"Hello my Brother , kau terlihat sangat bersemangat hari ini?"
Alterio tersenyum pada Alleo dan langsung duduk di meja makan.
"Hai bang, Tero memang sedang bersemangat hari ini,"jawabnya bersemangat.
Alterio mengoles roti dengan selai kacang dan langsung memakannya sedangkan Alleo, dia hanya meminum secangkir teh. Mereka hanya berdua tetapi mereka selalu menyempatkan waktu untuk kumpul walau sekedar meminum teh di malam hari.
"Akhir-akhir ini kau sangat berbeda Terro. Biasanya kau sangat cuek pada siapun terutama pada asisten rumah tangga di sini, tapi sekarang kau sering sekali menampilkan senyummu ataupun bertegur sapa dengan mereka."
Alterio berhenti mengunyah, menatap Alleo dengan tatapan tak mengerti arah pembicaraan.
"Abang cemburu dengan asisten rumah tangga?"tanya Alterio.
Alleo baru saja menyeruput tehnya, tiba saja ia tersedak karena ucapan Alterio yang membuatnya kaget. Alleo mengambil tisu dan menggelapnya ke bagian wajahnya yang terkena air tadi.
"Kau gila!? Aku mencemburui ART yang benar saja!"dengus Alleo.
Alleo bukan cemburu, malahan ia senang adiknya mau merubah sikap cuek, pemarah dan ketusnya. Ia hanya sedikit bingung, biasanya adiknya hanya menampilkan senyum dan sapa padanya tapi kali ini semua yang menyapanya dia akan menyapa balik.
"Tero minta maaf karena membuat abang tersedak tadi,"
"No problem, aku yakin kau bahagia karena gadis itu, dan aku tidak bosan untuk mengingatkanmu Boys, aku tidak mau kau menyakiti perempuan sedikitpun."
Alterio mengangguk. "Aku tidak akan membuatmu kecewa kak,"
"Good luck Ter, kapan-kapan kau bisa kan? Mengenalkan dia padaku?"
"Iya bang, nanti kapan-kapan Tero ajak kesini."
OoO
Diana masuk ke dalam sekolah dengan langkah santai. Rambutnya diikat sebagian, menyisakan sebagian rambut yang terurai. Biasanya ia menyebut sekolah adalah neraka baginya tapi sekarang ia menyebut sekolah adalah rumahnya karena ia bisa bertemu Alterio. Baru beberapa hari bertemu dengan Alterio, ia sudah menganggap Alterio adalah sahabatnya.
Dari kejauhan pak Jen tersenyum, melambai-lambaikan tangan kearahnya. Diana tersenyum, dengan langkah semangat ia menghampiri Pak Jen.
"Selamat pagi Neng Dian,"sapa Pak Jen.
Diana menghembuskan nafasnya perlahan. "S-selamat pagi pak Jen!"ucap Diana lantang.
Pak Jen tersenyum sekaligus tak percaya dengan Diana yang bisa lancar berbicara walau Diana sedikit ragu diawal.
"Kamu bisa Dian! Bapak yakin selama kamu berusaha kamu pasti bisa,"tegas pak Jen.
"M-makasih pak Jen,"ucap Diana,"ka-kalau gitu Di-dian masuk dulu ya,"lanjutnya.
Pak Jen mengangguk. "Hati-hati ya Neng Dian,"
Diana berjalan di koridor kelas 10, banyak tatapan yang menatapnya dengan sorot mata prihatin. Ia menggeleng, ia tidak boleh lemah di hadapan orang lain. Bagaimanapun dan dalam kondisi apapun ia harus terlihat kuat.
"L-langit!"
"L-l-langit!"
"Lang-ngit"
Mulutnya berkomat-kamit mengucapkan kata 'Langit'. Ia melakukan apa yang diucapkan oleh Alterio tempo hari lalu, bahwa ia harus sering-sering latihan berbicara dengan menyebut namanya. Kesedihan yang menimpanya sedikit demi sedikit mulai tertutup, walau tidak semua tapi setidaknya ada kesedihan yang hilang.
"L-langit!"
"Langit,"lirihnya.
Diana berhenti karena seseorang menghalangi jalannya. Ia mendongkak, melihat orang itu.
"Ada apa? Kamu manggil nama aku?"tanya orang itu.
Diana menelan saliva kasarnya. "I-itu ngak k-kok, a-aku cuma manggil langit! Iya langit!"ucap Diana gugup sambil menunjuk ke atas langit.
Langit menatap Diana datar, berusaha untuk tidak menyemburkan tawanya. Wajah Diana sangat lucu ketika dia gugup dan hal itu membuat Alterio sangat menyukainya.
"Ayo kita masuk ke kelas, sebentar lagi bel,"ucap Alterio menarik lengan Diana ke dalam kelas.
Sesampainya di dalam kelas, Dessi dan yang lainnya menatap Diana sinis. Hanya menatap, biasanya mereka langsung berulah ketika Diana sampai di kelas. Alterio yang menyadari itu langsung membisikan sesuatu pada Diana.
"Anggap mereka orang tidak waras yang iri sama kamu,"bisik Alterio.
Diana menyembunyikan tawanya kemudian mengangguk. Bisa dilihat kalau Dessi sedang menyembunyikan kemarahannya sekarang, ia masih bingung, kenapa hari ini Dessi tidak mempermalukannya lagi. Ia bersyukur, mudah-mudahan hari ini ia bisa hidup dengan tenang.
Alterio tertawa dalam hati, kini Dessi dan para pembuly Diana tidak bisa berbuat apa-apa. Selama ada dirinya, mereka tidak akan berani membuly Bintangnya.
"Berasa jadi artis gue diliatin!"sindir Alterio ketus.
Dessi berdecih, kalau saja Alterio bukan adik pemilik sekolah ini. Sudah ia pastikan ia akan menyuruh pacarnya untuk segera menghabisi Alterio sampai Alterio pindah dari sekolah ini. Teman-temannya pun bukannya membelanya, mereka malahan mendukung Alterio dengan alasan Alterio sangat tampan, hanya itu alasan mereka.
Alterio mengangkat bahunya acuh, tak peduli dengan sikap Dessi. Ia teringat akan ucapan Alleo yang memintanya untuk tidak menyakiti perempuan, andai saja Dessi itu laki-laki, ia sudah mencaci maki dan mengajaknya bergulat.
"Star! Tugas matematika kamu sudah selesai?"tanya Alterio dibalas anggukan oleh Diana.
Alterio membuka buku tugas matematikanya. "Kamu bisa ngak ajarin aku nomor 5, aku ngak paham,"
Diana mengangguk. Mulai mencoret-coret caranya di kertas Alterio. Dengan teliti Alterio memperhatikan coret-coretan Diana, belum selesai Diana menyelesaikan jawabannya Alterio malah menatap wajah Diana sambil tersenyum.
"Ka-kamu ngerti?"
"Eh, iya ngerti,"jawab Alterio gelagapan karena ketahuan menatap Diana.
"Ka-kamu beneran?"tanya Diana sekali lagi.
"Iya beneran! Aku udah ngerti,"
"Bohong!"serunya.
"Ngapain aku bohong, kalau emang benar aku udah ngerti,"ujar Alterio.
"Ta-tadi kamu liatin aku! Ka-kamu ngak me-merhatiin pas ta-di aku jelasin!"
Alterio tersenyum. "Kamu cantik soalnya, jadi aku liatin kamu,"ujar Alterio jujur.
Pipi Diana terasa panas, kalau saja di sini ada helm mungkin ia sudah memakainya. Ia menutupi wajahnya, merasa malu karena Alterio tertawa melihat wajahnya.
"Kamu seneng?"
"Gak!"jawab Diana.
"Bohong?"goda Alterio.
Diana memukul bahu Alterio pelan, kesal dengan Alterio yang selalu menggodanya.
"Lesung kamu cantik,"
"Ih...La-langit! Udah!"teriak Diana.
"Udah baper belum?"
"Belum,"
"Mau dibaperin? aku siap kok tanggung jawab."
"Hehehe p-pak Rayan noh ba-baperin!"ucap Diana sambil menunjuk pak Rayan yang baru saja memasuki ruang kelas.
Alterio mendengus. Pak Rayan, guru seni budaya, duduk dengan pelan di kursinya. Kenapa harus pelan? Karena dulu pak Rayan pernah di jaili oleh murid kelas Ips, dia kapok dan sampai sekarang duduk di kursi guru adalah hal yang perlu diwaspadai.
"Selamat pagi anak-anak!"sapa Alterio.
"Pagi juga pak,"jawab serempak.
"Anak-anak yang Bapak cintai, hari ini Bapak ingin kalian semua mempersiapkan untuk ujian praktek Seni budaya."
"Praktek apa Pak?"
"Praktek menyanyi. Kalian menyanyi dengan pasangan kalian masing-masing, kalian bebas memilih pasangan kalian dan Selain itu juga, kalian dibebaskan memilih lagu,"
"Kita praktek kapan pak?"tanya seseorang di barisan paling pojok.
"Minggu depan! Dan ingat diantara pasangan kalian diharuskan bisa memainkan alat musik, kalian mengerti?"
"Mengerti pak"
"Kalau begitu bapak keluar dulu, kalian persiapkan dari sekarang. Pasangan, lagu dan alat musik apa yang akan dimainkan nanti, mengerti anak-anak?"
"Mengerti pak!"
"Yaudah! Assalamualaikum,"ucap Pak Rayyan sambil melangkahkan kakinya keluar kelas.
Alterio menepuk bahu Diana pelan, sontak saja Diana kaget. Sedari tadi ia hanya bengong, pikirannya melayang-layang. Diana mengusap wajahnya gusar, tangannya tiba-tiba dingin hanya karena mendengar kata 'praktek menyanyi'
"Kamu kenapa?"tanya Alterio.
"A-aku ngak pa-pa,"jawab Diana.
"Jangan bohong Star,"ujar Alterio.
"A-aku ta-ta-takut, aku ta-takut a-ku gak bisa ny-nya-nyanyi,"
"Kamu pasti bisa!"
"Alter!!"
Alterio menengok kesumber suara. Tatapannya tertuju pada seorang wanita berambut hitam bergelombang. Wanita itu perlahan mendekati Alterio.
"Alter, kamu mau kan sekelompok bareng aku?"tanya wanita itu.
Alterio menggeleng. "Gue udah sama dia,"jawab Alterio melirik Diana.
"Dia kan gak bisa nyanyi,"pungkas wanita itu.
Alterio mendelik. "Terus kalau dia gak bisa nyanyi apa urusannya sama lo!"emosi Alterio membuat seluruh tatapan tertuju padanya.
"Aku peduli sama kamu, mangkanya aku bilang kayak gini sama kamu, tapi kamu malah marah,"ucap wanita itu sambil menunduk.
"Peduli? Siapa lo? Jangan ngeremehin orang sebelum lo tahu sendiri kebenarannya!"ketusnya.
"Lo kenapa sih! Sama yang lain aja ketus giliran sama si gagap aja lemah lembut, lo dikasi apa huh sama dia!?"ucap seorang lelaki membela wanita itu.
Plakk
Alterio menampar lelaki itu dengan keras. Kedua tangannya mengepal, siap untuk membogem wajah Lelaki itu. Fatir-nama yang terlihat di name tag lelaki itu, menatap tajam ke arah Alterio.
Diana, dia hanya diam. Menatap datar pada semuanya. Hatinya benar-benar sangat hancur sekarang ini, dengan lancangnya Fatir mengatakan seolah-olah dirinya telah memberikan sesuatu pada Alterio. Ia berlari keluar kelas meninggalkan semua orang yang kini tengah menatapnya.
"Gue ingetin sama lo njing! Dia punya nama! Kalau lo ngak tau namanya, biar gue kasih tau! Namanya Diana! Dia pacar gue, gue sayang sama dia itu apa adanya dan buat kalian semua! Kalau ada yang buat Diana gue nangis, gue jamin setelahnya kalian akan menderita!"
"MULUT ***!"maki Alterio sebelum benar-benar pergi meninggalkan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Ilan Irliana
pgn pny pcr kek alterio....p lg kk'y jg baik..huuhh
2020-03-24
1
Diana Inet
semangat diana
2020-01-02
0