Putri Vampir Terakhir

Putri Vampir Terakhir

1. Keributan Pagi

"Tidak sarapan dulu Jeng?"

Tanya Ibu melihat anaknya pagi-pagi sekali sudah tampak siap berangkat bekerja, ia terlihat sudah rapi dengan seragamnya sebagai petugas kebersihan di sebuah bandara,

Yah, sebetulnya Ajeng saat sekolah selalu memiliki nilai yang bagus, tapi nasibnya sayangnya tak terlalu beruntung karena ia terlahir di tengah keluarga yang kurang mampu,

Ah nyatanya hidup memang seringkali terasa begitu pahit, dan Ajeng adalah salah satu yang memiliki skenario hidup seperti itu,

"Nanti saja Bu, gampang,"

Kata Ajeng,

Ibu menggelengkan kepalanya,

"Tidak boleh begitu Ajeng, sarapan itu harus, sudah berapa kali kamu sakit karena jarang makan, paling tidak sempatkan dulu sarapan, sudah tunggu di situ, Ibu buatkan bekal,"

Kata Ibu yang kemudian berjalan ke dapur untuk mengambilkan kotak bekal makan untuk dibawa Ajeng ke tempat kerja,

Bersamaan dengan itu, seorang anak perempuan yang masih duduk di kelas sebelas terlihat keluar dari kamar mandi, ia tampak memakai setelah celana pendek dan atasan bermotif batik berwarna kuning, rambutnya yang basah digulung handuk,

"Kamu juga jangan lupa sarapan Vin,"

Kata Ibu pada gadis yang baru keluar dari kamar mandi, yang tak lain adalah anak keduanya dan merupakan adik Ajeng,

"Males ah Bu, sarapannya lagi-lagi lauk gorengan sama tumis dan sambal, kayak tidak ada makanan lain, malam ketemu itu, pagi juga ketemu itu lagi,"

Kata Vina, adik Ajeng,

Ibu yang mendengar jawaban Vina langsung tampak menghela nafas,

Sebetulnya ia sudah seringkali mendengar anak bungsunya itu berlaku demikian, namun tetap saja Ibu selalu sakit hati jika mendengar jawaban Vina yang kerap terdengar kasar,

Ibu pun lantas hanya pasrah diam saja menatap Vina yang kini berjalan menuju ruang tengah rumah untuk kemudian ia akan masuk kamar ganti baju seragam,

Saat akan masuk kamar, tanpa sengaja Vina dan Ajeng saling bertukar pandang,

"Kapan kamu mau belajar bicara bener sama Ibu?"

Marah Ajeng pada Vina,

Tapi Vina tampak malah hanya mendengus, dan mengabaikan kakaknya,

Ajeng melihat Vina yang kini lebih memilih masuk kamar saja dan tak peduli sama sekali padanya,

Ajeng mengusap dadanya yang terasa juga sakit, rasanya ia ingin sekali menjambak rambut adiknya itu,

Sungguh Vina sebagai adik memang sangat menyebalkan, padahal apapun kebutuhannya Ajeng lah yang memenuhi,

Tapi...

Ah lihatlah kelakuan Vina itu, dia sangat tidak menganggap Ajeng yang selama ini jelas-jelas banting tulang untuk memenuhi semua kebutuhannya, baik kebutuhan sehari-hari, pun juga kebutuhan sekolah,

"Kalau kamu tidak bisa menghargai aku sebagai kakak, setidaknya hargailah Ibu, dia itu orangtuamu! Bicaralah dengan cara dan kata-kata yang baik!"

Ajeng tampak tak bisa menahan emosi, namun siapa sangka Vina yang semula sudah masuk kamar justeru seperti terpancing,

Gadis SMU itu keluar dari kamarnya,

"Kakak kenapa sih? Ada masalah apa sebetulnya sama aku? Kenapa selalu saja seperti ingin aku terlihat buruk sementara Kakak nanti yang terlihat baik, kenapa?"

Vina begitu keluar dari kamar dan belum sempat ganti seragam sekolah tampak bicara dengan nada yang tak kalah keras,

"Bicara sembarangan! Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu?!"

Ajeng rasanya benar-benar ingin menghajar sang adik, sayangnya Ibu lebih dulu tampak keluar dari dapur dan membawa kotak makan yang nantinya ia akan bawakan pada Ajeng sebagai bekal,

"Ada apa apa sih kalian, malu pada tetangga, pagi-pagi sudah ribut"

Kata Ibu berusaha melerai,

Ajeng menatap adiknya dengan amarah yang masih memuncak,

"Sekali lagi aku dengar kamu berani bicara kasar pada Ibu, aku tak akan segan..."

"Mengusirku? Usir saja Kak, kamu pikir aku akan takut?"

Vina malah menantang,

"Kamu ini, sudah diurus dengan baik selama ini, tapi..."

"Menyesal? Tidak mau mengurus lagi? Tak masalah, aku sudah besar, aku juga tak peduli andai tidak bisa sekolah!"

Vina berkata dengan suara keras,

Ibu yang melihat anak-anaknya bertengkar jadi menangis karena begitu sedih,

"Sudah... sudah... hentikan Vina, sudah, jangan seperti itu pada kakakmu,"

Tapi Vina tampak sudah benar-benar dikuasai emosi, apalagi juga dengan Ajeng,

"Kamu memang anak tidak tahu diri, awas saja kalau aku tidak ada lagi, awas saja kalau aku tidak bisa lagi memberimu apapun, jangan menyesal kamu!"

"Silahkan! Aku sudah besar, aku bisa mengurus diriku sendiri!"

Vina lantas masuk kembali ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya,

BRAK!!

Ajeng menatap Ibunya yang terduduk di kursi ruangan makan,

"Sudah Bu, jangan menangisi anak kurangajar itu, biarkan saja jika ia akan pergi, kita tidak rugi!"

Kata Ajeng benar-benar kesal,

Gadis itu lantas meraih jaket dan tas nya yang belel, tak ingat ia akan bekal nasi yang disiapkan Ibunya,

Ajeng terus berjalan keluar rumah menuju jalan raya untuk kemudian menghentikan angkutan dan ia pun pergi bekerja.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

Denai

Denai

pp

2023-09-18

0

◉✿✪⃟𝔄ʀⓂ️𝐚𝐰𝐚𝐫✿◉

◉✿✪⃟𝔄ʀⓂ️𝐚𝐰𝐚𝐫✿◉

Memang disaat amarah menguasai mulut terkadang tak bisa mengontrol apa yg diucapkannya...

2023-02-15

1

Putrii Marfuah

Putrii Marfuah

hmm. take a deep breath...inhale exhale 😮‍💨

2023-01-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!