Tak pernah terbayangkan olehku; rasa dari sebuah pengkhianatan.
^^^Point of view Rea—selesai.^^^
...____________________...
...P e r m a i n a n...
...____________________...
...__________...
...____...
..._...
"HAHAHAHA!" gelak tawa Fian memenuhi gendang telinga. Apa yang terjadi? Kenapa sahabatnya itu malah menertawakan Rea dengan nada begitu rendah?
Tap~
Tap~
Tap~
Fian lalu berjalan, mendekat sedekat mungkin hingga berada tepat disamping tubuh Liam. Tak disangka-sangka, wanita tersebut malah mendekap lengan dari lelaki itu. Begitu manja sampai-sampai membuat Rea merasa jijik melihatnya. Dia sadar, Rea sadar—sesuatu yang tak beres tengah terjadi. Meski sebenarnya dia sendiri tidak mengerti, situasi apa ini?
Terlalu banyak puzzle kosong dimana-mana; mengambang dengan liarnya.
Rasa sakit bahkan tidak sebanding dengan perasaan terkejut. Rea mengulum bibirnya, dengan wajah tak percaya wanita tersebut menunggu—kalimat yang mungkin saja akan keluar dari celah bibir sang sahabat.
Tolong, jelaskan sesuatu!
Jangan membuatku berpikir, kau sengaja menciptakan situasi ini untuk menjebakku.
Fian.
"Bukannya sudah cukup untuk mu bermain-main Liam?"
DEG!
Dia bergumam, menantap sejenak manik mata Rea sebelum memilih menoleh kearah lelaki disampingnya.
Liam tampak berpikir; lelaki tersebut mengangkat sebelah alis diwajahnya lalu menjawab.
"Kau benar sepupuku—" dengan kalimat menggantung. Seperti mendapatkan sambaran petir disiang bolong, Rea berhasil dibuat jantungan saat mendengar kalimat 'sepupu ku' meluncur mulus dari bibir lelaki bernama Liam tersebut.
"—waktunya menjemput si nakal ini lalu mengurungnya."
.
.
.
.
.
Kelopak mata Rea terasa berat, hal ini membuat wanita tersebut enggan membukanya. Rea tahu—ketika dia memilih untuk membuka kedua kelopak mata; hanya akan terlihat bayangan cantik berbalut gaun pengantin putih dengan riasan wajah begitu indah yang akan menyambutnya.
"Tersenyumlah Rea—kau akan menikahi sepupuku!" seseorang terdengar mengeluh, dia menyuruh para perias dan penata busana untuk keluar dari sana jika tugas mereka telah selesai.
Pontang-panting, derap langkah terburu-buru masuk kedalam indra pendengaran milik Rea. Bersamaan dengan hal tersebut, dia memilih membuka perlahan kedua kelopak matanya lalu melirik kecil dari balik ekor mata tepat kearah sosok Fian.
Wanita cantik tersebut menggunakan pakaian senada dengan warna gaun pengantin, dia akan menjadi pengiring mempelai wanita nanti. Fian tersenyum, memeluk tubuh Rea dari belakang sambil membisikkan kalimat penuh nada senang.
"Akhirnya~ kalian akan bersama..."
Rea tidak mengerti, dia ingin menangis.
Hidup dalam ketidaktahuan lalu dipermainkan. Apa yang kalian inginkan?
"Beri aku keponakan!" Fian menegur, meski nada suaranya terdengar canda tapi ada sedikit keseriusan di akhir kalimatnya.
Hal itu membuat Rea mengalihkan pandangan, dia menunduk. Otak wanita tersebut lelah, tak ingin berpikir—apapun itu PERSETAN!
"Kasihan, kau pasti kebingungan sahabatku..." entah apa maksudnya. Fian terdengar menyindir, wanita tersebut meletakkan dagu pada bahu terbuka milik Rea. Ini membuat si empunya tubuh kembali menaruh minat—dia menantap pantulan diri bersama Fian yang berada didalam cermin seukuran badan.
"Aku yakin, banyak informasi yang tersimpan didalam kepala mu... tapi semua itu pasti bertabrakan. Bukannya menjadi satu kesatuan malah hanya menghadirkan tanda tanya yang lebih besar. Benar begitu?"
Dia tahu.
Fian tampak bermain-main dengan anak rambut dibelakang tengkuk Rea. Seperti anak-anak, wanita tersebut meniup kecil surai itu—meninggalkan jejak geli diarea sana.
"Semua yang kau dapatkan tidaklah salah, tapi tidak sepenuhnya benar."
Menarik.
"Bi-bisa jelaskan?" Rea bertanya, suaranya terdengar serak. Sudah lama wanita tersebut tidak membuka mulut untuk bicara. Fian menarik kecil sudut bibir diwajahnya, dia merasa senang mendengar Rea menyuarakan sesuatu. Setelah dikurung hampir 5 bulan—wanita bernotabe sang sahabat ini benar-benar mengunci rapat dirinya. Tidak ingin disentuh, tak ingin juga bicara tepat seperti boneka.
"Apa yang kau dengar dari jala*ng itu benar, Liam—sepupu bodohku itu jatuh cinta padamu. Hingga nyaris membuatnya gila," Fian mulai bercerita, kisah lama yang sangat sulit untuk dia lupakan.
Wanita cantik tersebut bahkan mengingat dengan baik, wujud menyedihkan dari sang sepupu.
"Kenapa kau membuat Liam menjadi rusak Rea? Seharusnya kau tidak menunjukan sedikit belas kasihan mu pada sepupuku itu."
Rea terdiam, dia benar-benar menjadi pendengar.
"Seharusnya kau tidak mengejek cinta yang Liam berikan, lalu menunjukan kemesraan aneh antara dirimu dan bajingan bernama Tian itu. Karena hal bodoh Liam malah berubah, dia menjadi brutal dan ingin menggenggam mu. Apa yang kau dengar soal penganiaya serta penculikan itu benar. Kecuali bagian pembunuhan—"
Fian menjeda kalimatnya.
"Dia tidak sengaja membakar Tian karena lelaki tersebut terus mengejek dirimu. Lac*ur, jala*ng dan lain sebagainya. Tak heran, karena Liam benar-benar mencintai—dia malah termakan emosi. Tapi percayalah, Liam hanya pernah membunuh satu kali dan itu demi melindungimu dari bajingan tak pantas bernama Tian itu."
Untuk apa informasi tak berguna tersebut? Tidak mengubah fakta kalau Liam sendiri adalah sosok yang berbahaya. Dia psychopath.
Jadi maksudmu, karena mencintai Rea terlalu dalam—dia malah bertindak serakah dan ingin melenyapkan semua sampah yang menurutnya dapat membahayakan?
Konyol, itu bukan cinta. Hanya obsesi semata.
"Tapi kau malah memergoki Liam, meski sedikit terlambat—setidaknya bajingan itu mati. Lalu kalian bertengkar, ah! Maksudku kau dengan Liam. Kau berhasil melukai tubuh sepupuku dan kemudian kabur, mendekati hari kelulusan kau malah berhasil membuat Liam semakin depresi karena kau malah menghilang sepenuhnya."
Bisa berhenti menggunakan bahasa rumit? Rea ingin menjerit, kau, Vioner ataupun Liam—semuanya sama saja selalu bicara dengan kata-kata yang sulit. Seakan-akan Rea mengerti, asal kalian tahu; wanita tersebut tidak memiliki ingatan atau kepribadian masa lalu yang kalian maksud itu. Jadi percuma, informasi tambahan ini hanya semakin membuatnya bingung.
"Meski tidak terlalu lama, keberadaan mu sudah ditemukan tapi kau malah mengalami sebuah insiden kecelakaan. Hal itu yang membuat benda ini—" Fian menujung kepala Rea.
"Jadi kehilangan semuanya."
Wanita itu kemudian terkekeh. Dia semakin nyaman memeluk tubuh Rea, yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari keluarga besar miliknya.
"Kabar ini sampai kedalam telinga sepupu dunguku itu, lalu dia membuat skenario baru supaya bisa memulai hubungan yang berbeda antara dirimu dan dirinya. Singkat cerita Liam ingin membuat kau jatuh cinta, meski rencananya kacau—" lagi-lagi Fian menggantungkan ucapannya.
"Kau tahu? Manfaat dari kegunaanku disini sebagai apa?" dia malah melenceng. Walau berantakan, setidaknya Rea masih bisa menyusun sedikit demi sedikit potongan puzzle yang ia dapatkan.
Wanita tersebut menelan saliva kasar, dia menunggu Fian—wanita dibelakang sana untuk kembali melanjutkan kalimat miliknya.
"Sebagai pengawas dari seluruh pergerakan yang kau lakukan Rea. Memastikan wanita nakal yang sebentar lagi akan menjadi keluarga ku ini masuk kedalam perangkap."
Ah~
Jadi begitu?
Rea, kau benar-benar telah dipermainkan. Haha!
...***...
...T b c...
...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa like, vote, dan comments jika kalian suka...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments