#MDS 06#

"Apa maksudmu?" tanya Sumirah dengan suara bergetar.

"Ada sepasang pemuda yang ditemukan tewas di gubuk milik kalian!"

"Innalillahiwainnailaihirojiun. Siapa mereka, Jun?"

"Aku juga belum tahu pasti siapa mereka, tetapi Pak RT meminta Pak Darman dan Mbok Mirah untuk datang ke gubuk sekarang juga."

Tidak berselang lama Darman keluar menuju teras.

"Eh, kamu, Jun. Ada apa? Wajah kamu kok tegang begitu.

"Itu … anu … ada sepasang pemuda pemudi yang ditemukan tewas di gubuk milik Pak Darman."

"Apa?!"

"Pak RT meminta Pak Darman untuk segera ke tempat kejadian."

Tubuh Sumirah mendadak lemas. Entah mengapa perasaan tidak nyaman tiba-tiba menyerangnya.

"Ya Allah, Pak. Aku takut," ucapnya.

"Kamu jangan panik dulu. Cepat kamu ambilkan lampu senter lalu kita ke gubuk," titah pak Darman.

"Gendhis ikut, Mbok."

"Kamu di rumah saja, Nduk."

"Aku takut."

"Ya sudah, kamu ambil senter satu lagi kalau kita ikut bapakmu ke gubuk."

Sepanjang perjalanan menuju ke sawah bibir Sumirah tak berhenti melafalkan kalimat sholawat dan tasbih. Iya berharap mayat yang ditemukan di gubuknya itu bukanlah puteri sulungnya, Sekar.

Gubuk itu rupanya sudah ramai didatangi warga yang ingin melihat siapa sebenarnya mayat yang ditemukan di sana.

"Pak Hanafi, pria paruh baya yang menjabat sebagai ketua RT terlihat berdiri di samping dua jenazah yang kini telah ditutupi dengan kain sarung.

"Pak Darman," sapanya.

"Ya, Pak."

"Apakah kedua puteri Pak Darman berada di rumah?" tanyanya.

"Se-Se-kar belum pulang ke rumah, Pak," jawab Sumirah.

"Memangnya dia ke mana?"

"Tadi sore saya menyuruhnya mengantarkan cabe ke rumah bu Wiwik udah sampai sekarang belum kembali."

"Begini Pak, Bu. Menurut keterangan salah satu warga, sore tadi dia melihat judi berjalan ke arah selatan dengan memakai kerudung berwarna kuning muda. Apa benar ini kerudungnya?" Pak Hanafi meraih kerudung itu dari bubuk lalu menyodorkannya pada Sumirah. Dengan tangan bergetar Sumirah pun meraih kerudung tersebut.

"Benar, Pak, sore tadi Puteri saya memakai kerudung ini."

"Pak Sofyan," panggil Pak Hanafi.

Beberapa saat kemudian pria yang dipanggil Pak Sofyan itu berjalan sendiri mereka.

"Ya, Pak."

"Sekarang coba Bapak jelaskan apa yang tadi Bapak temukan di tempat ini."

"Saya baru pulang dari sawah menjelang adzan Maghrib. Saat saya melintasi gubuk ini saya mendengar suara seseorang yang sedang mendesah seperti sedang melakukan hubungan badan. Karena penasaran saya pun mendekati mereka. Ternyata benar, ada sepasang pemuda yang telah melakukan hubungan badan dengan posisi tubuh perempuan berada di atas tubuh si laki-laki. Saya sempat meneriaki mereka agar mereka lekas menghentikan aksi tidak terpuji mereka. Namun yang saya dengar kemudian justru suara teriakan kesakitan mereka. Perlahan suara itu pun menghilang. Qodarullah mereka berdua meninggal saat berhubungan badan dalam keadaan alat kelam*n mereka masih belum terlepas," ungkap pak Sofyan.

"Saya tidak berani melihat wajah mereka lebih dekat. Jadi saya tubuh mereka yang telanjang ini dengan kain sarung, saya pun lalu melaporkan kejadian ini pada pak RT," imbuhnya.

"Saya ingin memastikan apakah perempuan yang mengenakan kerudung berwarna kuning ini adalah putri Bapak dan Ibu. Untuk itulah saya meminta kalian datang kemari," ucap pak Hanafi.

"Baik, Pak."

Dengan tangan bergetar Pak Darman menyingkat kain sarung yang menutupi tubuh kedua pemuda pemudi yang saling menindih itu.

"Astaghfirullahaldzim! Bukankah ini Hasan?"

"Siapa perempuannya, Pak?" tanya Sumirah parau.

"Bukan … bukan … dia bukan Sekar."

Sumirah pun mulai mengamati bagian punggung gadis itu. Sebagai ibu kandung masker tentu saja ia mengenal betul bagian tubuhnya. Sekar sama sekali tidak memiliki tanda lahir di bagian punggung ataupun bok*ngnya.

"Bukan, Pak. Perempuan ini bukan puteri kami. Puteri kami tidak memiliki tanda lahir seperti ini," jelas Sumirah.

"Ibu yakin?"

"Iya, Pak, saya yakin sekali."

"Lalu, siapa sebenarnya perempuan ini?"

gumam pak Darman.

"Kami sudah menghubungi polisi. Kedua jenazah ini akan kami bawa ke rumah sakit. Sepertinya perlu tindakan medis untuk melepaskan alat kelam*n mereka yang saling menempel ini. Bapak Darman dan Ibu Sumirah bisa meninggalkan tempat ini, terima kasih untuk penjelasannya,"ucap pak Hanafi.

"Baik, Pak. Kami permisi dulu."

Pak Darman beserta anak dan istrinya penuh atas meninggalkan tempat tersebut.

"Sekar! Nduk!" pekik Sumirah saat berpapasan dengan Sekar di jalan yang berada di dekat mereka.

"Bapak … Mbok … Gendhis… kalian dari mana?" tanyanya.

"Syukurlah kamu baik-baik saja, Nduk," ucap sang ayah.

"Sebenarnya ada apa, Pak, Mbok?"

Dari Sekar, pandangan Pak Darman beralih pada seorang pria paruh baya yang berdiri di samping Sekar dengan membawa obor.

"Pak Burhan?"

"Iya, Pak. Saya tidak tega membiarkan nak Sekar pulang sendiri. Sekalian saya juga mau menjemput anak gadis saya yang dari sore tadi belum pulang dari rumah budenya di Tegalwangi," jelas pak Burhan, ayah kandung Lilis.

Sumirah tampak berpikir sejenak. Iya baru ingat sore tadi juga mengenakan kerudung berwarna kuning.

"Maaf, Pak, setahu saya Lilis tidak pergi ke Tegalwangi melainkan ke rumah Bu Nining," ucap Sumirah.

"Dari mana Bu Mira tahu?"

"Tadi Sekar yang mengatakan pada saya jika Lilis pergi ke rumah Bu Nining untuk mengambil jahitan."

"Benar, Pak, karena Lilis tak kunjung lewat, jadi saya yang mengantar cabe ini ke rumah Bapak," jelas Sekar.

"Apa Pak Darman tidak keberatan jika menemani saya ke rumah Bu Nining? Saya ingin memastikan ke mana sebenarnya puteri saya pergi," ucap pak Burhan.

"Mari, Pak."

Kedua pria itu pun lantas meninggalkan tempat itu dan berjalan menuju rumah bu Nining.

"Alhamdulillah, Nduk. Kamu baik-baik saja. Jantung ibumu ini hampir saja copot," ucap Sumirah.

"Loh, memangnya ada apa, Mbok?"

"Tidak enak bicara di sini sebaiknya kita pulang ke rumah dulu," ucap Gendhis.

Sesampainya di rumah.

"Ada sepasang pemuda pemudi yang ditemukan meninggal dunia dalam keadaan berhubungan badan di gubuk milik kita, Nduk," ucap Sumirah.

"Innalillahiwainnailaihirojiun. Siapa mereka, Mbok?"

"Yang laki-laki Hasan, anaknya pak Lurah. Tetapi yang perempuan belum jelas identitasnya karena wajahnya menghadap ke bawah. Tadi Pak RT sempat mencurigai kamu sebagai perempuan itu karena dia mengenakan kerudung berwarna kuning seperti yang kamu pakai sekarang. Tetapi setelah melihat tanda lahir di punggung dan bo*ong perempuan itu, mbok yakin jika perempuan itu bukan kamu."

"Naudzubillahimindzalik, mana mungkin aku melakukan hal keji begitu?"

"Mbok masih penasaran, siapa perempuan itu," ucap Sumirah.

Sekar terdiam sejenak, ia lantas berpikir.

Entah mengapa ia merasa jika dari ciri-ciri tanda lahir yang terletak di bagian punggung dan bo*ong perempuan itu, dugaannya mengarah pada seseorang.

"Apakah perempuan itu Lilis?" gumamnya.

Bersambung …

Jangan lupa beri dukungannya ya.

Beri like, komentar positif, fav, dan hadiah. Sekecil apapun dukungan kalian akan sangat berarti bagi Author 🥰🥰🥰

Happy reading…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!