"Apa Bela sudah mengobati luka Anda, Nona?" tanya Aldo kepada Alena yang saat ini posisinya sedang berbaring membelakanginya.
"Tidak usah sok baik padaku jika kau dan tuanmu itu sama saja, suka melihatku menderita seperti sekarang ini!" ketus Alena membalasnya. "Lebih baik kamu keluar saja dari sini. Urus saja kakimu yang patah karena pria gila itu." Tanpa Alena tahu saat ini Erlan sedang memantaunya dari cctv.
"Nona niat saya baik, ingin memastikan Anda tidak apa-apa saja. Kenapa Anda malah berbicara begitu kepada saya?" Aldo sedang berusaha mengambil hati Alena supaya ia bisa menyelesaikan misinya dengan mudah. "Padahal saya ingin berteman dengan Nona, supaya Anda memiliki teman di mansion ini."
"Tutup mulutmu, jangan pura-pura baik di depan padahal di belakang kamu sangat berharap aku di lenyapkan oleh tuanmu itu, dan juga aku tidak butuh teman sepertimu." Alena menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya, ia benar-benar merasa risih berduaan begini dengan Aldo. Ditambah mendengar Aldo ingin menjadi temannya semakin membuatnya muak. "Dan satu lagi, wanita dan laki-laki tidak ada yang namanya teman. Catat ini Aldo!"
Aldo spontan kaget karena Alena menyebut namanya. "Anda tau nama saya dari mana Nona padahal kita belum berkena—"
Buuk! Alena tiba-tiba saja melempar Aldo dengan bantal sehingga mengenai wajahnya dan saat itu juga ucapan Aldo menggantung di udara.
"Keluarlah! Aku tidak mau si sombong itu sampai tahu kita berduaan begini!" geram Alena mengusir Aldo dari kamarnya.
"Mansion ini dipenuhi cctv Nona jadi, Anda tidak usah khawatir," kata Aldo menjelaskannya, supaya Alena tahu kalau mansion tempatnya saat ini penjagaanya begitu ketat. "Saya harap, buang jauh-jauh niat Anda yang ingin kabur dari sini."
"S*alan, sepertinya dia sudah tahu niatku yang ingin kabur dari mansion ini," batin Alena.
*
*
Alena yang merasa bosan berada terus di dalam kamarnya memutuskan untuk keluar sebentar ingin melihat-lihat setiap sudut mansion. "Mansion ini terlalu besar dan luas hanya untuk beberapa orang saja," gumamnya pelan sambil terus saja berjalan. "Apa si gila itu tidak memiliki keluarga, sehingga dia menyendiri disini?" pertanyaan yang beberapa hari ini disimpan di dalam benaknya akhirnya bisa dikeluarkan meski tidak ada yang mendengarnya.
Saat ia terus saja berjalan ia malah tidak sengaja melihat salah satu ruangan yang berada di lorong yang hanya terlihat sedikit penerangan saja dan sepertinya penerangan itu adalah cahaya lilin yang hampir saja redup. "Jangan-jangan dia kaya karena hasil ngepet, wah ini tidak benar. Pokoknya aku harus kesana." Alena sempat melirik kiri dan kanan terlebih dahulu untuk memastikan kalau saat ini tidak ada yang melihatnya. "Sepertinya aman, aku harus bergegas kesana sebelum Aldo melihatku disini."
Dengan sangat hati-hati Alena mengendap-ngendap seperti maling ia juga berjalan tanpa menggunakan sandal karena ia tidak mau suara langkah kakinya sampai didengar oleh siapapun. "Tidak ada orang, tapi kenapa ada lilin sebanyak ini disini, pakai acara ada tulisan selamat ulang tahun istriku." Sesaat setelah membacanya pipi Alena terasa memanas karena kebetulan tepat hari ini juga ia sedang berulang tahun.
"Apa dia membuatkannya untukku?"
"Atau ini semua untuk kekasih hatinya?"
"Lalu siapa kira-kira wanita yang mau menjadi kekasih pria gila seperti dirinya?"
"Jangan-jangan ini salah satu ritual pemanggilan arwah istrinya?"
Deretan pertanyan Alena keluar begitu saja dari mulutnya tanpa bisa di rem. "Seharusnya aku tidak kesini tadi, karena saat ini bulu kudukku rasanya berdiri semua, apa ini ada kaitanya dengan makhluk yang tak kasat mata?" Alena tiba-tiba saja merasa merinding sehingga ia beberapa kali memegang tengkuk lehernya.
Namun, rasa penasaranku semakin menjadi-jadi di saat ia kembali melihat satu ruangan memancarkan cahaya yang begitu terang. "Sepertinya aku harus kesana juga ingin memastikan siapa yang ada di sana." Saat Alena akan kembali melangkahkan kakinya. Seseorang malah menarik pergelangan tangannya bersamaan dengan itu juga semua lilin yang ada di sana mati.
Aroma daun mint menusuk indra penciuman Alena, sehingga beberapa detik ia sempat mematung karena terbuai dengan sentuhan seseorang yang ada di balik kegelapan itu.
"Sayang, terima kasih karena kamu selalu saja datang di saat aku merindukanmu. Apa lagi malam ini adalah malam ulang tahunmu," bisik seseorang itu lembut.
Sehingga suara itu seolah-olah menjadi melodi di telinga Alena, membuatnya hanya bisa diam membisu meskipun sosok itu membawanya ke dalam dekapan.
"Maafkan aku yang tidak bisa menolongmu, ketika Morgan melakukan itu semua kepada dirimu." Suaranya terdengar lirih dan begitu pilu.
Deg, jantung Alena berdetak lebih cepat saat mendengar nama sang papanya disebut. Ia kini menjadi semakin diam mematung di tempat.
(Hai kakak-kakak, komen yuk kalau mau kisah si duda semakin hari upnya banyak😊).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Ig: @putriaayu_98
Seru kak author, up yang banyak dong biar aku sering baca 😘😘
2023-01-02
1
Fajar Dinata
Alena itu seoerti zizi... takut tapi penasran jadi ya nekat aja 😂😂😂
2023-01-02
2
Marsiana Lodovika
lanjut kak
2023-01-02
1