Dilihat dari sudut pandang mana pun jelas tidak mungkin dia menyukai lelaki pengecut seperti diriku.
^^^—Liam.^^^
..._______________________...
...S a l a h...
...______________________...
...____________...
..._____...
..._...
Aku tidak tahu kalau kami sekelas, gadis bernama Rea dan temannya itu.
Mereka tampak bersinar, terlebih lagi Rea—gadis dengan surai rambut hitam yang selalu dikuncir asal. Gadis itu terbilang murah senyum dia cocok berteman dengan siapa saja, berbanding terbalik dengan diriku yang suram ini.
Mungkin karena ruang lingkup ku yang sempit, makanya aku tidak pernah menyadari keberadaan sosok tersebut. Selain dari pada Tian; si tukang bully—aku bahkan tidak dapat mengingat para makhluk yang sekarang bernotabe sebagai teman sekelas ku.
Argh! Abaikan, aku harus membuat semacam perayaan karena Tian tidak dapat berhadir di-kelas. Hanya beberapa dari anteknya saja yang menggangguku hari ini dan itu tidak sampai membuat lebam baru diwajah atau tubuhku. Benar-benar luar biasa, begitu damai; seandainya hari seperti ini terus berlanjut hingga aku lulus nanti meski sayang itu terdengar mustahil.
Bukan karena aku pernah menyinggung bajingan itu, hanya saja dia memang tak waras dari awal. Tanpa alasan yang jelas menargetkan diriku untuk dijadikan bahan bully-an berkedok candaan. Ya karena aku terlihat sangat lemah dan mudah diperdaya. Bahkan para guru menganggap ku sebagai lelucon dan memilih menutup mata ketika melihat diriku dipukuli tak jauh dari area gedung sekolah.
Makanya aku menyerah untuk mengadukan mereka, tak akan ada yang mau mendengar jeritan dari seorang badut penghibur jalanan.
Bugh~
"Ah! Maaf..." Aku sedikit tersentak; lamunan ku buyar, tiga detik barusan punggung seorang gadis menyenggol sedikit ujung dari meja ku.
Ku toleh cepat kearah sang pelaku.
Sejak kapan Rea berada diarea belakang kelas, terlebih lagi berdekatan dengan tempat duduk ku. Ragu, aku menyahuti pelan—layaknya seorang pengecut seperti biasanya.
"Tak... apa..." ya meski ku tahu gadis itu tidak akan sudi mendengarkannya, terbukti; tanpa harus menunggu balasan dari bibirku dia sudah beranjak pergi berbaur kembali dengan teman-temannya.
Berbincang ria yang bahkan aku sendiri tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan.
Sekilas melihat—wujud Rea benar-benar sangat cantik aku malah jadi teringat percakapan semalam, antara diriku dan sepupu binal ku.
"Mungkinkah dia menyukaimu?!" begitu katanya, bodoh persepsi macam apa itu? Sedetik setelah Fian mengucapkan omong kosong tersebut aku langsung menyangkalnya.
"Mustahil!"
Tidak mungkin ada perempuan waras yang menyukai pecundang seperti ini. Kau sendiri bahkan sering mengejek tentang betapa lemahnya diriku Fian. Datang dari mana argumentasi sepihak itu? Hanya karena orang memberi sebuah pertolongan yang tidak seberapa, kita bisa langsung menyimpulkan kalau orang tersebut menyukai kita?
Tch!
Bodoh.
"Terus, untuk apa dia memberikan sapu tangan dan menyebut dirimu lucu?"
Tentu karena kasihan. Tidak perlu ditelaah lebih jauh itu sudah terlihat sangat jelas!
Makhluk secantik dewi yang ada di kayangan tak akan mungkin tertarik dengan seorang pecundang.
...***...
"ARGGH!"
Bugh!
Panas! Sakit, rasanya sarapan ku pagi ini bisa saja keluar jika dia terus menendang perutku. Sial! Pagi ini aku benar-benar sial. Bagaimana bisa aku malah berpapasan dengan sosok Tian, bajingan tukang bully itu—dia tak akan melepaskanku dengan mudah sebelum dia merasa puas. Padahal kemarin adalah hari yang damai, siapa sangka dihari berikutnya malah kembali berubah menjadi neraka.
Tapi?
Bukankah masih terlalu pagi, untuk apa bajingan gila itu berkeliaran di sekolah sepagi ini?! Ku pikir aku dapat menikmati waktu sendiri di kelas sambil mempersiapkan mental sebelum dipukuli ternyata tidak.
Andai saja paman tidak menjadi waliku, aku tak akan sudi melanjutkan pendidikan; aku lebih memilih bekerja entah sebagai apa di jalanan dari pada sekolah.
PERSETAN!
Tik—!
Eh?
Benda apa ini?
Baunya pesing.
Cepat-cepat aku menilik, melontarkan tatapan tak percaya kearah lelaki itu.
Dia tertawa kencang, menghisap rokok ditangan sambil menunjukkan aset pribadinya yang banyak mengeluarkan cairan tepat diatas kepala ku.
Bisa-bisanya dia memperlakukan seseorang seperti sebuah tempat pembuangan.
Toilet pribadi?
Bahkan setelah melakukan hal biadab yang membuatku tak bisa berkata-kata saking shock-nya, bajingan gila itu bahkan kembali menendang perut ku sebelum dia pergi karena benar-benar sudah merasa sangat puas.
Tian.
Aku mengharapkan kematian paling mengerikan untuk mu.
.
.
.
.
.
"Tch!" Aku tidak berani kembali ke-kelas lagi, tadi saja banyak yang tertawa hingga mengeluh akan aroma tubuh ku. Salahkan bajingan gila bernama Tian, berkat air sisa pembuangan tubuhnya aku jadi mendapatkan feromon unik seperti ini.
Bahkan Rea tampak terganggu, padahal jarak duduk gadis itu cukup jauh dari pada tempat duduk ku. Aku jadi merasa sedikit tidak enak, entah sejak kapan aku mulai memperhatikan cara pandang Rea—hanya saja aku tak ingin memperlihatkan secara langsung penampakan menyedihkan diriku yang sedang dibully.
"Coba gunakan ini..."
Deg!
Aku tersentak.
Tiba-tiba saja ada sebuah tangan kecil yang sangat putih menyodorkan sesuatu padaku. Aku cukup yakin tidak ada seorangpun sebelumnya di area ini—karena jaraknya cukup jauh dari gedung utama sekolah. Tapi tunggu?
Rea?
"A-aps???!" Sial! Kenapa aku malah jadi gagap.
Apa yang dia lakukan disini!
Seperti biasa, dia tidak terlalu peduli dengan jenis respon apa yang aku tunjukan. Gadis tersebut lebih memilih menarik tanganku, menyodorkan sebotol kecil benda bertulisan sampo.
"Aku mengikuti mu tadi," terangnya, ramah.
"Dan aku tidak sengaja melihat kejadian yang menimpa mu pagi ini."
"Hah?"
APA!
Wajahku lantas memerah, melotot tak percaya membayangkan sosok Rea yang melihat adegan menyedihkan diriku; disiram dengan air beraroma pesing.
Aku menunduk malu. Menggertakan gigi dengan perasaan yang kalut.
"Bisa-bisanya dia berperilaku seperti itu!" tiba-tiba saja terdengar suara mendengus Rea. Lantas aku kembali mendongak, menyetujui pendapat yang gadis itu lontarkan meski hanya lewat hati saja.
Dia bukan manusia! Tapi binatang.
Melihat ketidaksukaan gadis ini terhadap bajingan bernama Tian berhasil membuat hatiku sedikit merasa senang. Ku pikir tak ada lagi manusia yang dapat melihat perilaku keji Tian.
Ternyata masih ada.
Dan itu adalah Rea.
Entah bagaimana— rasanya luar biasa bahagia (?)
"Gunakan ini dan pastikan keramas dengan baik supaya baunya menghilang." ucap Rea cepat lalu beranjak pergi dari sana.
Aku mengangguk. Melihat dia berpaling lalu menantap pinggul Rea yang berlenggang pergi menjauhi diriku. Sial. Degup jantung ini semakin menggila.
Apa begini rasanya jatuh dalam pesona milik seseorang?
Fian, sepupumu jatuh cinta pada pandangan pertama.
Deg!
"Rea..."
Ku rasa kami mungkin punya banyak kecocokan, satu dan lainnya.
...***...
...T B C...
...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa like, vote, dan comments...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments