Dibuang

...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....

...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....

...Terima kasih,...

...selamat membaca....

...____________________...

...D i b u a n g...

...____________________...

...___________...

..._____...

..._...

Ada dugaan menghilangnya aku adalah karena Liam yang menculik serta menyekapku di suatu tempat dimana seorangpun tidak ada yang mengetahuinya.

Tapi ada juga tudingan kalau aku sendirilah yang memilih untuk menghilang.

"Kenapa begitu?" Vioner menggeleng, dia tidak tahu jawabannya. Wanita tersebut hanya bilang—

"Setelah kematian Tian, perilaku mu berubah Rea. Aku bahkan tidak bisa mendekati sosok dingin dengan tembok kokoh yang sengaja kau ciptakan."

Lagi-lagi benak ini bertanya; kenapa begitu? Ada potongan kecil yang menghilang dan potongan tersebut berada tepat didalam diriku yang hidup dimasa lalu.

Entah apalah itu.

"Kemudian? Apa yang terjadi?"

Hosh~

Vioner menghela napas panjang, dia mendekatkan diri padaku. Bibirnya membisikkan sesuatu.

"Ini hanya tebakanku saja Rea, tapi kurasa ada konflik besar yang terjadi antara dirimu dengan Liam sebelum hari kelulusan tiba."

Setelah Vioner mengucapkan kalimat tersebut, dia kemudian terdiam. Mengingat-ingat kembali semua moment samar yang pernah ia alami. Ada satu pertanyaan kecil tiba-tiba saja muncul, lantas akupun bertanya pada Vioner.

Mengenyampingkan hubungan abstrak yang terjadi antara diriku dengan sosok Liam, ini bisa dikatakan jauh lebih menarik—membuatku penasaran.

"Meski aku tidak bisa mengingat apapun tapi sepertinya aku yakin kalau saat itu aku menghilang atas kehendak ku sendiri—" ucapku memberi jeda. Vioner melirik, tampak sedikit menaruh minat walau bibirnya masih terkunci rapat.

Kenapa aku sepercaya itu? Ingat pertemuan pertama antara aku dan Liam, jelas ku mengingat—pancaran mata yang ia tunjukan; penuh dengan aura kerinduan serta sesuatu yang lebih dalam dari pada itu.

Obsesi.

Perlahan-lahan semua semakin jelas.

Ku buka kembali bibir, melanjutkan kalimat yang ingin ku tanyakan.

"Lalu, ada sedikit hal yang membuatku tertarik; apa yang terjadi pada Liam?"

Degh!

Aku menembak kalau Vioner sendiri pasti tidak pernah terpikirkan pertanyaan tersebut. Jika memang aku menghilang atas kehendak lelaki itu, dia pasti dengan bangga menunjukan dagunya kepada semua orang sambil melontarkan tatapan remeh seperti 'aku berhasil memiliki serta menggenggamnya dalam sangkar emas ku' tapi jika respon yang ia tunjukan malah sebaliknya—kemungkinan terbesar aku sendirilah yang memilih melepaskan diri dari permainan gilanya.

Ha-ha |

"Kau benar, aku tidak memperhatikan dengan seksama. Ketika kau menghilang Rea—dia juga ikut menghilang, kurasa; pergerakan Liam semakin tipis. Hanya sekali dua kali aku pernah berpapasan dan melihat wajah yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja."

Itu memberi sedikit petunjuk dari banyaknya pertanyaan yang ada tapi tidak dapat menjawab serta memberikan titik terang dari keseluruhan pertanyaan tersebut. Hah~ benar-benar seperti sebuah misteri yang sulit untuk dipecahkan, semakin ingin digali semakin besar tanda tanya-nya.

Ini melelahkan.

Satu kalimat terakhir yang menjadi pesan Vioner terhadap diriku—menjauh dan jangan terlibat lagi dengan dia Rea. Walau kau tidak mengingat masa lalu mu, lebih baik kau pergi dari tangan lelaki yang sudah jelas berlumuran dengan darah.

Benar.

Ini menjadi penutup percakapan abstrak milik kami, setidaknya sekarang aku mengetahui kalau Liam benar-benar adalah sosok yang berbahaya.

Aku kemudian membuat sebuah keputusan 'baiklah, aku akan pergi '—dengan meminjam uang serta pakaian milik Vioner. Itu kenapa aku bisa berakhir membaur diantara khalayak banyak yang ada di bandara.

Entah kapan kita bisa bertemu lagi Liam, kekasih munafik ku. Tapi ku harap tidak pernah terlibat lagi dengan psychopath gila seperti mu.

Panggilan terakhir untuk para penumpang dan bla bla bla~

"Waktunya pergi dari sini, selamat tinggal..."

...***...

Sudah lebih dari 3 bulan aku menetap disebuah flat kecil dengan tarif sewa murah, kalian tahu kenapa? Hari pertama aku menjejakkan kaki—beberapa langkah lagi sebelum sampai ke apartemen milikku sendiri sosok Liam sudah berdiri mematung tepat didepan pintu sana.

Seperti tengah menunggu kehadiran diriku.

Benar-benar gila, apa yang dia inginkan?

Hah~

Pertanyaan bodoh padahal aku sudah tahu jawabannya—dia hanya menginginkan diriku saja.

Hal ini membuatku harus memutar otak, jelas tidak ingin tertangkap lagi. Tanpa pikir panjang, aku berlari menjauh sejauh mungkin dari jangkauan lelaki mengerikan tersebut. Hingga kepinggiran kota.

Tak lagi masuk kuliah, memutuskan hubungan dengan orang-orang yang pernah mengenal diriku termasuk Fian. Maaf saja, aku tidak ingin peristiwa menyeramkan terjadi seperti bayangan masa lalu yang pernah Vioner ceritakan.

Dengan hati was-was, aku berusaha untuk tetap bersembunyi siapa tahu bisa saja Liam menemukan ku dengan koneksi misterius miliknya tapi nyatanya tidak; terbukti 3 bulan kehidupanku disini aku melaluinya dengan damai.

Tak ada perisitiwa menarik, seperti film-film bertemakan thriller didalamnya. Hal ini membuat ku kepikiran—mungkin saja Vioner berbohong, atau bisa juga Liam berhenti menaruh perhatian serta minat terhadap sosok ku.

Kecewa?

Entahlah.

Dilain sisi itu melegakan, tapi di sisi lainnya lagi—aku mulai kembali merasa 'kesepian'.

Sendirian. |

Tidak ada seorangpun yang mengenalku disini. Tak seorangpun!

"Rea?"

Deg!

Lantas aku mendongak, jelas gendang telinga ini mendengar suara seseorang yang terasa familiar tengah memanggil namaku.

"Fian?" tanpa sadar aku membeo, bertepatan saat manik mata kami bersinggungan. Saat ini aku tengah bekerja dipasar ikan, distrik kumuh yang ada di pinggiran kota. Meyakinkan diri kalau memang yang menyerukan nama tersebut adalah sahabatku.

Fian.

Dia berdiri tidak jauh dari tempat ku berada.

Dengan tampilan pakaian yang begitu modis sama seperti biasanya, berbanding terbalik dengan diriku yang hanya mengenakan kaos lecek serta celemek kotor dengan bau amis ikan dimana-mana.

Apa yang wanita itu lakukan disini?

Itulah pertanyaan yang ingin sekali ku ajukan, Fian tidak akan mungkin sudi menjejakkan kaki ke-pasar—tapi rupanya pertanyaan tersebut hanya bisa tersangkut di tenggorokan. Ketika manik mataku tiba-tiba saja berpapasan dengan manik mata seseorang.

Begitu sombong, meletakkan jemari kasarnya tepat diatas permukaan pinggang ramping milik sahabatku Fian.

Tanpa sadar aku mendesis—

"Sir Liam." layaknya seekor ular.

Apa yang tengah terjadi? Kenapa lelaki itu bisa berada disini dengan Fian? Apa hubungan mereka? Bagaimana bisa mereka bersama?

Jadi begini?

Caramu membalasku Liam.

AKU DIBUANG. |

Dia membuangku.

Degh!

"Nona Rea 'kan?" Fian mengangguk, rasanya ingin tertawa. Dia berlaga seolah-oleh tidak mengenali siapa diriku.

Bukankah kita pernah menjadi pasangan kekasih?

Ah~ lupakan.

Itu hanya dalam permainan penuh kemunafikan yang sengaja ia ciptakan.

Mengabaikan lelaki tersebut, aku memilih mendekat lalu menarik Fian untuk pergi menjauh dari sana.

"Kita perlu bicara." bisikku tegas.

...***...

...T B C...

...Jangan lupa klik like, vote, dan comments jika kalian suka...

...Terima kasih...

...Ketemu lagi nanti...

...Bye...

...:3...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!