Hamil

Satu bulan lamanya tak ada kabar dari Arfan, Rindi sudah ikhlas menerima segala takdir Allah, mungkin ini yang terbaik. Hati wanita itu sudah mulai menepi, dan telah berdamai dengan keadaan.

Rindi memutuskan untuk meneruskan hidupnya tanpa berharap lagi kehadiran sang suami. Biarlah semua kenangan cinta sesaat itu akan selalu ia simpan rapi didalam hati.

Sore ini Rindi pulang lebih awal karena ia merasa kurang enak badan. Rindi mengambil beberapa obat yang harus ia minum sesuai dengan keluhannya.

Saat wanita itu ingin mengambil Paracetamol yang berdampingan dengan kotak alat uji kehamilan, seketika jantungnya berdegup kencang. Rindi baru menyadari sudah hampir dua bulan ini ia tak di datangi tamu bulanan.

Tidak, itu tidak mungkin. Ini pasti hanya perasaan aku saja. Jangan sampai ya Allah, aku benar-benar tidak siap

Bisik hati Rindi sembari meraih obat tablet itu. Namun, rasa penasaran dan cemas masih bergejolak. Tidak ada salahnya ia mencoba untuk lebih memastikan.

Rindi mengambil satu buah alat tes kehamilan itu, dan menghitungnya di kasir untuk melakukan pembayaran.

"Ciee... Ambil tespeck nih. Kayaknya nggak enak badan karena ingin dapat dedek ni yee." Goda teman Rindi yang profesi sebagai kasir di apotik itu.

"Cuma penasaran aja, mudah-mudahan saja hasilnya negatif," balas Rindi

"Kok begitu, Rin? Kamu dan suami sudah komit untuk menunda kehamilan?" Tanya temannya kembali penasaran.

"Ha? I-iya." Rindi gugup menjawab pertanyaan temannya itu. Masalah yang sedang dialaminya sungguh sulit untuk di ceritakan pada siapapun, maka ia hanya memendamnya sendiri.

Setelah selesai pembayaran, Rindi segera pulang, ia ingin segera mencoba tes itu. Karena rasa penasaran dan cemasnya sangat besar.

Setibanya di kontrakan, Rindi segera menuju kamar mandi, tak lupa membawa tespeck yang telah ia beli tadi. Setelah menampung urine, Rindi terdiam sesaat sebelum mencelupkan benda pipih itu.

Rindi berusaha untuk mengatur nafas, entah kenapa ia merasa sangat cemas saking takutnya Rindi memejamkan matanya saat benda itu ia angkat dari urine.

Dalam hati Rindi berdo'a agar apa yang dia takutkan tidaklah terjadi. Perlahan ia membuka mata dengan jantung berdebar, Rindi menilik garis di benda itu.

Seketika matanya membulat sempurna, benar-benar ekspektasi tak sesuai realita. Garis dua jelas tertera, wanita itu luruh kelantai kamar mandi. Kembali Rindi di terpa cobaan, bagaimana nasipnya hamil tanpa ada suami.

Isak tangis wanita itu masih mendayu-dayu didalam kamar yang sunyi, jiwanya hampa tanpa pegangan. Rindi menyesali kebodohannya sendiri yang tak memikirkan sebab dan akibat.

Padahal Pria itu telah mengantisipasi agar dia meminum obat kontrasepsi, tapi ia terlalu abai dengan peringatan itu. Lihatlah karena kelalaiannya, kini sudah ada malaikat kecil di dalam rahimnya.

Pada siapa ia harus mengadu. Bahkan Pria yang menikahinya itu juga tak menginginkan anak darinya. Rindi benar-benar tidak mengerti bagaimana jalan hidup kedepannya.

"Haaaa.....! Kenapa jadi begini ya Allah? Kenapa cobaan hidupku seakan tak pernah berhenti. Kenapa engkau menitipkan amanahmu padaku yang lemah ini? Aku benar-benar tidak siap ya Rabb!"

Tangis Rindi kembali pecah. Bagaimana ia bisa menjalani kehidupannya dalam keadaan hamil tanpa ada suami. Apa yang akan dia katakan pada semua orang.

Entah berapa lama Rindi menangis dalam kesendirian sehingga rasa lelah dan kantuk membuatnya terlelap diatas lantai yang dingin itu.

***

Disebuah ruangan seorang Pria yang baru beberapa hari sadar dari komanya, tampak melamun di tengah malam buta. Entah apa yang sedang dia pikirkan, sedangkan sang istri selalu setia berada di sisinya.

Arfan ingin sekali menghubungi Rindi. Ya, ternyata Pria itu sedang merindukan istri simpanannya itu. Sungguh ia sedang dilema, rasa bersalah karena pergi tanpa kabar.

Arfan menatap kondisi tubuhnya yang sudah tak sempurna lagi. Pasca kecelakaan itu, ia mengalami cidera di kedua kakinya sehingga menyebabkan lumpuh.

Tetapi dokter mengatakan masih ada kemungkinan untuk bisa berjalan kembali asalkan Arfan mempunyai semangat dan usaha yang gigih.

"Mas, kok nggak tidur?" Tanya Elin menyentuh bahu Arfan dengan lembut.

"Ah, belum ngantuk, Dek, kamu tidurlah." Arfan mengusap kepala Elin dengan lembut.

Karena lelah dan capek, Elin kembali merebah untuk menjemput kedamaian di alam mimpi. Sementara itu Arfan masih mengotak Atik ponselnya yang baru.

Tetapi semuanya buntu, ia tak mendapatkan petunjuk apapun, kecelakaan itu telah menghancurkan segalanya. Dari mulai tubuhnya hingga semua barang-barang bawaannya, laptop, ponsel, semua remuk.

Arfan yang mengalami koma terbilang cukup lama. Ia tidak tahu dimana benda-benda penting miliknya itu, untuk mencari kontak Rindi.

Lama Pria itu termenung dengan pikiran berpusat pada wanita yang kini juga telah mempunyai tempat tersendiri di dalam qalbunya.

Tak bisa di tampik walaupun dirinya selalu mengatakan tak ingin melibatkan hati dalam pernikahan itu, tetapi siapa yang bisa menyangkal bila hati itu sendiri yang sudah bermain disana.

Rindi maafkan aku, maaf jika aku tak memberimu kabar saat aku pergi. Tapi percayalah aku tidak bermaksud meninggalkan kamu begitu saja, semua serba terdesak. Aku harap kamu baik-baik saja disana. Aku berjanji akan menemuimu kembali setelah aku pulih.

Pria itu bergumam sendiri dalam hati. Arfan menatap Elin yang sudah terlelap begitu damai. Perlahan ia mengusap pipinya. Sungguh hatinya merasa bersalah pada kedua wanita yang sama-sama berstatus Istrinya itu.

Ternyata semua tak seperti yang ia bayangkan, sungguh berpoligami tidaklah mudah untuk bersikap adil, nyatanya sekarang ia menyakiti perasaan istri keduanya, sementara itu ia akan terus berbohong agar istri pertamanya tetap bahagia berada di sampingnya.

Arfan hanya berharap cepat pulih dan bisa sembuh kembali, ia berjanji akan jujur dengan segalanya. Semoga Elin bisa legowo menerima kehadiran Rindi. Entah kenapa Arfan juga tak rela melepas Rindi, tentu saja jawabannya adalah tentang cinta.

Subuh di tengah kumandang adzan, Rindi terbangun, merasakan tubuhnya kedinginan dan menggigil ia segera beranjak dan naik keatas tempat tidur mencari kehangatan di dalam kain tebal yang ada di ranjangnya.

Setelah cukup mencari kehangatan di dalam selimut itu, Rindi segera bangkit menuju kamar mandi, ia segera mengambil wudhu, matanya yang sembab masih menyisakan rasa perih saat terkena air.

Rindi menunaikan shalat subuh dua rakaat, didalam Sujud terakhir, ia memohon petunjuk dan Do'a kepada Allah yang pemilik jiwa dan raganya.

Ya Allah, Tuhanku. Sekiranya aku adalah wanita yang Engkau pilih untuk menerima cobaan berat ini. Maka, aku mohon ya Rabb, jangan Engkau tinggalkan aku seorang diri. Engkau pasti tahu betapa aku lelah melewati semuanya. Aku percaya tiada satupun Do'a-do'aku yang terlewatkan untuk Engkau dengar. Ya Allah, jika aku mulai kehilangan arah, tolong tuntun hatiku untuk kembali, jika aku ingin menyerah tolong beri aku kekuatan. Karena jika bukan karena kepadaMu, kepada siapa lagi aku harus meminta dan mengadu.

Bersambung....

NB. Maaf ya, masih banyak mengandung bawang, karena novel ini khusus cerita sedih konflik hati😔

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

nah kan Arfan juga mulai ada perasaan ni.... entah apa perasaan saat tau kalau Rindi hamil anaknya

2024-02-20

0

Susana

Susana

Untaian doa yang luar biasa' indah. Semangat, Rindi!😍😍😍

2023-07-04

0

Livyana 171

Livyana 171

Ya sdhlah emng kamu yg salah rin..krn abai dgn peringatan suami siri mu😔

2023-05-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!