Curiga

"Bolehkah aku pergi keluar sebentar Liam?"

Dia menoleh, wajahnya tampak jengah. Ada sesuatu yang membuat lelaki tersebut kesal. Perlu jeda waktu beberapa detik sebelum Liam menjawab pertanyaan milikku.

"Untuk apa?" sahutnya, bukan memberi sesuatu yang ku inginkan tapi malah melempar balik sebuah pertanyaan.

Entah kenapa, tingkah laku Liam membuatku tak nyaman. Tapi demi sebuah kebenaran, ku rasa aku perlu keluar dari sini untuk mencari tahu.

Andai saja Liam pergi keluar mengurus pekerjaannya sama seperti hari-hari sebelumnya, aku yakin; pergerakan ku pasti bisa lebih leluasa.

Celah bibirnya kembali terbuka, menunggu-nunggu apa yang ingin lelaki itu ucapkan.

"Kau keluar karena ingin menemui jala*ng itu 'kan?" sarkasnya, pedas. Aku menahan napas—bukan karena takut tapi melainkan karena rasa terkejut yang luar biasa.

Sial! Keringat dingin tanpa sadar menetes diarea tengkuk bagian belakang leherku.

Glek!

Saliva ditelan kasar. Dari mana dia tahu? Kalau aku ingin bertemu dengan Vioner? Padahal aku sangat yakin tidak pernah bercerita pada siapapun termasuk Liam.

Tidak pernah!

...__________________...

...C u r i g a...

...__________________...

..._________...

...____...

..._...

"Hah~" napas panjang terdengar dari arah mulutku sendiri. Bosan menatap pemandangan luar, aku pun berbalik. Bersandar tepat dipembatas balkon milik kamar lelaki bernama Liam ini, terlihat dari kejauhan sosok lelaki tersebut tampak sibuk melakukan sesuatu.

Banyak tumpukan kertas disekeliling lelaki itu.

Dia masih mengurus pekerjaan rupanya. Kenapa tidak kau lakukan diluar saja? Entah kenapa hari ini kehadiran Liam benar-benar membuatku tak nyaman. Ditambah kejadian pagi tadi, dia melarangku untuk keluar lalu mengawasi ku sembari melakukan pekerjaan miliknya. Mengawasi? Sebenarnya bukan begitu, hanya saja—terlihat dari gelagat yang iya lakukan sampai sekarang. Jelas-jelas aku merasa kalau Liam tengah mengawasi pergerakanku.

Bahkan aku belum mendapatkan jawaban soal pertanyaan miliknya; ini tentang 'tahu dari mana Liam kalau aku menghubungi Vioner' wanita yang selalu lelaki itu sebut sebagai jala*ng.

Ironis.

Apa begini rasanya terkurung? Tidak! Maksudku, biasanya aku juga tidak pernah pergi keluar. Paling-paling hanya sampai ke-lantai bawah atau berjalan-jalan di taman sekitar sana lalu kemudian kembali, itu pun jarang. Kebanyakan waktu yang habiskan berada didalam apartement milik si empunya nama Liam.

Tapi karena beberapa alasan kali ini aku merasa terkurung, pertama; Liam yang melarangku bergerak seincipun keluar dari apartement dan yang kedua sosok tersebut memilih tetap disini seolah tengah mengawasi diriku.

Sungguh! Tingkahnya terlalu berlebihan.

Tiap kali aku mendekati telepon rumah, dia selalu melirik—melihat siapa yang ingin ku hubungi. Hal ini membuatku tidak bisa menghubungi kembali sosok Vioner.

Percakapan terakhir yang kami lakukan terlalu sulit untuk aku cerna. Apa maksudnya?

Aku mencoba mengingat-ingat kambali apa yang wanita itu katakan.

Dengar Rea. Dia memintaku memperhatikan setiap kalimat yang akan dia ucapkan.

Kereta kuda akan berubah menjadi labu tepat pukul 12 malam, ini dongeng lama tentang seorang wanita yang diberikan sepatu kaca oleh ibu peri; agar dia bisa menjadi sang putri dalam semalam lalu menghadiri pesta dansa kerajaan dimana dia akan bertemu dengan pasangan takdirnya. Sang pangeran.

Batas waktu wanita tersebut adalah pukul 12 malam, jika dia terlambat pergi dari sana maka semua sihir yang ibu peri berikan akan menghilang.

Bersama dentingan lonceng jam yang terdengar? Dentingan jam mengacu sebagai sinyal untuk wanita itu pergi dari pesta kerajaan lalu kembali ke-rumah sesuai dengan perjanjian.

Sisanya berisi tentang pencarian sang pangeran.

"Ishhh!" tidak ada satu kalimatpun yang dapat ku mengerti. Penafsiran ini sia-sia, tidak berguna!

Karena melihat diriku berpikir terlalu keras, Liam tampak tertarik. Lelaki tersebut mulai menegurku.

"Apa yang membuatmu mengerutkan alis sayang?"

Aku meringis, menegakkan tubuh lalu menjauh dari area balkon sana. Sambil menggeleng ku coba bergumam—memberitahukan pada Liam kalau aku baik-baik saja.

"Hanya sedikit pusing..."

"Benarkah?" beo lelaki itu. Lagi-lagi ku berikan anggukan mantap.

"Ingin istirahat disini?" tanya Liam kemudian. Aku melihat sekitar, sosok tersebut nyaris ditimbun oleh berkas tepat diatas ranjang. Jika aku berbaring disana, bukannya merasa rileks aku malah semakin tertekan. Ditambah, bukannya itu mengganggu? Hanya memperlambat pekerjaan Liam saja.

"Tidak..." sahutku.

Apa perlu aku tidur-tiduran di ruang tamu? Oh! Atau bagaimana dengan kamar kosong lainnya?!

Beberapa ada yang terkunci.

"Boleh aku menggunakan kamar sebelah Liam?" spontan aku bertanya. Setelah sekitar 5 detik berpikir, dia tampak terdiam. Mungkin masih mencoba mencerna apa yang telah aku katakan.

Tapi karena terlalu lama aku akhirnya mendesak Liam untuk membolehkan diriku tidur di kamar sebelah. Berdalih semakin pusing, dengan berat hati dia memberikan satu rangkap kunci.

Lucunya~

Gumamku tanpa sadar, dalam hati ketika melihat 4 kunci yang dirangkai satu. Ada gantungannya disana, berbentuk seperti labu?

Tunggu? Labu?

Glek!

Ku telan saliva kasar, pikiranku tiba-tiba melayang.

"Gunakan kunci ini, pastikan tidur dengan nyaman di kamar sebelah sayang... sebentar lagi aku selesai," ucapnya, berhasil menarik perhatianku kembali. Aku mengangguk cepat serta memberikan senyuman simpul, beranjak pergi dari sana.

Ku tilik dari balik ekor mata, Liam tidak mengikutiku. Dia tampak sibuk dengan pekerjaan serta merta menaruh kepercayaan penuh terhadap diriku.

Kreet~ ku tutup pelan daun pintu lalu berbalik. Cukup lama mematung ditempat sambil melihat kunci yang berada ditelapak tanganku.

Labu?

Jika ini labu yang Vioner maksud? Lalu apa arti sebenarnya dari benda tersebut?

Dia ingin aku mencari tahu sendiri, wanita itu tahu—mustahil untuk kami bertemu.

Vioner bilang, seharusnya kau tidak menggunakan telepon rumah.

Opsi yang dapat ku simpulkan, jika aku menggunakan telepon rumah kemungkinan besar pembicaraan yang ku lakukan bisa disadap; dalam artian bocor. Hanya saja alasan dari penyadapan tersebut adalah untuk apa?

Ditambah, sekarang aku mengerti kenapa Liam mengetahui kalau aku menghubungi Vioner, dialah pelaku penyadapan. Dia mendengar apa yang aku bicarakan dengan wanita itu, tapi? Lagi-lagi untuk apa Liam repot-repot melakukan hal tersebut?

Tidak ada alasan yang kuat yang bisa dijadikan landasan.

Tidak sama sekali.

Tapi?

Lagi-lagi ada tapi?!

Ini mencurigakan.

Ku dongakkan kepala, pikirkan sesuatu Rea! Apapun yang bisa dijadikan petunjuk?!

Ting~

Karena terlalu fokus berpikir, suara dentingan jam yang biasanya sulit terdengar masuk begitu saja melewati gendang telinga milikku. Aku langsung menoleh, pukul?

"Dua belas siang..." Jarum pendek dari jam dinding yang tergantung disudut ruangan membuatku menoleh.

Arah sana, seingatku ada sebuah kamar kecil yang terkunci seperti beberapa kamar lainnya. Berkat dorongan hati, ku lenggangkan kaki menuju area sana.

Hanya ada 4 kunci yang berada ditanganku, jadi tidak perlu waktu lama jika ingin membuka kamar kecil tersebut.

Uji coba saja ke-4 benda tersebut, tentu dengan gerakan halus—ringan seperti kapas agar tidak ketahuan. Tanpa basa-basi aku melakukannya dengan cepat ketika sudah berada tepat didepan pintu.

Gotcha!

Aku menemukannya.

Ceklek~

Daun pintu terbuka, belum sampai 15 detik ku rasa aku sudah menyesali keputusan yang telah aku lakukan.

"Apa-apa... an ini?"

...***...

...T b c ...

...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....

...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....

...Terima kasih,...

...ketemu lagi nanti....

...Bye...

...:3...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!