Brak!
Gabruk!
"Astaghfirullahal 'azhiimm..! Emma! Pulang maghrib-maghrib! Masuk gak ucap salam! Main banting tutup pintu segala lagi! Bisa cepat rusak itu nanti pintu!"
Retno mengomeli Emma yang kini sedang mengibas-kibaskan rambut nya dengan tangan.
Beberapa kali Emma tampak berjengit seolah jijik pada sesuatu yang ada di lantai sekitar kaki nya.
"Kamu kenapa sih, Emm? Aneh banget!" Tegur Retno yang masih mengenakan mukenah putih. Ia baru saja selesai shalat di kamar. Dan ia dibuat terkejut dengan suara pintu yang terbuka dan dibanting tiba-tiba.
Retno pun buru-buru keluar. Dan ia mendapati putri nya itu melompat-lompat tak jelas di tempat ia berdiri.
"Ini, Ma! Belatung-belatung ini, nih!! Iihh.. jijik banget!" Papar Emma menerangkan.
Emma masih terlihat mengibaskan rambut, pundak dan juga celana nya dengan kedua tangan.
Sikap yang ganjil menurut Retno. Karena ia tak melihat adanya belatung seperti yang dikatakan oleh Emma.
"Belatung? Belatung apa an sih, Emm?" Tanya Retno sambil mendekati Emma.
"Belatung ini nih, Ma! Banyak banget nih. Iihh.. sial banget sih!" Tutur Emma lagi masih tak memperhatikan Retno yang memandang nya heran.
Kemudian, tiba-tiba saja Retno meraih tangan Emma dan mengajak nya ke kamar mandi.
"Sebentar dulu, Ma! Ini belatung nya masih nempel di celana tuh!" Tunjuk Emma ke arah celana jeans yang ia kenakan.
"Sini dulu deh, Emm! Ayo coba cuci kaki, cuci tangan sama cuci muka sekalian!" Titah Retno tak bisa ditawar.
Dengan terpaksa Emma pun mengikuti arahan Mama nya. Ia mencuci tangan, kaki, dan juga muka nya sekali.
Retno memperhatikan putri nya itu dari luar pintu kamar mandi.
"Gimana? Kamu masih lihat belatung nya enggak?" Tanya Retno.
Emma lalu melihat ke arah celana Jeans nya yang tadi ia lihat masih ada beberapa belatung hidup.
"Ehh? Udah gak ada? Jatuh kali ya pas Emma cuci muka tadi?" Jawab Emma dengan wajah bingung.
"Sini deh, Emm. Kita ngobrol di ruang tamu!" Ajak Retno tiba-tiba.
Kemudian Retno berjalan terlebih dulu ke ruang tamu. Diikuti kemudian oleh Emma yang kini merasa lega karena tak ada lagi belatung yang ia lihat melekat di baju dan celana nya.
"Duduk sini, Emm!" Ajak Retno sambil menepuk sofa di sebelah tempat nya duduk.
Emma menurut. Begitu ia duduk, Retno menatap nya lekat-lekat.
Tatapan Retno yang cukup intens membuat Emma merasa jengah dan bersalah.
Ia tahu kalau ibu nya itu mungkin merasa kesal karena ia tak menurut dan berjaga di rumah saja hari ini.
Apalagi saat Emma pergi ke mall, ia tak meninggalkan pesan tertulis kepada Retno.
Akhirnya dengan kepala tertunduk, Emma pun mengaku salah pada sang Mama.
"Maaf ya, Ma. Tadi Emma habis ke mall. Maksud nya sih mau beli ponsel baru. Kan Emma udah gal ada ponsel. Padahal ponsel kan penting banget. Buat cari lowongan kerja yang baru sama kontekan sama teman-teman," papar Emma panjang kali lebar.
Retno tak langsung menanggapi ucapan Emma. Setelah jeda beberapa detik, barulah ia berkata.
"Emm, kamu benar tadi habis dari mall aja? Gak ke tempat lain?" Tanya Retno memastikan.
"Iya, Ma. Cuma ke mall aja kok!" Jawab Emma segera.
"Dari pagi sampai malam gini?" Tanya Retno dengan tatapan penuh sangsi.
"Gak pagi banget juga sih Ma. Sekitar jam sepuluhan lah berangkat nya.. terus sekarang juga kan belum terlalu malam.." sanggah Emma dnegan suara menyerupai cicitan.
Terutama di ujung kalimat nya tadi. Karena Emma menangkap tatapan tak suka di wajah sang Mama.
Emma kelepasan menyanggah ucapan Retno berulang-ulang.
Maksud nya sih, Emma ingin membela diri. Tapi apalah daya. Sering nya pembelaan yang dilakukan oleh Emma dianggap Retno sebagai upaya membantah.
"Maaf, Ma.. iya. Iya. Emma ngaku salah deh.. tapi beneran, Ma! Emma memang cuma pergi ke mall aja. Enggak ke tempat lain kok.. Emma beli ponsel, terus jajan es krim, baca novel di toko buku, sama main di Time Zone aja kok!" Papar Emma menerangkan sejujur nya.
Retno mendesah kesal. Sebuah kerutan muncul di antara kedua mata nya.
"Kamu jajan habis-habisan ya hari ini? Memang nya tabungan kamu ada banyak?" Tanya Retno menyelidik.
"Healing time, Ma.. refreshing gitu biar pikiran enggak mumet. Tentang tabungan, masih ada kok.. tenang aja, Ma. Mama mau pake uang Emma? Bilang aja, Ma!" Tutur Emma.
"Enggak. Bukan soal itu, Emm. Mama cuma mau ingetin kamu. Jangan hidup boros. Kata Bu Ustadzah juga, orang boros itu saudara nya setan!" Retno menasihati.
"Idih, Mama! Jangan ngebahas setan dong.. kan Emma jadi keingetan sama dua boneka setan itu.. ganti topik lah, Ma!" Emma mengajukan protes.
"Enggak mau. Kamu dengerin omongan Mama dulu, Emm! Kamu harus pandai-pandai berhemat.." lanjut Retno menasihati.
"Iya. Iya. Harus hemat biar cepat kaya kan, Ma?" Sambung Emma tiba-tiba.
"Dengerin Mama dulu!" Retno menaikkan nada suara nya saat menegur Emma.
Emma langsung kembali menundukkan kepala. Mulut nya ia kunci rapat-dapat.
"Kamu masih punya kebutuhan yang lebih penting selain jajan habis-habisan, Emm. Oke, sesekali jajan boleh lah. Tapi ya jangan berlebihan lah, Em. Kamu tahu kan kalau Mama cuma punya usaha dagang jajanan anak sekolah aja. Yah, walaupun kita gak perlu mikirin bayar uang kontrakan karena tinggal di rumah sendiri, tapi kan tetap ada pengeluaran lain yang harus kita tutupi," Retno menasihati.
"Apalagi sekarang kamu lagi gak kerja. Mama berharap kamu punya tabungan sendiri untuk biaya nikah mu nanti. Karena Mama gak yakin bisa ngasih yang mewah buat pesta kamu nanti, Emm.. kita cuma hidup berdua aja.. jadi.."
"Iya, Ma. Maafin Emma. Ini cuma sekali aja kok Emma begini. Emma janji gak akan boros lagi deh!" Janji Emma diucapkan terburu-buru.
Gadis itu merasa tak enak setiap kali sang ibu menceramahi nya soal 'hanya hidup berdua'. Karena mestilah nanti akan ada pembahasan tentang almarhum ayah nya.
Emma tak suka membahas tentang ayah nya yang telah lama tiada. Karena pasti nanti Mama nya akan menangis lama.
"Syukurlah kalau kamu mau introspeksi diri. Maksud Mama bilang begini, bukan karena Mama gak mau bantuin kamu untuk pesta nikah kamu nanti, Emm.. karena kalau pun Mama punya, pasti Mama akan kasih semuanya buat kamu. Mama cuma takut, umur Mama gak akan cukup. Jadi Mama gak bisa bantu kamu lebih banyak.."
Tiba-tiba Emma memotong ucapan Retno.
"Ma.. please.. jangan bahas soal mati ya? Iya. Emma menyesal. Emma gak akan boros-boros lagi. Emma akan nabung yang banyak.."
"Dan berhenti lihatin film horor! Gara-gara suka lihat film yang serem gitu tuh kamu mulai sering parno dan kesambet!" Imbuh Retno menyambung ucapan Emma.
"Iih Mama! Kesambet apaan sih? Orang Emma gak kenapa-napa kok!" Protes Emma.
"Lha itu tadi? Ngapain coba kamu lompat-lompat gak jelas? Bilang ada belatung segala lagi. Orang gak ada apa-apa kok!" Imbuh Retno lebih lanjut.
"Ada, Ma! Tadi tuh Emma kejatuhan belatung banyak banget! Mama lihat sendiri kan tadi Emma kibas-kibasin di depan pintu?" Ujar Emma.
"Mana coba belatung nya? Orang gak ada kok. Ngarang aja. Kalau gak ngarang, ya berarti kamu tadi kesambet!" Tuding Retno dengan tegas.
"Iih Mama.. nih masih ada nih di depan pintu!"
Emma lalu berdiri dan menarik tangan sang ibunda ke arah depan rumah. Namun begitu ia hendak menunjuk ke lantai di depan pintu masuk, Emma hanya bisa menganga keheranan.
Ia tak mendapati satu belatung pun di lantai.
"Lho? Belatung nya pada ke mana? Apa ngumpet ya di bawah sofa?" Tanya Emma pada diri nya sendiri.
"Dari sejak kamu datang tuh, Mama gak lihat satu belatung pun, Emm! Mama jamin itu!" Ucap Retno dengan yakin.
"Tapi tadi Emma beneran kejatuhan belatung banyak banget, Ma, pas di jalan pulang!" Ujar Emma dengan nada tak kalah yakin.
"Terus kamu anggap Mama bohong gitu?"
"Itu.."
Emma terlihat bingung. Ia tahu kalau ibu nya tak mungkin berbohong.
Seorang Retno tak pernah Emma dapati berbohong. Walau dengan alasan bercanda sekali pun.
"Jadi.. tadi itu apa dong, Ma?" Tanya Emma dengan raut bingung.
"Ya itu tadi! Kamu tuh kesambet! Maka nya tadi Mama langsung ajak kamu bersihin diri! Dan habis kamu cuci muka, kamu gak lihat belatung nya lagi kan?" Tanya Retno lagi.
"Mm..iya sih.. tapi.."
"Udah. Sekarang mending kamu mandi deh. Mama mau siapin makan malam dulu. Tadi belum sempat masak soal nya," tutur Retno sambil berlalu masuk ke dalam kamar untuk menaruh mukenah yang ia pakai.
Akan tetapi, Retno teringat sesuatu hal. Jadi ia pun kembali berbalik dan berkata pada Emma.
"Kamu sibuk beli ponsel baru, kenapa enggak ngambil ponsel lama kamu aja sih, Emm? kan sayang banget itu?" tanya Retno keheranan.
"Ke rumah setan itu lagi? Mam becanda ya? ogah ah! Bisa-bisa nanti Emma gak balik-balik lagi!" jawab Emma asal.
Retno menggelengkan kepala nya beberapa kali.
"Terserah kamu lah!" tutur Retno sebelum melangkah kembali menuju kamar nya.
Sementara itu Emma memandang lantai dengan pandangan bingung.
"Berarti kejadian di toilet tadi juga jangan-jangan..?!"
Emma tak melanjutkan gumaman nya. Karena tiba-tiba saja hawa dingin itu kembali menusuk bagian tengkuk nya.
Emma buru-buru pergi ke kamar, mengambil handuk dan bergegas mandi.
Saat mandi pun Emma sering melayangkan pandangan nya ke segala arah. Khawatir bila tiba-tiba saja ada makhluk halus yang muncul menemani nya di kamar mandi.
Alhasil Emma pun mandi kilat secepat yang ia bisa.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Astuty Nuraeni
kasian nggak sih si Emma
2022-12-18
1
Astuty Nuraeni
Aku lagi makan mie goreng hem hem
2022-12-18
1
mom mimu
kamu pulangnya kesorean sih Emm, kalo kata orang Sunda mah sareup na, alias waktunya si makhluk yg bernama syaiton berkeliaran, hihihi... bener gak sih kak Mell.. 😅😅✌🏻✌🏻
2022-12-10
1