...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa klik like, vote, dan comments diakhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis....
...Terima kasih,...
...selamat membaca....
..._____________________...
...P e r u s a k...
..._____________________...
...____________...
..._____...
..._...
"Apa maksudmu aneh Rea?!" Jelas Fian membantah, itu karena aku bingung harus menggunakan kalimat apa yang sesuai supaya sahabatku ini mengerti.
Aku mencoba membuatnya menjauh dari Liam, terlibat dengan lelaki aneh tersebut—tidak ada untungnya untuk mu Fian. Tapi rupanya hanya kata 'aneh' saja yang dapat masuk melalui telinga serta bersarang didalam otak wanita ini.
Argh! Menyebalkan. Kami mulai jadi pusat perhatian karena Fian meninggikan nada suara miliknya. Bahkan itu membuat Liam jadi kembali menaruh minat dan ingin mendekat, meski aku tidak membiarkan dia sampai melakukan hal tersebut. Bergerak satu langkah saja maka aku akan menyeret Fian sebanyak satu meter—menjauh dari sosok lelaki gila itu.
"Tidak Fian! Coba dengarkan aku dulu..." aku mencoba membujuknya, menggapai tangan dari sahabatku yang terlihat masih menampilkan raut muka kesal.
Dari respon wanita ini, tanpa bertanya pun aku sudah bisa menebak. Fian, dia marah karena kekasih tampannya dihina olehku—sama seperti diriku dulu, saat menuduh Vioner tengah menggoda kekasihku Liam atau apalah itu.
Mengingatnya membuatku sakit perut.
Tak mengira kalau Liam adalah sosok yang benar-benar manipulatif; menjijikan.
"Tidak! Satu-satunya yang aneh disini itu kau Rea! Tiba-tiba menghilang tanpa kabar sedikitpun selama berbulan-bulan, bahkan sampai membuat ku cemas dan ingin melaporkan mu ke-kantor kepolisian sebagai orang hilang! Lalu beberapa waktu kemudian aku malah mendengar kalau kau berhenti kuliah dari pihak lembaga dan menghilang lagi tanpa jejak!!"
Fian menunjuk ku dengan jarinya, ku lihat tatapan penuh amarah serta kekecewaan—selain itu ada raut kesedihan juga kekhawatiran disana. Ini membuatku merasa tak enak hati, terbebani karena tidak bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.
"Sebenarnya! Masalah apa yang menimpa mu Rea!" Gawat! Fian mulai menangis. Aku mencoba menggapai bahunya tapi malah ditepis kasar oleh sosok Liam yang entah muncul dari kapan.
Dia menantap bengis kearah manikku. Memeluk manja sosok Fian sambil berusaha menenangkan wanita itu.
Orang-orang mulai memberi tatapan penuh rasa penasaran serta menuduh diriku sebagai sumber masalah—karena dia seorang wanita cantik menangis.
"Tch!"
KALIAN TIDAK TAHU MASALAH KAMI! JANGAN BERANI-BERANINYA IKUT CAMPUR.
Tapi aku tak bisa mengucapkan sembarangan hal tersebut, membeku ditempat dengan tangan yang mengepal. Kalau aku membantah atau bersuara, sedikit saja—aku hanya akan semakin terpojok. Menjadi antagonis dalam sebuah cerita. Ah~ Perasaan ini aku tidak menyukainya.
Menggelikan.
"Lebih baik kita pulang saja sayang..." ucapan dengan nada menenangkan itu semakin membuatku kesal. Fian tampak mengangguk, dia seakan-akan lelah menghadapi diriku.
Padahal aku hanya mencoba memperingati dirimu Fian, lelaki yang kau puja selama ini adalah seorang monster. Berdarah dingin, psychopath, orang gila! Dia berbahaya.
"Fi-fian?" Aku mencoba mencegat. Tapi lagi-lagi pergerakkan itu ditepis oleh Liam, dia mendengus—mengucapkan kata-kata pedas yang dulu bahkan tak pernah terbayangkan akan muncul dari mulut manis lelaki ini.
"Nona! Ku rasa tak ada lagi yang perlu kalian bicarakan, biarkan aku dan kekasihku pergi dari sini."
Betapa sombongnya makhluk itu. Jika saja aku sedang memegang pisau, mungkin aku sudah menancapkannya kedalam mulut lelaki ini.
Tak bisa berkutik apa-apa lagi, aku hanya diam mematung memperhatikan dua insan berstatus pasangan kekasih tersebut pergi dari sana. Meninggalkan diriku diantara tengah-tengah kerumunan.
"Tch!"
Sial! Rasanya campur aduk, ini mengesalkan.
Sungguh. |
...***...
Seperti kehilangan banyak hal, kejadian hari ini membuat separuh dari pertahanan diriku runtuh. Aku melakukan hal sia-sia seperti melamun bahkan nyaris mengiris tangan ku sendiri dengan pisau ketika berjualan ikan di pasar. Untung saja aku tidak menimbulkan kerugian bagi pemilik usaha, dia bahkan memintaku agar pulang lebih cepat sebelum aku benar-benar memutuskan tangan ku dengan sebilah pisau.
Ha-ha!
Padahal aku hanya meminta mu untuk mendengarkan kalimat yang ingin ku ucapkan, tapi kenapa Fian? Apa dia (Liam) sudah benar-benar mencuci habis isi dalam pikiranmu?
Hanya karena seorang pria, kau malah membuat hubungan persahabatan yang kita bangun menjadi hancur.
Jujur, aku kecewa. Kau memilih mendengarkan semua omong kosong lelaki bajingan itu dari pada aku.
Begitu sampai di flat, kedua lutut ku ini menjadi lemas. Aku terduduk, bersandar dibelakang pintu sambil merenung menantap ruangan remang yang sekarang menjadi tempat tinggalku.
Menyedihkan.
Sebenarnya? Kenapa semua ini bisa terjadi?!
Tes~
Gara-gara lelaki itu!
"Hiks..."
Liam.
"HIKS... HIKS!"
Ya! GARA-GARA DIA!
"Jangan menangis sayang, air mata mu terlalu berharga untuk dibiarkan jatuh diatas permukaan lantai."
DEGH!
Jantungku seperti melompat jauh dari tempat seharusnya. Aku cepat-cepat mendongak, mencari arah sumber suara yang mengeluarkan kalimat penuh nada ejek tersebut.
Liam, berdiri diantara remangnya keadaan. Hawa lelaki itu terlalu tipis hingga diriku sendiri bahkan tak dapat menyadari.
Bagaimana bisa dia berada di-tempatku?!
Ku yakin, saat ini kedua bola mata milikku bergetar—tak percaya. Melihat hal menggelitik tersebut, sudut bibir Liam terangkat. Dia tiba-tiba tertawa.
"HAHAHAHA!"
Sial!
Aku tidak mengerti!
AKU BENAR-BENAR TIDAK MENGERTI!
BRAK!
Tanpa sadar tanganku terangkat, melempar acak barang yang berada tak jauh dari jangkauan tanganku menuju kearah lelaki itu. Dia menghindar dengan mudah, mentalku rasanya seperti tengah dipermainkan.
Aku sungguh-sungguh—ketika aku bilang kalau aku tidak mengerti, apapun yang sudah terjadi disini; itu artinya aku memilih untuk menyerah. Berhenti berpikir dan menerima ketidakwajaran yang menimpa hidupku.
"Responmu sedikit berlebihan dari apa yang ku pikirkan sayang..." dia berucap, sesuatu yang tidak masuk akal lagi. Bergumam soal; mungkin saja aku cemburu dengan Fian dan lain sebagainya.
Bullshit!
Berhenti bicara omong kosong.
"APA YANG SEBENARNYA KAU INGINKAN SIALAN!"
Dia menoleh, tersenyum simpul kearah diriku sambil berkata.
"Bukannya kau sudah tahu?"
Deg~
Ya! Aku tahu!
Kau menginginkan diriku 'kan?
Tunduk dibawah kuasamu.
Jangan harap ak—!
"Setengahnya benar, setengah lainnya salah."
Hah?
"Aku hanya menginginkan kehancuran dirimu."
Krak!
"Apa?"
.
.
.
.
.
Aku tak percaya dia melepaskan ku dengan mudah. Setelah puas menertawakan wajah konyol ini, lelaki congkak tersebut menjelaskan maksud dari semua permainan yang telah ia lakukan sebelum pergi.
"Aku hanya ingin membalas mu, dasar wanita lac*ur. Pasti kau sudah mendengar cerita dari Vioner, asal kau tahu saja—apa yang jala*ng itu katakan semuanya tidak benar." Liam, untuk pertama kalinya aku mendengar dia menggumpat.
Menunjukan sosok asli dari balik topeng tersebut.
"Kau yang tidak memiliki ingatan tentang masa lalu tak akan pernah mengerti," ucapnya sambil menunjukkan sebuah luka besar seperti—bekas luka bakar?
Eh?
Eh?
Tunggu!
Apa yang terjadi?
Apa yang terjadi pada masa lalu ku?!
Tolong, jelaskan dengan perlahan agar aku bisa mengerti.
Bagaimana bisa kau dengan teganya menciptakan permainan menyedihkan ini hanya untuk membalaskan dendam kepadaku?
KARENA SUDAH MEMBUATMU JATUH CINTA.
"Haha..."
Ini tak masuk akal.
Benar-benar tidak masuk akal.
...***...
...T b c...
...Jangan lupa like, vote, dan comments...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments