Bip—!
"Hallo?"
Aku terdiam, mendengar sapaan tersebut. Beberapa saat kemudian Vioner tampak kebingungan karena diriku tak kunjung membuka suara.
"R-rea?" Entah bagaimana bisa dia menebak tapi wanita tersebut berhasil menduga siapa yang menghubungi dirinya.
Itu aku. Rea.
Perlahan, ku buka pelan bibirku. Rasanya serak, mungkin karena aku tidak meminum apapun dari kemarin dan hanya menangis dipojok ruangan.
Haha, betapa menyedihkannya diriku.
"Kenapa kau berbohong?"
...____________________...
...M a n i p u l a s i...
...____________________...
...___________...
..._____...
..._...
"TIDAK TUNGGU! APA YANG KAU BICARAKAN?!"
Dengan wajah datar, aku menjauhkan telepon genggam murah yang baru saja ku beli beberapa waktu lalu di pasar loak. Telingaku sakit, saat mendengar wanita itu berteriak.
Sudah cukup, aku tidak ingin percaya perkataan siapapun lagi. Mereka semua terus-terusan berbohong padaku yang bahkan tak dapat mengingat secuilpun tentang masa lalu.
Apa ini karma? Karena dimasa itu aku telah melakukan hal yang buruk dan harus mendapatkan balasan, begitu? Persetan. Aku tak peduli.
Aku sungguh muak!
"REA! AKU YAKIN KAU PASTI BERTEMU DENGAN LIAM BUKAN?! DENGAR! APAPUN YANG DIA KATAKAN, SEMUA ITU ADALAH KEBOHONGAN—!"
Jangan membuatku tertawa. Kau dan dia sama saja, kalian berdua berbohong pada ku.
"DIA MENCOBA MEMANIPULASI DIRIMU REA!"
Benarkah?
"APA YANG DIA UCAPKAN, APA YANG DIA TUNJUKAN, SEMUA ITU BERBANDING TERBALIK DARI KENYATAAN—!"
Bahkan saat aku mulai berpikir, kalau foto lelaki yang terpanggang itu adalah dia yang entah bagaimana bisa lolos dari kematian?
"Dengarkan aku, dia selalu menggunakan metode yang sama. Kau pikir? Jika memang itu hanya didasari oleh balas dendam—dia akan melepaskan mu dengan mudah?"
Tidak! Jika aku jadi dia, mungkin aku akan—
"...memanfaatkan apapun yang bisa memenuhi keinginan ku."
Deg!
Jika dia mengharapkan kehancuran ku, maka hal termudah yang bisa membuatku hancur adalah; menyerang orang disekitarku seperti—Fian?
Tidak?
DIA DALAM BAHAYA.
...***...
"Hosh! Hosh!" Aku berlari seperti orang gila, bahkan entah hilang kemana benda yang seharusnya melindungi kedua kaki ku dari gesekan aspal. Pukul berapa ini?
Dilihat dari situasinya, mungkin sekitaran jam 6 pagi. Terlalu sepi di jalanan, aku beberapa kali mencoba memanggil taksi tapi mereka selalu menolak permintaan dari wanita yang berpakaian seperti orang gila.
Satu-satunya hal yang terpikirkan olehku adalah menggunakan kedua kaki ini berlari menuju apartemen tempat Fian berada, meski aku tahu itu sangat terdengar mustahil—jarak antara tempat tinggalnya dan flat milikku begitu jauh. Tapi jika terus dibiarkan, Fian akan semakin jatuh kedalam bahaya yang sengaja Liam ciptakan.
Sial! Sial!
Jika kau memiliki masalah denganku, tolong jangan libatkan orang-orang yang berada didekatku. Mereka tidak tahu apa-apa, sedangkan kau hanya ingin menumpaskan hasrat balas dendammu secara membabi buta.
Baru kali ini rasanya aku benar-benar membenci seseorang; seseorang yang nyaris membuatku jatuh cinta. Ini menyebalkan, benar-benar menyebalkan.
Aku mengutukmu Liam!
MENGUTUKMU!
Cit!
Mobil aneh tiba-tiba saja berhenti, mencegat langkah kaki menyedihkan milik ku. Dengan wajah berantakan serta sorot mata gusar aku menoleh, melihat kaca mobil itu turun dengan perlahan.
"Perlu tumpangan?" ucap seseorang yang duduk dibalik stir kemudi. Wajahnya sedikit familiar tapi entah kenapa aku tidak mengetahui siapa dirinya.
"Kita pernah beberapa kali duduk di kelas yang sama." ungkapnya cepat. Samar-sama ingatan soal lelaki ini muncul. Kalau tidak salah dia adalah lelaki berkacamata bernama Ilya yang selalu duduk didepan bangku ku dan Fian. Tanpa pikir panjang aku langsung masuk, duduk tepat disamping lelaki itu sambil berkata.
"Tolong antarkan aku ke apartemen Fian, alamatnya—"
Tak perlu memakan waktu lama, aku sudah berhasil sampai kearea depan bangunan dari apartemen wanita itu.
"Terima kasih," ucapku, Ilya mengangguk—lelaki tersebut langsung tancap gas dari sana. Beruntung masih ada lelaki baik yang mau membantu wanita menyedihkan seperti diriku.
Tak ingin menunda-nunda lagi, aku langsung masuk menuju lobi—mencari lift yang akan membawa diriku ke-lantai tempat Fian berada.
Mengabaikan tatapan risih dari beberapa orang yang tanpa sengaja menjumpai diriku disini. Maaf soal pemandangan serta bau amis ikan yang tidak mengenakkan ini.
Ting!
Suara lift terdengar, benda itu terbuka menyajikan lorong panjang menuju pintu dari apartemen Fian. Dengan cepat aku keluar dari sana—bergerak kearah daun pintu tersebut dan mulai menggedor.
"FIAN!" teriak ku lantang, berharap wanita tersebut berada didalam sana dengan keadaan baik-baik saja.
Tangan ini beberapa kali mengetok pintu secara brutal, semoga tidak ada yang melaporkanku kepada pihak keamanan atau aku akan benar-benar diseret keluar nanti.
Menunggu sekitar 5 menit, daun pintu yang terkunci rapat akhirnya terbuka. Manik mataku berbinar—senang, bersiap-siap menyerukan lagi nama Fian tapi pemandangan Liam tanpa antasan malah meruntuhkan segalanya.
Wajahku berubah pucat, lantas tangan ini terangkat—mendorong serta membuka lebar daun pintu. Memasuki apartemen seseorang tanpa permisi demi memastikan keadaan sahabatku.
Dimana Fian?
"DIMANA DIA?!"
Aku berbalik, menyerang Liam dengan semua benda yang mungkin saja bisa ku gapai. Terdengar mulut lelaki tersebut mendengus, dia tampak kesal.
Oh, aku juga kesal.
DIMANA SAHABATKU SIALAN!
"Apa yang kau lakukan pada Fian! Dimana dia!" Seperti orang gila, benang kewarasan putus. Liam berusaha menghindar sampai dengan mudah dia berada cukup dekat serta berhasil menjambak surai-surai rambut milikku. Menahan semua kebrutalan yang telah ku lakukan.
"Kau pikir? Apa yang sedang kau lakukan sayang?!" desisnya.
Menahan pergerakanku lalu—
KRAK!
Mematahkan tangan ku?
"ARGHHHH!"
Bugh!
Aku merosot jatuh, rasa sakit yang luar biasa membuatku menangis. Dengan wajah bengis, ku tatap sosok Liam—yang berdiri menjulangi.
Wajah dia saat mematahkan tangan begitu dingin, tak berperasaan. Aku menggeram diantara air mata. Sedikit mengalami shock terhadap lelaki itu.
Benar, dia psychopath.
Seharusnya aku tidak terkejut kalau dia bisa melakukan hal tersebut.
"Tidak baik membuat keributan ditempat orang sayang, hanya karena kau cemburu..."
Huh! Apa yang dia ucapkan?
Sial.
"Aku akan membunuhmu..." gumamku.
"Apa?"
"AKU AKAN MEMBUNUHMU BAJINGAN!"
KRAK!
"ARGHHH!"
Sakit!
Dia menginjak mati kaki ku hingga terdengar suara patahan lain. Luapan emosi yang tak sengaja aku keluarkan sepertinya berhasil menyinggung perasaan lelaki itu. Sial. Bukan hanya tangan tapi sekarang kaki. Aku tak akan bisa berjalan dengan baik nanti. Bodoh! Bodoh!
Apa yang kau lakukan Rea?!
Dengan ini, kau hanya membuat dirimu semakin terjebak dalam genggaman psychopath itu.
Krett...
Suara daun pintu tiba-tiba saja terdengar. Tunggu? Bukannya itu Fian?
Situasi ini, aku bisa memanfaatkannya. Aku akan menunjukan kalau lelaki ini benar-benar adalah sosok yang berbahaya.
FIAN!
Liat aku!
Tunggu—
Kenapa kau malah tertawa?
DEGH!
...***...
...T b c ...
...Cerita bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidak sengajaan semata....
...Jangan lupa klik like, vote, dan comments jika kalian suka...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments