Wira menutup matanya dan perlahan meremmas bola dada Arum, sensasinya sangat nikmat. Tatapi ia sekali saja meremaskan dan menghentikan aksinya, mengurung niatnya mencium Arum. Wira masih berusaha menahan birrahinya untuk tidak menikmati Arum.
"Hentikan, Wira! Kau tidak boleh merusak anak orang! Kalau kau sampai menikmatinya, kau akan dicap sebagai pria cabbul! Dan Arum akan membencimu! Kau tidak boleh memperkossanya!"
Wajahnya ditampar berkali-kali agar tetap waras dan berpikir jernih.
"Tapi, bagaimana aku mengganti pakaiannya?" gumam Wira memalingkan wajah agar dapat menahan nafssunya. Seketika ia keluar dari kamar itu setelah mengetahui caranya.
Beberapa jam kemudian, hujan di luar sana telah berhenti, bersamaan Arum mulai sadar. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke samping dan melihat Wira tertidur di kursi.
"Ah, aku di mana nih?" kaget Arum menatap sekeliling kamar kemudian meraba tubuhnya. Arum menghela nafas pakaiannya masih melekat di tubuhnya.
"Mas Wira," panggil Arum kemudian membangunkan pria itu.
Wira tersadar dan terkejut, ia secepatnya berdiri dan memeluk Arum.
"Arum, syukurlah kau kembali sadar," ucap Wira melepaskan Arum. Arum tersenyum manis dan bertanya, "Apa yang sudah terjadi?" Wira pun menjelaskan kalau Arum pingsan dan dibawa kemari karena hujan sangat deras. Tidak lupa Wira menjelaskan kalau Ibu tetangganya yang mengganti pakaian Arum dan ia sendiri yang mengeringkan baju Arum pakai kipas angin. Arum tertawa kecil mendengarnya. Ia langsung percaya begitu saja. Emang sih, buat apa coba mencurigai Wira? Kalau saja Wira sudah menjejal tubuhnya, pasti ada rasa perih dan rasa aneh pada tubuh Arum, tapi nyatanya tidak ada rasa yang tertinggal pada tubuhnya.
"Aduh, aku jadi ngerepotin Mas Wira, maaf ya Mas,"
"Tidak masalah, yang penting kau baik-baik saja," ucap Wira tersenyum.
"Kalau begitu saya pulang dulu, hari sudah sore. Terima kasih Mas Wira selalu baik pada ku." Lagi-lagi senyuman Arum bikin candu.
Saat mau melewati pintu kamar, Wira menahan tangannya.
"Ada apa, Mas?" tanya Arum keheranan.
"Biarkan aku mengantarmu pulang, Arum."
Wira tersenyum manis. 'Bodoh! Harusnya kau jujur saja, kalau kau sebenarnya mau menikahinya! Dasar kau payah, Wira!' batin Wira merutuk dirinya sendiri.
Arum dengan malu-malu mengangguk. Keduanya pun melaju ke rumah Arum.
Dalam perjalanan, Wira iseng-iseng bertanya.
"Arum,"
"Ya kenapa, Mas?" tanya Arum yang sedang duduk di belakangnya.
"Mas mau tanya nih, Arum jangan marah ya,"
Arum mengangkat alisnya sebelah. "Tanya saja, aku tidak akan marah, Mas."
"Begini, kau itu sudah pernah pacaran?"
Deg! Arum terkejut dan segera menjawab, "Pernah waktu SMP, tapi pacarannya di sosmed, hehehe," cengir Arum.
"Pufttt, sekarang masih pacaran?"
Deg! Arum kembali terkejut.
"Tidak lagi, calonnya saja sudah tidak punya, hehehehe," cengir Arum merasa bodoh.
'Baguslah, artinya dia pasti masih perawan!''
Wira merasa lega mendengarnya.
"Arum, jika saya ngajak-"
"Mas Wira mau ajak saya pacaran ya?" sahut Arum memutuskannya.
"Bukan,"
"Eh, terus apa?" tanya Arum mulai was-was. 'Apa jangan-jangan Mas Wira nagih pemberiannya selama ini lalu mau mengajak ku bercinta?' batin Arum malah berpikir ke situ.
Wira pun deg-degan dan langsung menghentikan motornya sebentar.
"Aws! Kenapa mendadak berhenti, Mas?" jerit Arum hampir jatuh.
"Maaf Arum, sebenarnya aku mau mengajakmu nikah!"
Dag-dig-dug! Arum terlonjat seketika.
"Ni-nikah?"
"Ya Arum, Mas mulai cinta pada mu, maaf kalau Mas sudah lancang ngajak nikah muda," jawab Wira berbalik menatapnya.
Arum menunduk lesu, mana mungkin ia mau menikah dengan pria baik seperti Wira. Sedangkan ia sendiri sudah kotor dan telah melakukan kesepakatan pada Tuan Rayden.
"Apa kau mau, Arum?" tanya Wira berdebar-debar menunggu jawaban Arum. Dia memang sudah mapan dan ingin memikat Arum agar ia dapat memenuhi kebutuhan Arum dan membantu kesembuhan Kamelia.
'Sepertinya aku terlalu buru-buru melamarnya, dan memang waktu yang salah, harusnya bukan di tengah jalan aku lamar dia! Ah, bodoh kau Wira!' Lagi dan lagi Wira merutuk dirinya.
Brum...brum...
Motor kembali melaju karena Wira tahu diamnya Arum artinya gadis itu belum siap berumah tangga.
"Tidak perlu menjawabnya sekarang, Mas akan nunggu kau sampai kau siap," ucap Wira membelai rambut Arum yang kini telah ia antar sampai ke rumahnya.
"Teri-terima kasih, Mas! Aku masuk dulu, permisi!" Arum berlari masuk ke dalam rumahnya dan bersandar dibalik pintunya yang terkunci, ia pun jatuh dan menekuk lutut. Diam-diam gadis itu menangis.
'Kau terlambat, Mas.' Arum terisak lalu menenggelamkan kepalanya di antara dua lututnya.
Suara klakson motor pun berbunyi, Wira pergi dengan kecewa. Begitupun Arum kecewa pada dirinya sendiri karena harus mengabaikan Wira.
'Jika saja kau datang lebih dulu, mungkin aku tidak akan jadi budak Tuan Rayden' batin Arum masuk ke dalam kamarnya.
Setelah mandi, Arum pun ke dapur dan mengisi perutnya yang lapar malam ini. Setelah itu, ia kembali ke kamar dan kemudian meminum obat vitamin.
'Sudah sebulan ini berlalu, Tuan Rayden tidak pernah lagi muncul, apa dia sudah melupakan ku? Jika begitu, aku tidak perlu kan melahirkan anak untuknya?'
Arum rebahan di atas ranjang, ia sengaja terlentang bebas dan memandangi atap-atap kamarnya.
"Kamelia, maafkan Kakak hari ini tidak bisa menemanimu di sana, tiba-tiba saja aku mual-mual, mungkin terlalu capek bolak-balik dari rumah sakit ke sini, maafkan Kakak, Kamelia."
Arum meletakkan sebelah tangannya di atas matanya, menutup penglihatannya dan memikirkan orang tuanya. Seketika air mata Arum berlinang malam ini.
"Ayah dan Ibu kemana sih, ini sudah terlalu lama kalian pergi, bahkan aku tidak bisa lagi mengingat wajah kalian. Kenapa kalian begitu tega membiarkan ku menderita bersama Kamelia di sini," isak Arum menepuk dadanya yang sesak.
Ia pun tidur miring dan mulai memejamkan mata. 'Tidak, aku tidak boleh cengeng begini, menangis pun tidak ada gunanya,' batin Arum mengontrol nafasnya dan tetap tenang, ia tidak mau pusing dan mualnya datang lagi.
Namun, beberapa menit dia memejamkan mata, tiba-tiba saja satu tangan mengelus-elus paha kemudian masuk ke dalam baju tidurnya. Tangan itu naik perlahan hingga mendarat di buah dada Arum. Seketika Arum menggeliat geli dan sontak mulutnya "Oohh...." mendesah saat seseorang meremas sebelah payudaaranya dari belakang.
"I'm come on, Baby," bisiknya dengan suara sexy kemudian menjilat telinga dan ia semakin memainkan penttil Arum dengan sangat lembut.
"Saya sangat merindukanmu, Baby."
...Oohh... Tu--tuan Ray.......
..........
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Devi Handayani
kok rayden kayak setan sih tiba tiba dateng langsung gegerayang😏😏😏
2023-01-21
1
Sumawita
jadi penasaran dengan rayden
2022-12-03
1
fifid dwi ariani
trus semangat
2022-12-03
0