... tapi alangkah baiknya dia kerja...

2024-02-20

0

SaYu

SaYu

othor pinter banget bikin reader darah tinggi....✌️✌️😀😀

2023-06-01

0

Livyana 171

Livyana 171

sabar..sabar.,sabarrr🤧

2023-05-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!