"Tidak sarapan dulu Jeng?"
Tanya Ibu melihat anaknya pagi-pagi sekali sudah tampak siap berangkat bekerja, ia terlihat sudah rapi dengan seragamnya sebagai petugas kebersihan di sebuah bandara,
Yah, sebetulnya Ajeng saat sekolah selalu memiliki nilai yang bagus, tapi nasibnya sayangnya tak terlalu beruntung karena ia terlahir di tengah keluarga yang kurang mampu,
Ah nyatanya hidup memang seringkali terasa begitu pahit, dan Ajeng adalah salah satu yang memiliki skenario hidup seperti itu,
"Nanti saja Bu, gampang,"
Kata Ajeng,
Ibu menggelengkan kepalanya,
"Tidak boleh begitu Ajeng, sarapan itu harus, sudah berapa kali kamu sakit karena jarang makan, paling tidak sempatkan dulu sarapan, sudah tunggu di situ, Ibu buatkan bekal,"
Kata Ibu yang kemudian berjalan ke dapur untuk mengambilkan kotak bekal makan untuk dibawa Ajeng ke tempat kerja,
Bersamaan dengan itu, seorang anak perempuan yang masih duduk di kelas sebelas terlihat keluar dari kamar mandi, ia tampak memakai setelah celana pendek dan atasan bermotif batik berwarna kuning, rambutnya yang basah digulung handuk,
"Kamu juga jangan lupa sarapan Vin,"
Kata Ibu pada gadis yang baru keluar dari kamar mandi, yang tak lain adalah anak keduanya dan merupakan adik Ajeng,
"Males ah Bu, sarapannya lagi-lagi lauk gorengan sama tumis dan sambal, kayak tidak ada makanan lain, malam ketemu itu, pagi juga ketemu itu lagi,"
Kata Vina, adik Ajeng,
Ibu yang mendengar jawaban Vina langsung tampak menghela nafas,
Sebetulnya ia sudah seringkali mendengar anak bungsunya itu berlaku demikian, namun tetap saja Ibu selalu sakit hati jika mendengar jawaban Vina yang kerap terdengar kasar,
Ibu pun lantas hanya pasrah diam saja menatap Vina yang kini berjalan menuju ruang tengah rumah untuk kemudian ia akan masuk kamar ganti baju seragam,
Saat akan masuk kamar, tanpa sengaja Vina dan Ajeng saling bertukar pandang,
"Kapan kamu mau belajar bicara bener sama Ibu?"
Marah Ajeng pada Vina,
Tapi Vina tampak malah hanya mendengus, dan mengabaikan kakaknya,
Ajeng melihat Vina yang kini lebih memilih masuk kamar saja dan tak peduli sama sekali padanya,
Ajeng mengusap dadanya yang terasa juga sakit, rasanya ia ingin sekali menjambak rambut adiknya itu,
Sungguh Vina sebagai adik memang sangat menyebalkan, padahal apapun kebutuhannya Ajeng lah yang memenuhi,
Tapi...
Ah lihatlah kelakuan Vina itu, dia sangat tidak menganggap Ajeng yang selama ini jelas-jelas banting tulang untuk memenuhi semua kebutuhannya, baik kebutuhan sehari-hari, pun juga kebutuhan sekolah,
"Kalau kamu tidak bisa menghargai aku sebagai kakak, setidaknya hargailah Ibu, dia itu orangtuamu! Bicaralah dengan cara dan kata-kata yang baik!"
Ajeng tampak tak bisa menahan emosi, namun siapa sangka Vina yang semula sudah masuk kamar justeru seperti terpancing,
Gadis SMU itu keluar dari kamarnya,
"Kakak kenapa sih? Ada masalah apa sebetulnya sama aku? Kenapa selalu saja seperti ingin aku terlihat buruk sementara Kakak nanti yang terlihat baik, kenapa?"
Vina begitu keluar dari kamar dan belum sempat ganti seragam sekolah tampak bicara dengan nada yang tak kalah keras,
"Bicara sembarangan! Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu?!"
Ajeng rasanya benar-benar ingin menghajar sang adik, sayangnya Ibu lebih dulu tampak keluar dari dapur dan membawa kotak makan yang nantinya ia akan bawakan pada Ajeng sebagai bekal,
"Ada apa apa sih kalian, malu pada tetangga, pagi-pagi sudah ribut"
Kata Ibu berusaha melerai,
Ajeng menatap adiknya dengan amarah yang masih memuncak,
"Sekali lagi aku dengar kamu berani bicara kasar pada Ibu, aku tak akan segan..."
"Mengusirku? Usir saja Kak, kamu pikir aku akan takut?"
Vina malah menantang,
"Kamu ini, sudah diurus dengan baik selama ini, tapi..."
"Menyesal? Tidak mau mengurus lagi? Tak masalah, aku sudah besar, aku juga tak peduli andai tidak bisa sekolah!"
Vina berkata dengan suara keras,
Ibu yang melihat anak-anaknya bertengkar jadi menangis karena begitu sedih,
"Sudah... sudah... hentikan Vina, sudah, jangan seperti itu pada kakakmu,"
Tapi Vina tampak sudah benar-benar dikuasai emosi, apalagi juga dengan Ajeng,
"Kamu memang anak tidak tahu diri, awas saja kalau aku tidak ada lagi, awas saja kalau aku tidak bisa lagi memberimu apapun, jangan menyesal kamu!"
"Silahkan! Aku sudah besar, aku bisa mengurus diriku sendiri!"
Vina lantas masuk kembali ke dalam kamar dan membanting pintu kamarnya,
BRAK!!
Ajeng menatap Ibunya yang terduduk di kursi ruangan makan,
"Sudah Bu, jangan menangisi anak kurangajar itu, biarkan saja jika ia akan pergi, kita tidak rugi!"
Kata Ajeng benar-benar kesal,
Gadis itu lantas meraih jaket dan tas nya yang belel, tak ingat ia akan bekal nasi yang disiapkan Ibunya,
Ajeng terus berjalan keluar rumah menuju jalan raya untuk kemudian menghentikan angkutan dan ia pun pergi bekerja.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Kita harus mencarikan korban, istriku sudah tidak mau makan makanan manusia,"
Seorang laki-laki bicara melalui ponselnya di dalam sebuah mobil yang meluncur cepatnya menuju bandara,
"Korban? Maksudnya, manusia?"
Suara dari seberang terdengar takut sampai gemetar,
"Ya, manusia, harus manusia,"
Kata laki-laki di dalam mobil lagi,
Di belakangnya, dua mobil lain mengiringi, dan satu mobil lain lagi ada di depan memimpin,
"Kenapa begitu mendadak Tuan?"
Tanya suara dari seberang lagi,
Laki-laki yang merupakan CEO salah satu perusahaan yang meski terbilang baru namun sudah berkembang sangat pesat itu tampak menghela nafas karena merasa anak buahnya yang ia telfon itu makin lama makin membuat jengkel karena banyak bertanya,
"Cari saja korbannya sekarang, aku tidak mau tahu, calon korban itu harus sudah siap begitu kami sampai di bandara!"
Tegas si laki-laki,
"Tapi... Tapi Tuan Alex, saya..."
"Cari dan sediakan! Atau istri saya nanti mengambil korban dari calon penumpang pesawat,"
Laki-laki bernama Tuan Alex itu marah, ia terdengar mengancam, dan tentu saja laki-laki yang ditelfonnya, yang ia anggap anak buahnya itu ketakutan,
"Ba... Baiklah Tuan, jangan ambil calon penumpang Tuan, saya mohon,"
Pinta laki-laki tersebut menghiba,
Tapi Tuan Alex mana peduli, dia bukanlah manusia berhati, dan lagi dia memang bukanlah manusia seutuhnya,
Alex menutup telfonnya, dan berganti menelfon anak buahnya yang lain, yang berada di mobil paling belakang, di mana di sanalah istrinya berada,
Nadia Velia, istri tercinta Tuan Alex mengalami peristiwa pahit ketika berada di London, saat mereka sempat melarikan diri dan bersembunyi di sebuah kastil besar di pinggiran kota,
Kastil yang nyaris tak terjamah siapapun karena keberadaannya yang memang tak mudah ditemukan,
Nadia Velia, sosok perempuan lembut dan baik hati itu, tanpa sengaja masuk ke dalam ruangan yang telah lama tak pernah dibuka pintunya,
Ia yang penasaran dengan isinya, masuk begitu saja dan akhirnya bertemu seorang wanita dengan gaun aneh,
Khawatir wanita itu terjebak di sana, maka Nadia yang baik berusaha membantu wanita itu keluar,
Tapi...
Siapa yang menyangka, jika wanita itu tak lain adalah vampir.
Mahluk penghisap darah yang telah lama terkurung di sana dan baru saja berhasil dibangunkan oleh kakak ipar Nadia, kini pada akhirnya seperti senjata makan tuan,
Vampir wanita itu menyerang Nadia yang merupakan manusia sempurna, aroma darah dalam tubuh Nadia jelas tak mungkin bisa diabaikan oleh vampir wanita yang telah sekian lama tak meminum darah,
Alex, laki-laki itu tentu saja begitu terkejut kala mencari keberadaan sang istri dan justru menemukannya tergeletak di dekat tempatnya rahasia yang di mana di sanalah vampir wanita itu dikurung,
Ya, Alex bahkan masih ingat betul saat Alex meraih tubuh Nadia dalam pelukannya,
Tubuh itu sudah dingin seolah akan membeku, namun begitu Alex meraihnya, tiba-tiba saja kedua mata Nadia terbuka, namun mata itu bukanlah mata Nadia lagi,
Sorot mata Nadia yang biasanya lembut menghilang, tatapan mata Nadia yang selalu penuh cinta pada Alex tiba-tiba lenyap,
Alex meraung marah dan sekaligus juga sedih,
Nadia cinta sejatinya meninggal dan kini hidup sebagai mahluk yang berbeda,
Alex sempat mencari keberadaan vampir wanita yang menjadikan Nadia seperti itu, tapi vampir wanita itu tidak bisa ia temukan,
Alex juga meminta agar sang kakak membantunya menemukan vampir wanita itu dan ikut membantu membinasakannya, tapi sang kakak dengan enaknya tegas bilang tidak mau,
"Dia adalah senjataku, kau lebih baik cari mustika emas saja untuk mengobati istrimu, toh dia masih bisa disembuhkan sebelum meminum darah manusia,"
Kata sang kakak ketika Alex memohon bantuannya,
"Mustika ular emas, di mana itu?"
Tanya Alex tanpa berpikir lagi pastinya,
"Indonesia, carilah, dia ada di rumah si Tua Ardi Subrata,"
Kata sang kakak, Alex tampak terdiam,
"Asal kau bisa membunuh mereka semua, atau paling tidak menyusup, kau akan bisa menguasai mustika ular emas,"
Tambah kakak Alex lagi,
"Indonesia, mustika ular emas, Ardi Subrata, mereka lagi,"
Lirih Alex seolah belum apa-apa sudah ingin menyerah,
Namun, demi sang istri, maka jadilah ia kemudian memutuskan kembali ke Indonesia membawa sang istri dan anak-anaknya,
Harapannya, tentu saja ia bisa mendapatkan mustika ular emas itu dan istrinya bisa kembali menjadi manusia utuh yang baginya sangat sempurna,
Sayangnya, semua toh memang tak mudah, meskipun Alex sejak awal sudah mengira jika untuk mendapatkan mustika ular emas itu pasti ia akan kesulitan, tapi ia tetap saja sedih dan kecewa,
Istrinya tak berhasil ia obati, karena pastinya rumah Ardi Subrata adalah rumah yang dihuni oleh bukan sembarang orang,
Untuk menembus rumah itu, jelas saja mereka harus memiliki kekuatan dan strategi yang baik,
Sayangnya, sekian banyak kekuatan yang telah ia galang, pada akhirnya semua tetap hancur karena strategi yang tidak matang, yang itu membuat Alex semakin kecewa,
Tak ingin istrinya berada di tempat yang kurang aman, Alex pun memutuskan membawa sang istri kembali ke London saja, setidaknya di sana mereka bisa tinggal di kastil yang jauh dari manapun,
Jika ia butuh korban, biarlah Alex yang menyediakan saja, daripada istrinya yang mengambilnya sendiri lalu ia bisa bertemu orang-orang dan kemudian memburunya,
"Bagaimana Nyonya di sana?"
Tanya Alex pada anak buahnya yang satu mobil dengan Nadia,
Tampak Nadia berada di belakang yang posisinya seperti dikerangkeng itu terus berusaha keluar untuk mencari mangsa,
"Nyonya sepertinya sangat kelaparan Tuan, dia harus mendapatkan korban sebelum terbang daripada nanti dia menyerang manusia di pesawat,"
Kata anak buah Alex yang ditelfon,
Alex mengangguk meski anak buahnya itu tak mungkin bisa melihat,
"Aku sudah memesannya, sampai sana kita akan langsung membuatnya tenang, pastikan saja Nyonya aman,"
Kata Alex,
"Baik Tuan, siap!"
Kata anak buah Alex,
Tampak kemudian Alex mengakhiri panggilannya, dan lantas meminta driver di depannya agar mempercepat laju mobilnya.
...****************...
Seorang laki-laki berperawakan pendek dan berperut gendut tampak mondar-mandir gelisah di ruangannya, ia tengah menunggu anak buahnya yang ia panggil sejak tadi namun belum juga datang,
"Kalau gagal bisa mati aku, bisa hancur karir dan hidupku, hancur... hancuuur,"
Laki-laki itu tampak bicara sendirian tak jelas sambil tetap mondar-mandir,
Hingga...
Tok... Tok... Tok...
Terdengar suara ketukan di pintu ruangannya, cepat laki-laki itupun menghentikan acara mondar-mandir tak jelasnya,
"Masuk, cepat!"
Katanya dengan suara tegas dan beratnya,
Tak lama pintupun dibuka dari luar, dan terlihat laki-laki muda masuk ke dalam ruangan,
"Cepat, bagaimana?"
Tanya laki-laki itu tak sabar, matanya untuk kesekian kalinya melihat ke arah jam dinding ruangannya,
Saat ini, satu detik yang terlewat jelas sangat penting untuknya, jadi ia tak mau itu berlalu tanpa hasil,
Namun...
Tak seperti yang diharapkan, laki-laki muda yang merupakan anak buah laki-laki itu malah menggeleng, yang tentu saja membuat laki-laki gemuk pendek itu melotot,
"Apa maksudnya dengan gelengan itu heh?!"
Tanya laki-laki gemuk pendek tersebut, si anak buah menatap atasannya takut-takut,
"Maaf Tuan, anak jalanan tidak ada satupun yang mau ikut, ada yang bilang belakangan seseorang dermawan sering memberikan mereka santunan, bahkan mereka akan segera ditarik untuk bisa sekolah dan meninggalkan jalanan,"
"Apaaa?!"
Laki-laki pendek gemuk itu semakin melotot,
"Orang dermawan atau orang kurang kerjaan itu! Sial! Sial!"
Laki-laki itu mengumpat dengan semangat, lalu tak ketinggalan ia juga,
BRAK!
Ia menggebrak meja ruangannya dengan keras, sampai telapak tangannya merah panas sendiri,
"Sangat menyebalkan orang-orang sok baik itu, mereka membuat ruang gerak kita jadi sulit!"
"Ngg... Maaf Tuan,"
Si anak buah yang terlihat takut itu mendekati tuannya pelahan,
"Apa?! Ada apa?! Kita hancur! Kita mati!!! Tidak ada waktu lagi, lima belas menit lagi mereka akan tiba! Tuan Alex pasti akan membinasakan aku!"
Laki-laki pendek gemuk itu suaranya bergetar, tampaknya ia benar-benar takut sekarang, namun juga marah dengan keadaan yang tak sesuai harapan,
"Ada pegawai kita yang mungkin bisa kita korbankan Tuan,"
Suara anam buah si laki-laki pendek gemuk itu terdengar lirih,
"Apa?"
"Ajeng, pegawai kita, yang selalu menyendiri dan diasingkan teman lainnya karena tak pernah bergaul dengan siapapun,"
Kata si anak buah,
Laki-laki pendek gemuk itupun menatap dengan sungguh-sungguh anak buahnya,
"Ajeng? Kau yakin dia bisa kita korbankan?"
Tanya laki-laki itu,
Anak buahnya tampak mengangguk pelan,
"Ya Tuan, aku rasa kita bisa mendapatkan dengan mudah,"
"Hmm... baiklah, cepat lakukan, kita hanya punya waktu lima belas menit saja, jangan sampai gagal! Jangan sampai gagal!!"
Kata si laki-laki pendek gemuk,
Si anak buah pun mengangguk, ia lantas tampa membuang waktu lagi langsung saja berbalik arah pergi meninggalkan ruangan sang Tuannya, dan cepat menuju ruangan pegawai kebersihan,
Ya, Ajeng, gadis itu, yang tak pernah memiliki teman karena sepertinya bermasalah dengan rasa kepercayaan dirinya, yang selalu memisahkan diri dan sama sekali tak pernah bergaul dengan teman-temannya yang lain,
Si anak buah laki-laki pendek gendut itu sangat yakin akan sangat mudah mendapatkan Ajeng untuk dikorbankan hari ini,
Korban isteri junjungan atasannya, yang kabarnya telah menjadi setengah vampir dan kini mulai membutuhkan darah manusia.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!