#MDS 15#

"Dari mana Bu ne mendapatkan uang untuk biaya operasi bapak?" tanya Darman setelah ia sadar usai menjalani operasi pada bagian kakinya.

"Sudahlah, Bapak jangan pikirkan itu. Yang terpenting Bapak cepat sembuh dan bisa segera pulang," ucap Sumirah.

"Pak Wiguna baik sekali pada keluarga Bapak," ucap pak Hanafi yang juga berada di dalam ruang perawatan Darman.

"Apa maksud Bapak?" Darman mengerutkan keningnya.

"Tadi saya mendengar sendiri pak Wiguna meminjamkan uang pada bu Sumirah untuk biaya operasi kaki Pak Darman."

"Apa?! Kamu berhutang lagi pada si Wiguna, Bu ne?"

"Ma-ma-af, Pak. Bu ne bingung harus kemana mencari pinjaman. Sekar sudah mencoba mencari pinjaman pada istrinya pak Warsito. Bukannya memberi pinjaman, dia malah memecat Sekar."

"Ya Allah Gusti, kenapa Bu ne harus berhutang lagi pada lintah darat itu? Bu ne pakai jaminan apa?"

"Wiguna tidak meminta syarat apapun kok Pak ne."

"Lalu, Bu ne percaya begitu saja? Dia hanya ingin mencari muka di hadapan pak Hanafi sebagai salah satu perangkat desa. Bagaimana kalau tiba-tiba dia ke rumah kita minta syarat yang aneh-aneh."

"Semoga saja tidak begitu."

"Wiguna itu raja tega! Apapun yang menjadi keinginannya harus ia dapatkan!"

"Jadi, bagaimana ini, Pak ne? Kita sudah terlanjur memakai uangnya."

"Bapak nggak tahu! Bapak bingung!"

"Ehm … Pak … Bu. Saya permisi dulu," ucap pak Hanafi. Rupanya dia mulai tidak nyaman berada di dalam ruangan itu.

"Terima kasih sudah mengantar kami," ucap Darman.

Sang ketua RT itu pun lantas meninggalkan ruangan tersebut.

"Semoga saja Wiguna tidak meminta syarat yang merugikan kita," ujar Darman.

****

Beberapa hari kemudian Darman diizinkan meninggalkan rumah sakit.

Baru saja turun dari angkutan umum, Darman dan Sumirah sudah dibuat meradang lantaran mendapati Wiguna dan dua orang pria bertubuh kekar menyambut kedatangan mereka di teras rumah.

"Selamat datang kembali di istanamu, Sudarman," ucap Wiguna.

"Ngapain kamu di sini?" ketus Sumirah.

"Saya hanya ingin menjenguk suami kamu, Mirah."

"Tidak usah sok baik!"

"Kalau maksud kedatangan kamu ke rumah ini untuk menagih hutang kami, kami belum memiliki uang. Kamu tahu 'kan apa yang terjadi padaku?"

"Kalian jangan berprasangka buruk dulu. Maksud kedatangan sayai ke sini justru ingin memberi uang. Saya tahu kalian pasti sangat membutuhkannya." Wiguna mengambil sebuah koper lalu memperlihatkan isi di dalamnya.

"Aku yakin ini adalah kali pertama kalian melihat uang sebanyak ini."

"Kami tidak akan pernah lagi tergiur untuk meminjam uang dari lintah darat sepertimu!" tegas Sumirah.

"Minggir! Kami mau masuk!" Darman memutar gagang pintu lalu mendorongnya.

"Mbok! Sekar takut!" pekik Sekar yang tiba-tiba saja menghambur ke dalam pelukan sang ibu.

"Tenang, Nduk, ada bapak sama mbok."

Tanpa dipersilahkan, Wiguna dan kedua anak buahnya menerobos begitu saja ke dalam ruang tamu. Wiguna bahkan duduk di kursi sembari bersilang kaki.

"Kalian tahu, tidak ada sesuatu yang gratis di dunia ini. Begitu pun dengan hutang kalian yang cukup besar itu. Sampai kalian menjadi kakek-nenek pun, kalian tidak mungkin bisa melunasinya."

"Kami sadar, kami memang miskin. Tapi kami akan bekerja keras agar kami bisa membayar hutang itu."

"Kamu harus ingat surat perjanjian ini." Tiba-tiba saja Wiguna meletakkan sebuah map berwarna hijau di atas meja.

"Surat perjanjian apa maksudmu?"

"Kamu jangan pura-pura lupa, Sumirah. Saat kamu meminjam uang untuk biaya operasi Darman tanpa memberikan jaminan apapun. Jadi kamu menukarnya dengan putrimu."

"Apa benar begitu, Bu ne?"

"Demi Allah, Pak ne. Aku tidak pernah melakukannya. Wiguna justru mengatakan ingin membantu kita."

"Kamu bahkan sudah menandatangani surat perjanjiannya di atas materai."

Sumirah lekas meraih map itu kemudian membuka isi di dalamnya. Ia heran mendapati tanda tangannya berada di surat perjanjian tersebut sementara ia merasa tak pernah menandatangani apapun saat berada di rumah Wiguna waktu itu.

"Tidak! Aku tidak pernah menandatangani apapun! Ini pasti jebakanmu!"

Darman mengambil alih map itu dari tangan Sumirah. Meskipun hanya tamatan SD, ia paham dengan apa itu surat perjanjian. Ia pun mulai membaca baris demi baris poin perjanjian yang tertera di dalam bentuk ketikan. Hingga suatu saat matanya terbelalak saat netranya menangkap sebuah pernyataan.

"JIKA DALAM WAKTU SATU MINGGU PIHAK KE DUA TIDAK BISA MEMBAYAR HUTANGNYA, MAKA PIHAK KE DUA DENGAN SUKARELA AKAN MENYERAHKAN PUTERI SULUNG NYA YANG BERNAMA SEKAR UNTUK DINIKAHI PIHAK PERTAMA"

"Apa-apaan ini!" Tiba-tiba saja Darman merobek isi surat perjanjian itu .

Wiguna menyerangku kecut.

"Kamu boleh saja merobeknya, tapi aku bisa membuat puluhan bahkan ratusan lembar lagi."

"Manusia laknaaat!"

"Dua hari lagi saya akan datang ke sini untuk melamar puterimu yang ayu ini. Saya harap kalian menyiapkan segala sesuatunya dengan baik," ucap Wiguna sembari beranjak dari tempat duduknya.

"Aku tidak akan rela menikahkan putriku dengan manusia berhati ibliis sepertimu!"

"Kalian tinggal pilih, menyerahkan Sekar pada saya, atau menyerahkan diri kalian pada polisi." Wiguna memberi isyarat kecil pada kedua anak buahnya untuk meninggalkan ruangan itu.

"Wiguna! Tunggu! Aww!"

Darman mencoba mengejar kawan lamanya itu namun tiba-tiba saja ia merasa nyeri hebat pada kaki kanannya yang baru saja menjalani operasi.

Sekar dan Sumirah pun lantas membantunya duduk di kursi.

"Bagaimana ini, Pak? Bu ne takut kalau Wiguna benar-benar datang ke sini untuk melamar Sekar," ucap Sumirah.

"Maafkan bapak, Nduk. Semuanya jadi begini," lirih Darman.

Bersambung …

Hai, pembaca setia, jangan lupa beri dukungannya ya. Beri like, komentar positif, fav, dan hadiah. Sekecil apapun dukungan kalian akan sangat berarti bagi Author. 🥰🥰🥰

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!