"Permisi?" Aku dibuat menoleh, lelaki tinggi dengan tampilan mencurigakan sedang berdiri tepat dibelakang tubuhku. Apa yang dia lakukan disana?
Ku geser sedikit kakiku supaya dia bisa maju mensejajarkan dirinya. Ya? Gumamku menyahuti lelaki tersebut, meski aku yakin itu tidak akan terdengar dengan jelas. Aku sengaja, pria ini terlalu bergelagat aneh. Sungguh. Dia merapatkan topi hitam yang menutupi separuh wajahnya.
Sial, kenapa aku harus terjebak didalam situasi ini? Seharusnya aku tidak bersi keras untuk menantap di perpustakaan terlalu lama. Sampai langit berganti malam dan aku tidak menyadari kalau ini waktunya untuk pulang. Jika saja para petugas tersebut tidak menegur ku, mungkin aku masih terlalu asik mengerjakan tugas-tugas.
Tapi apa boleh dikata, nasi sudah menjadi bubur. Sekarang aku berada disituasi ini, berdiri di halte bus sambil menunggu benda beroda 4 itu untuk datang dengan seorang pria asing yang benar-benar terlihat men-curiga-kan.
Bisa tolong menjauh? Pintaku dalam hati, meski sia-sia karena aku tidak dapat menyuarakannya langsung. Antara takut dan mencoba untuk tetap santai, panik hanya akan merugikan mu Rea. Tapi kenapa dia malah mendekat? Sial. Aku dapat mencium aroma tubuh dari lelaki itu.
Ini menakutkan.
Bisa langsung tunjukan saja niat mu tuan?
Setelah mengucapkan kata permisi dan aku memberi sahutan berupa isyarat lelaki itu tidak bersuara lagi, hanya satu hal yang dapat ku pastikan dari keterdiaman lelaki tersebut. Dia, dia tengah menantap ku dari sudut matanya dibalik topi hitam mencurigakan itu.
Aku mencoba menjaga jarak. Cukup lama diam dalam keheningan akhirnya aku dapat bernapas lega, saat benda yang ku tunggu-tunggu tertangkap oleh mata. Roda bus melambat, suara rem terdengar berbarengan dengan pintu bus yang terbuka. Tanpa basa-basi aku angkat kaki dari sana. Pikiran soal lelaki itu yang sama seperti ku; menunggu bus tiba-tiba sirna. Dia tidak ikut naik, hanya memandangi dari kejahuan sampai badan bus itu bergerak. Aku menilik dari balik kaca jendala. Lelaki itu berbalik, pergi meninggalkan halte lalu menghilang diantara kegelapan.
Sial, membuat merinding saja.
Kuharap aku tidak akan pernah bertemu lagi dengan lelaki itu. Itu yang ku pikirkan, sebelum aku bertemu dengannya langsung.
Ha-ha |
...***...
"Dia adalah lelaki yang menolongku waktu itu Rea!" ucap Fian senang. Dia menggoyangkan tubuhku kuat sambil menunjuk sosok lelaki yang berdiri tepat dibelakangku tadi malam. Kali ini dia tidak menggunakan pakaian gelap serta mencurigakan seperti sebelumnya, bahkan wajah lelaki itu terlihat lumayan tampan.
Aku sedikit dibuat terkejut, pasalnya lelaki itu sedang berdiri didepan kelas sambil memperkenalkan dirinya kepada kami semua.
"Saya pengajar baru yang akan mengampu mata kuliah ini, kalian bisa panggil saya Liam. Salam kenal dan mohon kerja samanya untuk satu semester kedepan~" Bibirku terbuka, dia benar-benar seorang dosen diumurnya yang muda itu. Sial, ini membuatku malu karena menuduhnya yang tidak-tidak.
Tolong sembunyikan aku dalam sebuah lubang besar. Ku mohon |
Ini memalukan. Tapi omong-omong Fian pernah bilang kalau lelaki itulah yang menolongnya dulu; ingat kejadian di klub malam ketika wanita itu ingin dilecehkan oleh seseorang?
"Kau yakin kau tidur dengannya?" tanyaku penasaran sekaligus tak percaya, oh ayolah... aku tidak bisa membayangkan kalau temanku menghabiskan malam dengan seorang pengajar. Lebih lagi dia yang akan mengajarkan kami selama satu semester penuh, aku tidak ingin Fian terjerat rumor palsu soal dia yang menjadi ayam kampus.
Meski dia binal, Fian bukan jala*ng.
Sayangnya anggukan dari wanita itu membuatku patah semangat. Dia benar-benar tidur dengan sir Liam, aku tak habis pikir. Mari sembunyikan saja wajah hingga kelas berakhir. Persetan untuk semuanya!
Aku lelah.
.
.
.
.
.
"Uhuk! Uhuk!" aku terbatuk, sial. Siapa yang merokok didalam ruangan tertutup seperti ini? Halo! Ini perpustakaan, tempatnya membaca bukan area khusus merokok. Aku mendelik, siap memberikan sumpah serapah kepada sang pelaku pencemaran udara itu. Tapi kata-kata ku tertahan setelah manik mata ini mendapati sosok pengajar baru bernama sir Liam.
Dia lagi-lagi berdiri tepat dibelakangku sambil menghisap rokoknya.
Dikeadaan seperti inilah yang membuat diriku mengharapkan kehadiran sosok Fian, wanita itu membenci perpustakaan makanya dia selalu enggan bila diajak kesana. Tapi ku mohon, kali ini saja—Fian tolonglah datang dengan alasan apapun dan selamatkan temanmu ini dari pengajar baru yang merupakan mantan one night stand mu! Argh! Sial.
Berharap-pun sia-sia.
"Kau sering menghabiskan waktu di perpustakaan ternyata... sama seperti dulu," ucapnya, berhasil menarik sudut alis ku terangkat. Apa yang sir Laim bicarakan? Batinku penasaran. Dia bicara seolah-olah seperti orang yang sudah lama mengenal diriku.
Aku menjaga jarak dengannya, terlihat lelaki itu menghisap hikmat rokok ditangannya sambil membalas tatapan mata yang kulayangkan.
Dia terkekeh, mengetahui diriku yang tidak tahan dengan asap rokok. Apa-apaan lelaki asing ini?! Aku kesal. Persetan soal jabatan dia yang merupakan seorang pengajar, tindakan lelaki itu sudah terbilang tidak sopan. Masuk ke-perpustakaan dengan rokok ditangan lalu mengembuskan asapnya kemana-mana.
Benar-benar tidak mencerminkan sosok yang patut untuk ditiru.
"Sudah lama ya Rea... aku tidak mengira akan bertemu dengan mu lagi disini, ku pikir tadi malam hanya seseorang dengan tampilan yang mirip dengan mu. Tapi ternyata itu benar-benar kau..." ungkapnya lagi. Tunggu? Aku sungguh tidak dapat mencerna apa yang lelaki itu katakan.
Bertemu? Rea? Sosok yang mirip? Tunggu-tunggu? Apa maksudnya? Aku tak paham.
Ku miringkan kepala bingung, mencoba mencari celah untuk bicara.
"Siapa kau? Apa aku mengenalmu?" tanyaku padanya.
Kuharap akan mendapat jawaban dari mulut lelaki itu, tapi apa yang ku dapatkan hanyalah raut kaget disusul dengan ekspresi menyedihkan. Dia tampak ingin menangis? Ada apa dangan raut sedih itu?
Berhenti menantapku begitu!
"Aku tidak menyangka kalau kabar soal kau yang kehilangan ingatan itu benar adanya," ungkap sir Liam gantung. Ku tatap dalam wajah lelaki itu. Dia mematikan rokoknya lalu membuang benda tersebut ke-tong sampah yang kebetulan berada di dekat sana, siapa meletakan benda itu di perpustakaan. Tak heran aku selalu mendapati sampah makanan, dangan adanya benda itu sudah memberi isyarat kepada pengunjung kalau mereka boleh membawa makanan masuk kedalam.
"Padahal kita cukup dekat dulu..." sambungnya. Fokusku langsung teralihkan. Dulu? Apa dia bagian dari tokoh yang hidup di masa lalu ku?
Apa aku dengannya memiliki hubungan dimasa lalu? Tanpa sadar perasaanku menjadi sedikit senang.
"Benarkah?!" bibir ini malah membeo; bersemangat dari pada biasanya. Dia mengangguk, meneruskan apa yang ingin dia ucapkan.
"Bisa dibilang kita itu pasangan kekasih."
Degh!
Apa? Tunggu dulu?
"Hah?"
..._______________________...
...L e l a k i - A s i n g...
..._______________________...
..._____________...
...______...
..._...
...T b c...
...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....
...Terima kasih,...
...ketemu lagi nanti....
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments