Kemarahan Arfan

Rindi berlari keluar dari gedung pusat perbelanjaan itu. Ia duduk di sebuah pelataran yang ada diluar, ia menumpahkan segala tangis yang sedari tadi tak tertahankan.

Wanita itu memegang dadanya yang terasa begitu sesak, "Kenapa rasanya sakit sekali. Aku mohon kuatkan aku ya Allah, tanamkan rasa sabar dihatiku sangat luas ya Rabb."

Rindi berusaha untuk tetap tegar, menghapus air matanya, ia bingung harus berbuat apa, keadaan ini benar-benar membuatnya dilema.

Rindi ingin mengakhiri semuanya, tetapi dia tak bisa mengingkari perjanjian itu,

Dia tidak salah, akulah yang salah karena melibatkan perasaan sehingga aku merasakan sakit.

Rindi segera beranjak menuju hotel, karena tak mempunyai uang, maka ia berjalan kaki untuk sampai di hotel itu.

Tetapi di tengah perjalanan, sebuah mobil berhenti, Rindi segera melihat siapa yang ada di dalam mobil itu dan segera berjaga-jaga, ia takut jika itu ibu tirinya kembali.

"Rindi, kamu Rindiani 'kan?" Tanya seorang lelaki yang masih menggunakan Snelli dokter, Pria itu keluar dari mobil menghampiri Rindi.

Rindi menatap wajah Pria yang memang rasanya sudah tak asing lagi baginya.

"Dokter Fikri, benar nggak sih?" Tanyanya masih ragu.

"Alhamdulillah kamu masih ingat aku, Dek. Kamu apa kabar? Kemana saja? Aku sudah berulang kali mencari kamu, tetapi rumah kamu sudah di jual."

"Ayo masuklah, akan aku antar kamu pulang," ujar Pria itu

"Tidak, terimakasih Dok. Aku tidak bisa," tolak Rindi.

"Loh, kenapa? Kamu ingin pulang 'kan?"

"Tidak, aku masih ada urusan." Rindi masih berusaha untuk menolak.

"Yaudah, kita duduk disana sebentar ya, Aku ingin bicara padamu." Pria itu membawa Rindi duduk di sebuah halte yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Rindi ingin menolak tetapi ia merasa tak enak hati, Rindi sangat menyegani Pria yang bernama Fikri itu, dia dokter yang sangat baik, dia adalah dokter Pembimbing saat Rindi mengikuti Koass di salah satu RS swasta.

Fikri menatap wajah Rindi yang tampak sendu. Ia melihat ada sesuatu yang sedang di sembunyikan dibalik senyum gadis cantik nan polos dan terkenal ramah itu.

"Rindi, kenapa kamu tidak meneruskan UKMPPD?" (uji kompetensi mahasiswa program profesi dokter)

"Maaf, Dok, aku tidak bisa meneruskan karena terkendala, saat ayah sakit keras hingga ayah meninggal, jadi aku harus menunda dulu." Jelas Rindi dengan jujur.

"Sayang sekali. Apakah kamu ingin meneruskannya? Aku yang akan membiayai semuanya." Tawar Dr Fikri.

"Ah, tidak terimakasih, Dok. Aku sudah putuskan untuk menundanya dulu."

"Hmm, baiklah jika itu keinginanmu, tapi kamu bisa memikirkan kembali Rin, saat kamu sudah berubah pikiran, temui aku. Aku siap membantumu."

"Terimakasih ya, Dok." Rindi mengukir senyum tipis.

"Oya, sekarang kamu tinggal dimana?" Tanya Dr Fikri.

"Ah, tidak jauh dari sini, Dok."

"Mau aku antar?"

"Tidak, tidak perlu."

Dr Fikri kembali menatap wajah cantik itu dengan dalam. "Rin, apakah kamu sedang ada masalah?" Tanya Fikri prihatin.

Rindi menatap Dr yang ada di hadapannya itu. Rindi ingin meminta bantuan Dr itu untuk mencarikannya pekerjaan, karena semua ijazahnya tertinggal dirumah ibu tirinya.

"Dokter, aku butuh pekerjaan, bisakah Dr membantuku untuk mendapatkan pekerjaan?" Akhirnya Rindi meminta bantuan Dr Fikri.

"Baiklah, kamu bisa datang ke apotek aku, kamu calon Dr Labor, pasti kamu sudah tahu tentang obat-obatan 'kan? Kebetulan aku sedang mencari seorang apoteker."

Seketika senyum wanita itu merekah. Dia sangat bersyukur karena Allah memudahkan jalannya. Dengan begitu ia tak perlu berharap uang dari suaminya.

"Alhamdulillah, terimakasih banyak, Dokter. Kapan aku bisa bekerja, Dok?" Tanya Rindi tidak sabar.

"Sekarang juga boleh, ayo ikut aku ke apotek, agar kamu mengenali dulu cara kerjanya."

Rindi segera mengangguk tanpa menolak lagi, ia segera berdiri dan mengikuti langkah Dokter itu untuk masuk kedalam mobil.

Saat Rindi berjalan beriringan dengan Dr Fikri, tanpa ia sadari sepasang mata sedang memperhatikannya dari dalam mobil,

Arfan sengaja memperlambat jalan mobilnya, Entah apa yang sedang ia rasakan, ingin menghampiri wanita yang berstatus sebagai istrinya itu, tetapi ia tak mempunyai keberanian, karena ada Elin disampingnya.

Setelah mengantarkan Elin pulang, Arfan kembali meninggalkan kediamannya, karena waktu prakteknya di RS swasta.

Diperjalanan, Arfan tidak langsung ke RS, ia menuju hotel dimana Rindi menginap. Pria itu tampak kacau saat melihat Rindi pergi dengan seorang lelaki.

Setelah sampai didepan kamar hotel, ia tak menemukan sang istri, karena kamarnya masih terkunci, Arfan menanyakan pada resepsionis.

"Maaf, Mbak. Istri saya yang menempati kamar 115, sudah datang belum ya?" Tanya Arfan pada pegawai hotel itu.

"Oh, Ibu Rindi, belum Pak. Tadi keluar sejak pukul sebelas, hingga sekarang belum terlihat kembali ke kamarnya." Jelas wanita itu.

"Apakah ada kunci cadangan?"

"Ada, tapi, Pak?"

"Kenapa Mbak? Saya suaminya. Tidak ada masalah 'kan?"

"Baiklah, Pak, tunggu sebentar saya ambilkan."

Setelah mendapatkan kunci dari pegawai hotel itu, Arfan segera menuju kamar yang di tempati oleh Rindi.

Arfan masih menunggu dengan hati gelisah, kemana dia akan menghubungi sang istri sedangkan wanita itu belum jadi membeli ponsel, Arfan tahu itu, karena belum ada pemberitahuan bahwa Rindi menggunakan kartu kredit yang ia berikan.

"Kemana sih wanita itu? Dasar munafik. Dia bilang tak ingin berbuat dosa tapi nyatanya apa? Awas saja jika dia pulang nanti, aku akan memberinya pelajaran!" Kesal Arfan dengan perasaan kalut.

Pria itu mondar mandir tak jelas dengan hati gelisah, entah kenapa ia begitu parno, apakah dia cemburu? Sudah adakah rasa dihatinya?

Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, tetapi Rindi masih belum kembali, jangan ditanya bagaimana suasana hati Pria itu, Arfan sampai menghubungi pihak RS agar jadwal prakteknya di cancel.

Saat Arfan masih larut dalam pikirannya, terdengar suara pintu terbuka, ia segera menoleh dan mendapati Rindi baru saja pulang.

"Tuan! Sejak kapan disini?" Tanya Rindi cukup kaget mendapati suaminya sudah berada di kamar.

"Kenapa? Kamu kaget? Dari mana kamu?" Arfan mencecar Rindi dengan pertanyaan, dan segera menghampiri wanita itu yang masih mematung.

"Aku, aku dari luar karena be..-"

"Bersama Pria lain, iya?!" Potong Arfan dengan emosi.

"Bu-bukan Tuan, ta-tapi..." Ucap Rindi tertahan karena Arfan sudah melu mat bibir Rindi dengan ganas.

Pria itu menyentuh Rindi penuh gairah, sehingga ia melakukannya sedikit kasar. Arfan meluapkan segala yang sedang tersimpan dalam hatinya.

Rindi hanya bisa pasrah menerima perlakuan sang suami, ia tidak mengerti kenapa Arfan menjadi kasar.

"Apakah dia menyentuh yang ini? Atau yang ini?" Tanya Pria itu sembari menyentuh tubuh sensitif Rindi, merematnnya dengan kuat sehingga wanita itu terkesiap.

"Tuan, apa yang anda katakan?" Rindi mendorong tubuh Arfan sehingga membuat tubuh mereka merenggang.

Arfan menatap Rindi tajam, dengan mata memerah.

Bersambung....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

Arfan mulai cemburu nih

2024-02-20

0

Livyana 171

Livyana 171

Skrng aku yg hrs sabar nih baca nya jgn samoe aku ngeluarin kata2 mutiara ku😔

2023-05-15

2

Sri Wahyuni

Sri Wahyuni

s rindi jg ngmong kya irang gagap az ga ada tegas nya

2023-01-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!