Penyesalan Balas Dendam
"Apa kamu sudah melakukan apa yang aku perintahkan?" tanya Erlan kepada Aldo.
"Tuan, bukan saya tidak mau menuruti perintah Anda tapi saya takut Tuan Kenzo akan tahu, dan jika itu sampai terjadi maka saya pasti diusir dari sisi Anda." Aldo menunduk sedu setelah menjawab Erlan.
"Daddy tidak akan tahu Aldo!" bentak Erlan. "Jika kamu tidak memberitahunya," sambungnya.
"Tapi Tuan, bukankah Anda sudah tahu." Aldo menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya pelan melalui hidungnya. "Kalau Tuan Kenzo akan selalu saja tahu tentang apa yang akan kita lakukan."
"Aldo, Daddy belakangan ini sangat sibuk mana sempat dia memantau gerak-gerik kita." Suara Erlan mulai sedikit merendah. "Lakukan tugasmu atau aku sendiri yang akan turun tangan." Erlan menaikkan kedua kakinya ke atas meja. "Waktu terus berjalan Aldo, berpikirlah dengan ce—"
"Baik Tuan, saya akan melakukan tugas yang telah Anda perintahkan untuk saya," potong Aldo cepat. "Tapi, saya harus mulai dari mana?"
Erlan mengambil sebatang rokok, tak lupa juga ia mengambil botol minuman yang memiliki kadar alkohol yang begitu tinggi. Meletakkannya di atas meja sebelah kakinya. "Apa kamu mau minum ini Aldo, supaya ingatan pada otak mu yang kecil itu pulih?"
Aldo tercengang melihatnya, karena ia tahu Erlan yang dulu anti namanya rokok serta minuman yang mengandung alkohol tapi kini ia melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Erlan akan merokok sekaligus meminum minuman yang beralkohol itu. "Tu-tuan, sejak kapan Anda menyukai rokok dan minuman ker—"
"Kenapa kamu bertanya begitu? Dan pertanyaanku yang tadi kenapa malah kamu abaikan?" Erlan kemudian melempar pemetik ke Aldo. "Nyalakan untukku Aldo!"
Aldo dengan sigap menangkap pemetik itu, tangannya langsung saja bergetar hebat saat menyalakan pemantik sesuai yang Erlan minta. "Apa Anda yakin Tuan?"
Erlan yang kesal merebut pemetik itu lagi dari tangan Aldo dengan cepat. "Kelamaan, sini aku tidak pernah ragu dalam hal apapun Aldo." Erlan menyalakan pemetik itu sambil menghisap sebatang rokok. "Nikmat mana lagi yang aku dustakan." Erlan lalu menghembuskan kepulan asap putih itu ke arah Aldo. "Bawa wanita itu ke hadapanku sekarang!"
Aldo lupa memberitahu Erlan kalau Alena tidak masuk bekerja. "Maaf Tuan, hari ini Nona Alena tidak masuk bekerja karena Ibunya mengalami kecelakaan saat akan membeli obat untuk Tuan Mor—"
"Jangan bicara panjang lebar Aldo, dan jangan pernah menyebut nama laki-laki brengsek itu!" Entah mengapa Erlan sangat marah saat mendengar nama Morgan di sebut. "Sekarang, lakukan tugasmu!"
Aldo membungkuk sebagai tanda hormatnya kepada Erlan sebelum ia keluar dari ruangan itu. Ia merasa takut Erlan akan semakin marah jika saja ia berdiam diri di sana. "Kalau begitu saya permisi Tuan."
"Jika kerjamu tidak becus, maka aku sendiri yang akan menendangmu dari sisiku Aldo!" seru Erlan.
*
*
Di tempat lain.
Alena terdiam setelah mendengar ucapan Morgan. Ia tidak menyangka kalau keadaan Alisa akan separah ini.
"Bagaimana ini Pa, uang Vanno dan juga uang kak Alena belum cukup buat biaya operasi Mama," kata Vanno yang duduk di sebelah Morgan.
"Tenangkan diri kamu Vanno, kita pasti memiliki jalan keluar," balas Morgan menepuk-nepuk pundak putranya. "Lebih baik kamu istirahat saja. Giliran Alena dan Papa yang akan menjaga Mama." Morgan tidak bisa melakukan apa-apa ia merasa semakin tidak berguna di depan anak-anaknya. "Papa akan mencari jalan keluar secepatnya, kalian berdua tidak perlu khawatir."
Alena melirik Morgan. "Pa, jangan keras kepala biarkan saja Alena yang mencari uang," sergah Alena cepat. "Keadaan Papa juga begini bagaimana bisa per—"
"Kak Alena, cukup!" Vanno tidak mau membuat kesehatan Morgan menurun. Maka dari itu ia memotong ucapan Alena. "Lagi pula tujuan Papa baik, ingin membantu mencari biaya operasi Mama."
"Jangan aneh-aneh Vanno, apa kamu lupa Mama sudah terbaring lemah tidak berdaya di rumah sakit sekarang kamu malah mau mendukung Papa untuk mencari biaya berobat Mama." Alena membuang nafas kasar. "Kamu tidak ingat sedikitpun kejadian beberapa tahun yang lalu saat Papa mencoba mencari nafkah buat kita, Papa malah mengalami kecelakaan dan membuat kedua kakinya menjadi lumpuh permanen." Alena terpaksa mengatakan itu supaya Morgan mengurungkan niatnya.
"Kak, siapa tahu Papa mau mencari pinjaman ke teman-teman dekatnya yang dulu." Vanno menimpali.
"Vanno, apa yang dikatakan kakakmu benar." Morgan memilih jadi penengah supaya anak-anaknya tidak berdebat. "Alena kita pergi saja sekarang ke rumah sakit, biarkan Vanno istirahat," ajak Morgan.
"Sebentar, Alena mau ambil tas dulu kedalam kamar. Papa bisa tunggu di depan," ujar Alena yang masuk kedalam kamarnya.
*
*
"Jika tidak melakukan operasi secepatnya, maka nyawa Nyonya Alisa dalam bahaya. Karena bekas benturan pada bagian kepalanya cukup parah dan beberapa saraf otaknya juga mulai tidak berfungsi lagi," kata-kata dokter itu terngiang-ngiang di kepala Morgan.
"Kemana aku harus mencari biaya operasi Alisa, apakah ini balasan Tuhan atas apa yang telah aku lakukan dulu?" Morgan bertanya-tanya di dalam benaknya. Saat memandangi wajah Alisa yang begitu pucat terbaring diatas bad.
Sedangkan Alena yang melihat Morgan dari balik kaca beberapa kali mengusap air matanya. "Mama, Alena akan berusaha mencari uang bagaimanapun caranya. Dan untuk Papa bersabarlah badai ini pasti berlalu." Alena berkata begitu supaya dirinya tidak ikut down mengingat ialah anak satu-satunya yang diharapkan oleh Morgan. Karena mengharapkan Vanno itu terdengar mustahil dikarenakan sebentar lagi Vanno akan melakukan semester akhir. Maka dari itu Alena tidak ingin membuat Vanno berpikir terlalu keras karena yang kutakutkan pikiran sang adik menjadi kacau di saat keinginan Vanno dari dulu untuk menyelesaikan kuliahnya sudah ada di depan mata.
"Alena, apa kamu mau masuk?" tanya Morgan yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang Alena.
Alena yang mendengar suara Morgan dengan cepat mengusap air matanya. Ia berharap Morgan tidak mengetahui kalau dirinya sedang menangis. "Papa, sejak kapan ada di sini?" tanya Alena yang langsung berbalik setelah merasa lelehan air matanya sudah tidak ada lagi.
"Baru saja, Papa mau ke toilet sebentar. Kamu tolong temenin Mama di dalam dulu," pinta Morgan.
"Papa jangan lama-lama karena Alena mau kekantor, soalnya ada beberapa berkas yang ketinggalan di sana," kata Alena berbohong.
Morgan mengiyakan Alena dengan cara menagngguk sambil menjauh.
Beberapa detik kemudain saat Morgan akan berbelok dan sudah cukup jauh dari ruangan Alisa tiba-tiba saja ada yang menabraknya dari arah samping sehingga ia langsung oleng dan terjaruh dari kursi rodanya. Membuatnya meringgis karena kursi roda itu tepat berada di atas tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Tri Ulidar
lanjut thor
2024-02-19
3
Susi Susiyati
sku hadir kak....ttp semangat dan jg kesehatan q disini akn sllu mendukung karya kak😁👍
2023-06-06
1
Mommy QieS
like n subscribe kak
2023-02-06
2