Mudik

Di akhir-akhir ramadhan. Dua hari jelang lebaran, Rindi berbuka puasa di rumah Sania, Sania tidak mengizinkan Rindi untuk pulang, karena hari ini ia sengaja masak banyak untuk berbuka bersama.

Sania juga mengundang kak Risna dan putrinya untuk buka bersama sebelum mudik. Mereka berbuka secara kekeluargaan. Sania yang memang ramah dan baik dia menganggap Rindi dan Risna seperti kakak sendiri.

"Kak, jadi kan, ikut aku mudik?" Tanya Sania di sela makan mereka.

"Iya, kak Rindi jadi ikut 'kan?" Tanya Hanan suami Sania. Walaupun Hanan lebih tua dari Rindi, tetapi karena Nia sudah menganggap Rindi sebagai kakak, maka ia juga ikut memanggil kakak untuk menghormati.

Rindi masih bingung harus menjawab apa. Masih banyak pertimbangan, takut merepotkan pasangan itu, kandungannya juga sudah jalan delapan bulan.

"Udah ikut saja, Rindi, sekalian jalan-jalan, baik untuk ibu hamil agar pikiran tenang dan fresh." Risna memberi dukungan.

Akhirnya Rindi menerima ajakan Sania. Terbesit harapan di dalam hatinya untuk bertemu dengan Pria yang begitu dirindukannya. Walau hanya sekilas secara tak sengaja bertemu. hah, senang sekali rasanya.

"Baiklah, kapan kita berangkatnya?" Tanya Rindi memastikan.

"Besok subuh kita berangkat, Kak. Kakak siap-siap malam ini ya. Karena kita lewat jalan darat maka kita berangkat pagi." Jelas Sania.

"Baiklah kalau begitu."

Setelah selesai berbuka bersama, Rindi dan Risna pamit untuk pulang. Rindi juga harus mempersiapkan segala sesuatunya.

Sesampainya dirumah, Rindi segera mengemas barang-barang yang akan ia bawa. Rindi juga membawa beberapa perlengkapan bayi, untuk jaga-jaga takut bila nanti ia melahirkan secara mendadak.

"Loh, bawa perlengkapan bayi kamu, Rin?" Tanya kak Risna.

"Iya, sedikit, Kak. untuk jaga-jaga saja. Sebenarnya aku takut merepotkan mereka, Kak, kandungan aku sudah besar." Keluh Rindi pada Risna.

"Tidak, pa-pa Rin, mereka itu orang baik, lagian mereka yang mengajak kamu. Kakak Do'akan semoga tak terjadi apa-apa disana."

"Aamiin... Semoga saja ya kak."

Setelah sholat subuh, Rindi segera bersiap. Masih terasa aneh dalam dirinya. Baru kali ini mudik, ke kampung orang lain, Sungguh pengalaman pertama dalam hidupnya.

"Rin, sudah siap? Sania sudah datang menjemput." Panggil kak Risna.

"Iya, sudah, Kak." Rindi membuka pintu kamarnya, Risna segera membantu membawakan barang bawaannya.

"Udah siap Kak?" Tanya Hanan Yang turun dari mobil Pajero sport, yang di kendarai oleh seorang driver sekaligus ajudan. Karena Hanan seorang perwira, maka dia sudah mempunyai ajudan, yaitu dari anggota kepolisian juga.

"Ah, sudah." Jawab Rindi yang segera berpamitan dengan Risna.

Ajudan itu segera mengambil barang bawaan Rindi dan memasukkan kedalam bagasi mobil.

"Sini Kak." Sania mempersilahkan Rindi duduk di kabin belakang disampingnya. "Udah siap semua 'kan, tidak ada lagi yang ketinggalan?" Tanya Nia memastikan.

"Sudah, tidak ada lagi yang ketinggalan. Hai, tampan, ayo sini peluk sama Ante." Rindi mengambil bocah yang berumur delapan bulan itu dari pelukan mamamnya.

"Nanti perut Kak Rindi keram, bocah tersangka ini berat. Iya, kan Dek? Mamamnya banyak sekarang nih, Nte." Ujar Nia menggurauwi anaknya.

"Nggak pa-pa banyak mamamnya, biar tambah pintar dan gembul. Iya, kan Dek." Bocah itu tertawa gemas di dalam dekapan ibu pengasuhnya itu.

Tak terasa waktu berjalan. Kini mereka sudah melewati separuh perjalanan. Mereka hanya berhenti istirahat sejenak untuk melepaskan lelah.

Karena mereka semua puasa jadi nggak ada berhenti di tempat makan. Mereka hanya berhenti di tempat-tempat wisata hanya singgah sesaat. Sayang melewatkan momen indah yang mereka lalui.

"Emang jam berapa kita sampai di kota Medan, Nia?" Tanya Rindi penasaran.

"Kalau yang biasanya, kami sampai malam jam delapan, Kak."

"Wah lumayan jauh juga ya."

"Iya, kalau Kakak capek, Kakak istirahat saja. itu bangkunya di stel saja biar Kakak nyaman. Soalnya kita masih jauh lho Kak. Kalau aku sih sudah terbiasa jadi nggak ngaruh lagi."

Karena cukup lelah duduk terlalu lama, maka Rindi memutuskan untuk istirahat. Dia menyetel bangku dan segera memjamkan mata untuk melepaskan rasa capek. Karena kandungannya yang sudah besar, Rindi mulai merasakan pinggangnya pegal.

Kini mobil Pajero sport itu baru memasuki kota Riau. Rencananya Sania ingin mampir di tempat Abangnya. Tapi karena dikejar waktu, mereka langsung tancap, agar cepat sampai. Mereka juga memikirkan Rindi.

"Abang jadi mudik juga hari ini, nggak, Dek?" Tanya Hanan pada Sania.

"Nggak tahu, katanya sih jadi. Coba aku telpon dulu." Sania menelpon Abangnya yang ada di Pekanbaru itu.

"Halo, Bang, jadi mudik Abang hari ini? Oh, jadi, sama siapa? Nyetir sendiri Abang? Kenapa tidak naik pesawat saja?" Tanya Sania.

"Yaudah, hati-hati, kami udah duluan. Nanti kalau berhenti kami kabari Abang ya. Oke, Assalamualaikum..."

"Gimana? Jadi mudik?" Tanya Hanan.

"Jadi, katanya baru siap-siap, kata Abang kenapa kita nggak mampir, biar bisa berangkat bareng."

"Yah, Adek telat nelponnya."

"Yaudah, nanti kalau kita berhenti kabari Abang, biar kita tunggu disana."

"Oke, 20 menit lagi buka. Kita cari restoran dulu. sembari menunggu Abang kamu." Ujar Hanan.

"Kak, Kak Rindi, bangun. Kita istirahat dulu, bentar lagi masuk waktu berbuka." Sania membangunkan Rindi yang tidur begitu pulas.

"Ya Allah, aku terlalu lelap tidurnya ya. Maaf ya," ujar Rindi tak enak hati.

"Ish, Kakak ini, kenapa harus minta maaf segala, emang siapa yang melarang Kakak tidur. Udah ayo kita turun."

"Ah, iya. Ardan mana?" Tanya Rindi tak melihat bocah kecil itu.

"Sudah dibawa Papanya turun duluan. Ayo Kak."

Setelah memsan meja, Hanan dan ajudannya sudah duduk menunggu. mereka sengaja ambil meja lesehan, agar lebih nyaman selonjoran. Terlebih utama mereka memikirkan Rindi, biar nyaman.

"Ya, Bang? Ah ya, kami di restoran xxx tidak jauh dari pasar Minggu Kandis. Oke, aku pesan sekalian ya buat Abang. Oke, Wa'alaikumsalam..." Sania memutus telpon dari sang kakak.

"Dimana? Masih jauh?" Tanya Hanan.

"Nggak, sudah dekat."

Mereka segera memesan hidangan untuk berbuka puasa. Rindi hanya ikut menu mereka saja. Tidak ingin banyak polah, dia sangat sungkan, tapi harus bagaimana lagi.

"Permisi Aku ke toilet bentar ya, Nia," ujar Rindi kebelet.

"Iya, Kak, mau aku temani nggak?"

"Tidak usah, Nia, aku bisa pergi sendiri."

"Hati-hati ya, Kak, di rasa-rasakan takut lantainya licin." Peringatan Nia yang begitu perhatian.

Setelah Rindi ke toilet. Abang yang di tunggu mereka datang. Pria itu masih celingukan mencari keberadaan sang adik. Rindi dan Hanan yang sudah tahu mereka sengaja mengerjai.

"Bang!" Panggil Nia dengan kubikan.

"Oh, disana?" Pria itu segera menghampiri.

"Ayo duduk sini." Ujar Sania menyuruh Abangnya duduk disisi kanannya.

"Udah disini saja," jawab Pria itu mengambil tempat duduk yang sudah ada pemiliknya.

"Jangan, disitu sudah ada pemiliknya." Sanggah Nia, yang di ikuti patuh oleh sang kakak segera beralih.

Baru keluar dari toilet, Rindi segera menemui pelayan restoran, meminta segelas air hangat untuk berbuka, kebetulan lima menit lagi sudah masuk waktunya.

Wanita itu berjalan menuju mejanya sembari membawa segelas air hangat. Namun, tiba-tiba tubuhnya terasa membatu saat melihat Pria yang duduk disamping Sania.

Praangg!

Gelas ditangan Rindi terlepas begitu saja.

Bersambung.....

Terimakasih banyak atas dukungan para raeder yang Budiman dan baik hati 🙏🤗 Nanti kalo sempat aku update lagi ya🥰

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

apakah Arfan...

2024-02-20

0

Yati Rosmiyati

Yati Rosmiyati

kalau masih berjodoh bertemu lagi tuh🤭

2023-01-10

1

titis irene

titis irene

ketemu nih....

2023-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!