Kedua manik mataku bergetar; tak percaya. Tanpa sadar, aku melangkah masuk ke kamar tersebut. Meski dalam keadaan remang aku masih dapat melihat dengan jelas isi dari ruangan itu.
Penyesalan tiba-tiba saja muncul, sisi lain diriku mengharapkan kalau aku tidak membuat keputusan untuk masuk kedalam sini tapi sisi lainnya aku merasa bersyukur karena sudah mengetahui—apa yang rada dibalik pintu kamar tersebut.
Sesuatu tak terduga, yang mungkin saja sebagian orang akan beranggapan kalau ini sedikit menjijikan.
Sungguh.
"Apa-apa... an ini?" gumamku pelan, nyaris tanpa suara.
...____________________...
...D i b a l i k - P i n t u...
...____________________...
...___________...
...____...
..._...
Ku seka helaian rambut dengan sela jari tangan, hela napas gusar terdengar. Ingin tahu apa yang baru saja ku temukan? Sesuatu yang bisa dikatakan sebagai jawaban.
Didalam ruangan tersebut, lebih kearah dindin serta langit-langit kamar tepatnya—banyak terpampang jelas gambar-gambar berupa foto yang mana diriku 'lah yang menjadi model utamanya.
Glek!
Aku tidak tahu kalau Liam punya obsesi semacam ini. Ku edarkan pandangan liar, dari satu sudut kesudut lainnya. Fakta lain yang ku temukan adalah, tidak semua foto disana ku ketahui waktu pemotretannya. Atau aku tidak yakin kalau aku pernah bilang ingin dipotret.
"Bukannya ini dibalkon apartemen ku?" gumamku tanpa sadar sambil menarik satu foto dengan kesan familiar disana. Iya! Ini benar-benar balkon apartement milikku.
Aku ingat, saat itu diriku belum bertemu dengan sosok Liam. Tepat sebelum lelaki itu memperkenalkan diri sebagai dosen di kampus tempat ku belajar.
Bagaimana bisa dia memiliki foto-foto tersebut? Bahkan ada yang—?!
DEGH!
Ah~
Aku marah, sekaligus kesal. Dengan cepat tanganku terangkat, menarik brutal foto berisi gambar tentang diriku yang sedang berganti pakaian didalam kamar mandi.
Selain dari itu, sisa foto yang berada disana puluhan? Atau bahkan ratusan hingga berserakan diatas lantai menampilkan wajahku ketika muda. Bagaimana aku bisa seyakin itu?
Mungkin karena aku tahu kalau Liam sungguh-sungguh mencintai diriku.
Heh!
Cinta?
"Apa begini bentuk dari sebuah cinta?"
Kenapa dimataku saat ini Liam lebih mirip seperti seorang? PENGUNTIT!
Benarkah kami dulu itu adalah pasangan kekasih?
Ini mencurigakan.
Rangkaian kata yang pernah Vioner ucapkan soal Liam yang merupakan sosok berbahaya mulai terdengar masuk akal.
Kami memang pasangan kekasih, tapi kalau boleh jujur—aku sebenarnya tidak merasakan sesuatu semacam stimulus yang dapat membuat ku ingat akan dirinya.
Liam? Liam?! LIAM!
"Benarkah kami dulunya pasangan kekasih?"
Firasatku tidak enak. Semakin aku menggali informasi, rasanya semakin aku jatuh kedalam lubang tanpa dasar.
Ibarat pasir hisap. Ini berbahaya.
Detak jantung ku mulai terdengar kacau, memacu kuat layaknya pacuan kuda. Aku harus pergi dari sini.
Ya! Ku rasa lebih baik pergi dari sini sebelum aku ketahuan—!
DEGH!
"Apa yang kau lakukan sayang? Di studio milikku?"
Dengan mata melotot serta wajah horor, aku menilik dari balik ekor mata. Seseorang baru saja berbisik tepat di dekat daun telinga hingga menimbulkan sensasi menggelitik.
Sepasang tanpa menyelinap, masuk diantara pinggang hingga berakhir memelukku dari belakang. Ibarat kata seperti patung, aku benar-benar dibuat membeku seketika.
Ini tidak lucu, tak mungkin aku berdalih salah masuk kamar padahal jelas-jelas aku bilang 'meminjam kamar sebelah' untuk tidur.
Liam meletakkan dagunya diatas bahu ku, dia menunggu jawaban masuk akal yang dapat ku jadikan sebagai pembelaan atas diriku.
ARGH!!
Pikirkan sesuatu Rea! SESUATU!
Sial! Ini lama-lama membuatku takut. Sungguh!
"Ah~ kau merobeknya sayang? Padahal itu favorit ku?" ucap Liam kemudian, aku mengikuti arah pandang lelaki itu.
Beberapa foto tidak senonoh diriku yang sudah ku robek berserakan diatas lantai. Apa yang baru saja dia ucapkan? Favorit?
Dia menyebut foto yang diambil tanpa izin ini sebagai benda kesukaannya? Sungguh?
Aku tak habis pikir. Karena dirundung oleh perasaan tidak nyaman serta gelisah aku mengempaskan pelukan tangan milik Liam yang membelenggu perutku.
Segudang pertanyaan menumpuk didalam benak tapi sayang saking banyaknya membuatku tidak bisa memilih salah satu untuk ditanyakan. Seperti mengharap kalau Liam sendiri 'lah yang menjelaskan langsung kepada diriku.
Setidaknya aku tidak akan mengalami kekecewaan berat nantinya.
Katakan sesuatu, bilang kalau kau melakukan ini semata-mata karena kau mencintaiku! Atau apapun itu?! Terserah ingin mengucapkan sanggahan jenis apapun. Asalkan bukan sesuatu yang dapat menghancurkan mental ku terhadap dirimu.
Tapi kenapa kau tidak mengucapkan barang sepatah kata untuk ku Liam?
"Kau tahu, bukannya ini merupakan tindakan yang melanggar hukum?" ungkap ku. Menunjuk rentetan foto yang terpajang manis diseluruh celah ruangan yang ada.
Liam bergeming.
Jantungku berdegub semakin heboh. Sial, aku kesal! Kesal dengan bajingan yang berdiri didepanku. Dia memiliki mulut tapi hanya dijadikan pajangan.
Argh! Menyebalkan.
Kepercayaan yang perlahan ku bangun mulai runtuh kembali. Rasanya seperti dikhianati.
"Ini namanya penguntit-an..." sambungku yang sama seperti sebelumnya; tidak mendapat jawaban dari arah mulut Liam.
Lebih baik aku pergi dari sini.
Dia terlalu menatapku dengan pandangan sayu. Berhasil membuat buku kuduk ku berdiri, ini menakutkan. Seperti berhadapan dengan psychopath.
"Mau kemana sayang?"
Baru saja aku ingin melewati sosok tersebut, lengannya terangkat—menahan pergerakan diriku sambil buka suara. Menanyakan ingin kemana gerangan diriku pergi, meninggalkan dirinya.
"Bukan urusan mu!" dengus ku kesal. Aku benci pembohong, untuk apa dia melakukan ini semua?
Huh!
Persetanlah soal alasan! Ini jelas sebuah tindakan kriminal, menguntit seseorang lalu menjebaknya dalam suatu hubungan.
Bajingan.
Dia bajingan!
"Lepaskan!" Aku mencoba menarik kembali tangan yang sudah berada didalam cengkeraman miliknya tapi tak bisa. Semakin aku berusaha semakin terasa kalau genggaman itu menjadi kuat.
Tanpa sadar aku mendesis. Sial!
"LEPASKAN KU BILANG!" Karena tidak tahan aku pun berteriak, berharap kau Liam mendengarkan hal tersebut dan melepaskan cekalan tangannya.
"Tidak," sahut Liam yang membuat sudut bibirku berkedut dengan jengkel. Itu bukan jawaban yang aku inginkan, sungguh.
Dengan ekspresi meradang, aku mencoba kami usahaku agar bisa terlepas.
Ya Tuhan! Apa yang lelaki ini inginkan dari ku?!
"Argh!" aku meringis. SAKIT!
Mungkin karena melihat kedua manik ku berkaca-kaca, Liam mulai melonggarkan cekalan tangannya. Melihat peluang tersebut aku langsung mengambilnya.
Plask!
Menepis kuat kembali tangan Liam yang mencoba menggenggam diriku lagi.
Tanpa menoleh, aku beranjak pergi dari sana. Seingatku aku masih punya beberapa lembar uang dan itu cukup untuk melakukan panggilan lewat telepon umum nantinya.
Mari hubungi Fian supaya dia bisa datang menjemputku dari sini.
Tapi karena keputusan mendadak tersebut aku tidak mengira kalau Liam akan melakukan sesuatu yang bisa dikatakan diluar nalar.
Bahkan aku tidak mempercayainya, sampai aku merasakan sensasi sakit luar biasa yang mengenai bagian belakang dari kepala.
BUGH!!!!
Aku terjatuh, beberapa detik sebelum kegelapan menguasai seluruh kesadaran milikku.
Bajingan! APA YANG KAU LAKUKAN?!
...***...
...T b c...
...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....
...Terima kasih,...
...ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments