"REA!"
Aku spontan ingin menutup daun pintu dari kamar hotelku, bertepatan dengan suara gemuruh guntur diluar sana.
JEDAR!
Bayangan dari sosok wanita tersebut terkesan sedikit menyeramkan ditambah situasi alam yang begini, serasa seperti sedang syuting film horor dengan aku yang menjadi korbannya sedangkan wanita asing tersebut jadi hantunya. Bertugas untuk memberikan teror panjang demi mendapatkan jeritan penuh ketakutan.
See—
Belum sempat menutup rapat-rapat benda tersebut, wanita asing ini menjanggal celah pintunya dengan tas besar.
Sial. Dia lalu berteriak.
"Please, aku ingin bicara dengan mu Rea! Ini tentang Liam! Lelaki itu berbahaya?! Percayalah padaku!"
Apa?! Apa yang harus ku dengarkan dari mulut seseorang yang dengan gamblangnya menyakiti kekasih orang lain!
Berbahaya?
Liam?
Bullshit!
Omong kosong dari mana itu! Liam tidak pernah membahayakan diriku, malah lelaki itu cenderung melindungi serta memberikan kehangatan untuk diriku yang hampa ini. Dia bagai malaikat, menyalurkan banyak cinta—hanya padaku. Dan cukup untuk ku.
Kami saling menarik satu sama lain daun pintu, dia masih bersikukuh untuk masuk. Aku dititik kesal, apa-apaan wanita ini! Dia gila apa?! Atau jangan-jangan dia mencoba memperngaruhi dengan cara bercerita yang tidak-tidak soal Liam agak aku menjauh, supaya dia bisa memonopoli lelaki itu sendirian. SAMA SEPERTI JALA*NG LAINNYA!
Memikirkan itu saja sudah membuatku marah, apa lagi jika jadi kenyataan.
"Rea! Sebenarnya apa yang terjadi dengan mu?! Dulu kau tidak seperti ini! Orang yang paling membenci Liam lebih dari apapun, kau adalah orang yang seperti itu! Tapi kenapa?! Kenapa kau sekarang malah berhubungan dengan bajingan gila tersebut!" ucapnya, membuatku tersentak. Tunggu? Apa yang tengah wanita ini ceritakan?
Aku? Dimasa lalu? Membenci Liam?
Tidak mungkin!
Tanpa sadar cengkeraman tanganku pada kenop pintu melonggarkan, dia mengambil kesempatan itu untuk menarik kasar daun pintu hingga benda tersebut dapat terbuka dengan lebar.
Aku mundur beberapa langkah, agak terkejut.
Napas wanita itu tampak terengah, dia lelah bukan main tapi karena tidak ingin menyia-nyiakan peluang wanita tersebut memilih masuk tanpa permisi.
Bibirnya terbuka, terdengar untaian kata yang kembali membuatku tersentak.
"Kau bilang dia merenggut segalanya dari mu. Sampai kau putus asa dan menghilang dari sini."
Aku terdiam, tak sadar menelan saliva kasar. Apa yang wanita itu katakan?
Aku tak paham.
Apa maksudnya?
..._____________________...
...T a k - P e r c a y a - !...
..._____________________...
...__________...
...____...
..._...
"Terima kasih sudah memberiku kesempatan Rea..." gumam wanita itu pelan, dia menunduk—menantap dalam cup gelas yang baru saja ku berikan padanya. Aroma teh instan menyeruak, semerbak memenuhi indra penciuman.
Aku duduk tepat didepan wanita itu, tak kalah sibuk menantap segala macam aktivitas yang tengah ia lakukan. Wanita yang berada diatas sofa panjang itu mendongak, pandangan kami bersinggungan.
Harus dari mana aku memulai percakapan? Dia katanya mengenal diriku dimasa lalu, sedangkan aku yang sekarang jelas berbeda dari itu. Hah~ ini merepotkan.
Menjelaskan tentang diriku yang kehilangan ingatan itu seperti tengah menunjukan kelemahan ku kepada mereka. Itu kenapa aku tidak menyukai pembahasan soal hal tersebut; cenderung menghindarinya apapun yang mereka pikirkan. Kalau akhir dari cerita ku mereka malah memberikan tatapan kasihan, untuk apa aku bercerita?
Sia-sia saja.
Aku bukan orang rapuh yang lupa caranya bernapas.
Dengan kosa kata seadanya kujelaskan situasi yang menimpa diriku saat ini, terlihat bola mata dari wanita itu membulat sejenak. Dia tampak terkejut, tapi bisa ku bilang kalau wanita ini hebat dalam berekspresi? Karena dia hanya perlu waktu beberapa detik untuk menetralisir raut wajah miliknya.
Hebat.
Dia berpotensi menjadi penipu ulung, aku harus berhati-hati. Sosok ini tampak berbahaya.
Wanita itu meletakan cup gelas ditangannya menuju nakas, terlihat ia mengambil napas panjang. Manik mata kami kembali bersinggungan, kulirik celah bibir wanita itu terbuka—terdengar untaian kata dari sana.
"Kenalkan, nama ku Vioner... aku dulu teman masa kecil mu." Singkat, padat, dan jelas. Tapi tidak dapat memberikan getaran. Hatiku bergeming, mendengar penuturan tersebut tidak membuatku dapat mengingat sesuatu. Malah hanya mendatangkan tanda tanya besar lainnya didalam benakku.
Haruskah aku percaya? Pada orang yang telah menyakiti pipi kekasihku.
Tidak bisa diterima, aku tak habis pikir—untuk apa aku sudi mendengarkan omong kosong itu. Kuangkat tangan lalu ku sapu kasar wajahku dengan kedua telapak tangan tersebut. Aku frustrasi, sial. Ini mengesalkan.
Liam juga, kemana lelaki itu pergi.
Suara hujan semakin lebat diluar sana, mau berapa lama lagi air itu menghujami bumi? Apa mereka tidak lelah? Ha-ha, pertanyaan bodoh kenapa aku mengajukannya?!
"Lalu apa maksud dari rentetan kalimatmu yang menyatakan kalau Liam—kekasihku adalah orang berbahaya?!" tanya ku balik, agak kesal karena semua omong kosong ini.
Dia membuang wajahnya sebentar sebelum memilih menyahuti pertanyaan milikku. Wajah Vioner tampak tenang dan serius dalam satu waktu, apa yang tengah ia pikirkan? Jawaban apa yang akan dia paparkan agar bisa menjawab pertanyaan yang telah kuajukan?
Kuharap itu masuk akal.
"Kau rupanya benar-benar lupa, dia merenggut segalanya dari mu. Kau membencinya lebih dari siapapun Rea."
Kenapa wanita didepanku ini mengulang kalimat yang sama?
"Aku menyebutnya berbahaya karena baru-baru ini aku menemukan fakta kalau dia adalah penyebab kematian dari kekasihmu."
Deg?
Tunggu?
"Apa?"
NGIINGGG!
Rasa nyeri luar biasa membuatku kesakitan. Apa ini?! Telingaku berdengung, manik mataku berkunang-kunang. Sial, tanpa sadar aku menjambak kuat surai-surai rambut dikepalaku. Sampai beberapa helai rambut itu rontok, membelit jemari tangan milik ku. Vioner tampak panik, dia berdiri. Mencoba menolong diriku yang tampak tersiksa.
Sial!
SIAL!
"Sakit! Hiks... hiks..." aku menangis, mataku tertutup kabut. Rasanya tidak enak, ada seperti gemuruh aneh—membuatku ingin muntah. Ku gapai tangan Vioner tapi sebelum benda tersebut sampai aku sudah mendengar derap langkah cepat dari arah seseorang.
"REA!" Liam berteriak, wajahnya begitu panik. Ku lihat sekilas lelaki itu mendorong jauh sosok Vioner lalu membawaku kedalam pelukan hangat miliknya.
Sayup-sayup aku mendengar.
"APA YANG KAU LAKUKAN PADA REA!"
Vioner mendengus, dia menunjuk sosok Liam dengan tatapan bengisnya.
"Aku yang seharusnya bertanya begitu!"
Ku rasakan pelukan Liam semakin erat.
"Apa yang kau lakukan pada Rea! Apa kau yang membuatnya kehilangan ingatan?! Dengan obat-obat-an atau semacamnya?! Liam! Aku tahu sifat aslimu kau ingin sekali memonopoli sosok Rea! Terlepas dari masa lalu, kau masih saja sama ingin memanipulasi dia hanya untuk mu!"
"TAHU APA KAU TENTANG CINTAKU!"
"HUH! Cinta? Itu hanya terlihat seperti obsesi dimataku. Tak puaskah kau merenggut segalanya dari Rea? Liam."
Apa maksudnya?
...***...
... T b c...
...Jangan lupa like, vote, dan comments...
...Terima kasih...
...Ketemu lagi nanti...
...Bye...
...:3...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments