"Maaf Pak, saya tidak sengaja." Pemuda itu segera membantu Morgan. "Apa ada yang sakit?" tanyanya lagi. Sambil menyingkirkan kursi roda itu dari tubuh Morgan ia juga membantunya untuk duduk diatas kursi rodanya lagi.
"Tidak apa-apa anak muda, kamu boleh pergi. Tapi lain kali kamu harus hati-hati." Morgan tersenyum ramah. Namun, mimik wajahnya yang sendu tidak bisa disembunyikannya. "Saya duluan anak muda." Morgan berpamitan dengan sangat sopan.
"Tunggu Pak, Anda menjatuhkan kertas ini." Pemuda itu membuat Morgan tidak jadi pergi. "Maaf, saya tadi lancang karena sempat membacanya." Pemuda itu menyerahkan kertas tersebut sambil berkata, "Apa Anda sedang membutuhkan biaya operasi?" Pemuda itu bertanya lagi. "Maaf sekali lagi jika pertanyaan saya ini juga terdengar begitu lancang."
"Tidak lancang, saya memang sedang membutuhkan biaya operasi untuk istri saya." Entah mengapa Morgan merasa pemuda di dekatnya saat ini adalah pemuda baik-baik. "Istri saya sedang berjuang di dalam sana, dan sampai sekarang saya juga belum bisa mendapatkan uang untuk biaya operasinya." Morgan mulai bercerita panjang lebar tanpa rasa malu padahal dirinya baru saja mengenal pemuda tersebut.
"Tenang Pak, saya sangat mengerti perasaan Bapak saat ini." Pemuda itu merasa iba. Ia lalu memperlihatkan Morgan sebuah kartu tanda pengenal. "Ini kartu nama, serta alamat lengkap saya. Jika Bapak benar-benar membutuhkan uang datang saja."
Morgan merasa pemuda ini dikirimkan Tuhan untuk membantu dirinya. Maka dari itu ia tanpa ragu mengambil kartu nama tersebut.
"Saya tidak bisa berlama-lama disini karena saya masih ada urusan." Seperti biasa pemuda itu berpamitan dengan cara membungkuk 180°. "Sampai bertemu di alamat yang saya berikan Pak," sambungnya.
Morgan terus saja melihat pemuda itu sampai pemuda itu menghilang dari balik tembok. Ia sekarang merasa ada sedikit harapan untuk mendapat uang meskipun dengan cara meminjam.
*
*
"Semua teman-temanku tidak ada yang mau meminjamkan uang untukku." ucap Alena yang berjalan di trotoar. "Kemana lagi kaki ini harus melangkah mencari uang." Pikiran Alena menerawang jauh ke depan, wajah pucat Alisa kini meri-nari di pelupuk matanya. "Mama bersabarlah, Alena akan melakukan apa saja demi kesembuhan Mama."
Ting, suara notif pesan masuk ke ponsel Alena.
"Gimana? Apa kamu mau menerima tawaranku?"
"Mumpung ada yang mau membayar, sesuai dengan apa yang kamu minta tadi."
Setelah membaca dua pesan itu, Alena langsung saja menghubungi nomor temannya yang bernama Ambar itu. Ia tidak perlu menunggu lama karena Ambar langsung saja mengangkat panggilannya.
"Halo Alena, apa kamu sudah membaca pesan singkatku?" tanya Ambar di seberang telpon.
"Sudah, aku akan segera kesana. Kamu kirim saja alamatnya," jawab Alena. Ia kemudian memutuskan panggilan telepon sebelum mendengar jawaban Ambar. "Hanya dengan cara begini aku akan mendapat uang," gumam Alena pelan.
Saat ia akan memesan taksi Online terlihat satu notif pesan masuk lagi ke ponselnya.
"Kak Alena dimana? Keadaan Mama saat ini semakin kritis."
Alena dengan cepat mengetik pesan balasan untuk Vanno. "Kakak ada di suatu tempat, akan segera kembali membawa uang buat biaya operasi Mama." Setelah pesan itu terkirim Alana memadam ponselnya supaya tidak ada yang menghubunginya lagi. Karena ada suatu hal yang harus ia lakukan supaya bisa mendapatkan uang.
*
*
"Hanya demi Mama," ucap Alena yang sedang berdiri di depan cermin memperhatikan pantulan dirinya. Ia saat ini menggunakan baju yang begitu seksi sehingga belahan d*danya terlihat begitu jelas. P*y**ranya juga yang padat serta berisi hampir saja menyembul keluar. "Pa, Ma. Maafkan aku Untuk kali ini saja biarkan aku berkorban," lirih Alena.
"Jika kamu tidak siap. Tidak apa-apa biar aku mencari penggantimu," kata Ambar yang sempat mendengar ucapan Alena.
Ambar ternyata teman Alena yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di club itu sudah sejak lama.
"Tidak Ambar, aku sudah siap. Katakan saja apa saja yang harus aku lakukan." Alena menyemprot parfum ke leher dan pergelangan tangannya. "Bisa antar aku sekarang?"
"Kamu cukup mengikuti apa saja perintahnya," ujar Ambar. Ia sebenarnya tidak mau membuat Alena menjadi seperti dirinya. Namun, apa boleh buat? Ia tidak memiliki banyak uang untuk memberi Alena pinjaman maka dari itu ia hanya bisa membantu Alena dengan cara begini. "Sekali lagi maaf Alena, hanya dengan cara ini aku membantumu. Karena aku tidak memiliki uang sebanyak itu," kata Ambar yang langsung memeluk Alena.
"Ambar, bukan waktunya untuk bersedih," balas Alena. "Tunjukkan saja dimana kamar tempat laki-laki itu." Alena melepas pelukan Ambar.
"Beberapa Bodyguard ada di luar, mereka yang akan membawamu ke tempat laki-laki itu." Tak lupa Ambar memberikan Alena pil. "Minum ini dulu sebelum kamu pergi, ini hanya untuk berjaga-jaga saja."
Alena mengangguk dan langsung saja menelan pil yang diberikan Ambar itu. Ia lalu tersenyum manis. "Aku pergi dulu," pamitnya.
••••
"Silahkan masuk Nona, tapi sebelum itu tutup dulu mata Anda," kata Bodyguard yang membawa Alena ke sebuah hotel. "Ini perintah dari Tuan," sambungnya lagi.
"Apa Bos kalian masih muda atau sudah Om-Om?" tanya Alena yang penasaran.
"Maaf, saya tidak bisa menjawab pertanyaan Anda. Lebih baik Anda tutup mata menggunakan sapu tangan ini kemudian masuklah karena Tuan sudah menunggu Anda dari tadi."
"Jika saja bukan demi Mama, aku tidak akan melakukan hal yang sangat menjijikan ini," batin Alena.
"Nona, Jangan membuat Tuan menunggu terlalu la—"
"Aku masuk," potong Alena yang sudah menutup matanya. Dan berdiri di depan kamar hotel menunggu pintu kamar itu di buka. "Suruh Bosmu membuka pintunya, aku tidak punya banyak waktu!" ketus Alena yang tiba-tiba saja merasa kesal.
Tidak lama, terdengar suara pintu kamar hotel itu terbuka. "Nona, Anda bisa masuk sekarang." Bodyguard itu lalu menunduk hormat saat melihat seseorang yang sedang berdiri di balik pintu.
Detik itu juga pergelangan tangan Alena ditarik masuk ke dalam bersamaan dengan pintu hotel itu tertutup lagi. Hening … hanya ada suara hembusan nafas Alena yang naik turun sepertinya ia sedang berusaha menahan rasa gugupnya karena baru kali ini ia berada di kamar hotel berduaan dengan laki-laki yang sama sekali tidak ia kenal.
"Jika kau hanya diam di sana, buat apa aku harus membayar mahal-mahal." Suara bariton itu semakin membuat jantung Alena berdetak lebih kencang. "Kemarilah, dan buktikan kalau kau masih benar-benar Virgin, supaya aku tidak rugi telah mengeluarkan uang sebanyak itu."
"Suara itu? Sepertinya aku pernah mendengarnya tapi dimana?" Alena bertanya-tanya di dalam benaknya. Entah mengapa ia merasa suara itu tidaklah asing di indra pendengarannya.
"Aku tidak suka menunggu terlalu lama!" geram laki-laki itu yang melempar sesuatu ke bawah kaki Alena.
Apakah ada yang tahu siapa laki-laki yang saat ini sedang bersama Alena? Tolong di jawab di kolom komentar ya😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
Erny
Rupanya balas dendam dimulai dari sini, itu pasti Erlan
2023-08-10
0
Susi Susiyati
pasti si erlan 😘
2023-06-06
1
Mommy QieS
Erlan ya?😍😍
2023-02-06
2