"Namanya Keyla, dia sudah meninggal lima tahun lalu." Perkataan Ardy membuat Denise seketika tersedak.
Uhuk.
Uhuk.
Ardy langsung kuatir melihat Denise yang tersedak dengan tiba-tiba.
"Hye, kamu kenapa? makanya pelan-pelan kalau minum." Kata Ardy berbicara penuh kekuatiran.
"Namanya juga tersedak, kalau tahu akan begini mana mungkin aku minum." Jawaban yang diberikan oleh Denise membuat Ardy, seketika mendengus kesal. Pasalnya gadis itu bukan hanya dingin dan juga sangat menyebalkan.
"Kamu tadi bilang siapa tadi siapa namanya aku lupa?" Denise mengulang pertanyaan soal nama itu lagi. Hanya untuk memastikan kalau gendang telinganya masih berfungsi dengan bagus.
"Keyla, namanya Keyla. Memangnya kenapa?" tanya Ardy pada Denise yang sangat terlihat gusar dan itu membuat Ardy, menjadi penasaran.
"Ke–yla? apa aku tidak salah dengar," ucap Denise dengan mulut ternganga serta wajah bingungnya, seakan dirinya tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya, sampai-sampai Membuat Ardy sangat gemas dengan gadis yang memiliki lesung tersebut.
"Kenapa kamu terkejut, apa ada yang tidak beres soal nama itu?" tanya Ardy sedikit penasaran kala dirinya menyebut nama Keyla.
Denise untuk sesaat hanya diam. Ingin rasanya mengatakan jika dirinya sering melihat gadis yang bernama 'Keyla'. Namun, bibirnya terasa keluh walau hanya mengatakan satu bait kata saja.
Ia takut, takut jika pria itu pergi hanya gara-gara kemampuannya. Akan tetapi, lagi-lagi Denise tidak merasakan penglihatan sama sekali di saat dirinya dengan sosok Ardy.
Aneh, sungguh aneh. Jika bisa? maka ia ingin seperti ini terus setiap hari. Tanpa bisa melihat berbagai hal mahluk tak kasat mata dan gangguan yang kerap kali menghampirinya.
"Denise, apa kamu tidak apa-apa?" Entah mengapa melihat tingkah Denise seakan ada yang disembunyikan dan tak ingin orang-orang tahu. Padahal Ardy menangkap dari raut wajahnya sosok perempuan yang ada sampingnya kini, terlihat sedih.
"Jika mengungkapkan isi hatimu dengan itu bisa membuatmu lebih tenang, mengapa tidak!" saat Ardy berkata seperti itu. Seketika Denise menoleh ke arah Ardy.
"Rasanya ingin, tapi … ini semua apakah akan menjamin bila kamu tidak akan menganggap aku gila! seperti yang orang-orang katakan," Denise bertanya-tanya dalam hatinya karena rasa takut tiba-tiba menyerang.
"A-aku hanya ta-kut kalau kamu seperti orang-orang dan menganggap aku adalah gadis aneh, lalu kamu menjauhiku karena mata aneh yang aku miliki saat ini." Denise sengaja menjelaskan dan jika pria itu pun saat ini akan pergi. Maka Denise tidak akan melarang.
"Setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing bukan," ujar Ardy pada Denise.
Denise mengangguk nyatanya apa yang dikatakan adalah benar. Hanya saja pola pikir manusia yang berbeda.
"Apa kamu akan memutuskan pulang hanya karena diriku yang dianggap aneh karena bisa ber–entraksi, dengan makhluk yang tidak bisa dilihat oleh orang lain." Denise mencoba jujur dengan matanya yang bisa melihat berbagai hal.
Sedetik mata Ardy memandangnya dengan keintiman. Ardy tidak menyangka bahwa yang ia sebut gadis aneh itu ternyata memiliki tekanan batin yang hanya dirasakan oleh nya saja. Maka dari itu Denise berpakaian layaknya seorang buronan? sekarang ia mengerti dengan topi hitamnya, kacamata hitamnya juga, serta alat musik yang selalu bertengger di kedua telinganya.
"Tidak. Aku tidak akan pulang! itu pertanda kamu adalah orang pilihan yang Tuhan berikan, dengan begitu kamu mengetahui kenapa arwah itu bisa meninggal dan kenapa urusan duniawi belum terselesaikan." Ardy seakan tahu apa yang saat ini dirasakan oleh Denise.
"Itu bukanlah sebuah keistimewaan. Jika, aku harus berada di posisi ini. Aku juga bisa melihat dan merasakan jika ada orang yang akan celaka maupun meninggal, itu mengapa kacamata ini selalu bertengger di hidungku." Denise berkata hati yang penuh kelegaan. Nyatanya selain Putri ada juga orang yang mau menerimanya.
"Dengan begitu kamu bisa menolong orang banyak bukan. Contohnya aku? seseorang yang pernah kamu tolong, di saat ada motor yang melaju dengan kecepatan tinggi." Denise terperanjat saat mendengar penuturan dari Ardy. Yang berkata jika dirinya pernah menolongnya.
"Kapan." Hanya itu jawaban dari bibir Dia.
"Apa kamu benar-benar melupakan akan hal itu," ujar Ardy yang mencoba mengingatkan Denise lagi.
"Aku lupa, apa memang kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Denise pada Ardy.
"Pernah, kita cari makan dulu saja ya."
Denise mengangguk pasrah ke mana Ardy mengajak.
Mereka berdua berjalan kaki menyusuri alun-alun kota (M).
Tidak berapa lama mereka berjalan dan melihat lesehan yang bernamakan 'lalapan' akhirnya keduanya saling tatap.
"Lalapan," ucap Ardy.
"Boleh." Jawab Denise.
Entah mengapa Denise bisa menjadi sedikit dekat dengan orang yang baru ia kenal, tidak seperti biasanya dirinya bisa bersikap sedikit hangat dengan sosok pria yang bernama 'Ardy' terasa aneh bukan.
Sesampainya di tempat warung makan dengan desain lesehan tersebut, Ardy menyuruh Denise untuk memilih menu.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Ardy.
"Ayam bakar kalau ada, minumnya jeruk hangat saja." Jawab Denise. Setelah itu Ardy berdiri dan menghampiri penjualnya yang tidak jauh dari, tempat mereka duduk.
"Bang, ayam bakar dua sama jeruk hangat dua ya." Ardy memesan pada penjualnya agar cepat bisa dibuatkan olehnya.
"Baik Mas, silahkan ditunggu." Setelah Ardy memesan. Ia pun langsung kembali ke tempatnya.
"Jadi, kapan kita pernah ketemu sebelumnya?" Denise masih penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Ardy.
"Kamu ingat saat pertama kali menginjak kota ini? kamu mendorong seseorang hingga kaki dan tangan kamu terbentur aspal dan mengakibatkan, kaki dan siku kamu terluka." Ucapan Ardy seketika membuatnya teringat dua minggu lalu. Di mana dirinya melihat sosok lelaki yang dipenuhi oleh asap hitam yang sangat tebal. Tanpa pria tahu ada arah berlawanan dengan motor yang melaju sangat cepat.
Dirinya yang mengetahui itu langsung berlari guna menolongnya dengan cara di dorong.
"Bagaimana, apa sudah ingat." Ardy berkata sembari menggeser duduknya.
"Ah, iya … Sekarang sudah ingat. Jadi, kamu laki-kaki itu?" dengan telunjuk sebagai isyarat Denise berkata.
"Iya, itu adalah saya dan kamu sudah menolongku meski nyawa kamu sebagai taruhannya." Ardy berkata seolah-olah dirinya memang sangat beruntung bisa bertemu dengan Denise. Jika tidak, dirinya mungkin sudah berada di alam kubur.
"Itu kejadian sudah lama jadi kamu tidak perlu mengingat itu lagi," ujar Denise.
Tidak berapa lama hidangan yang mereka sudah datang, setelah itu mereka makan dengan keadaan hening.
Mereka berdua menikmati menu lalapan yang mereka pesan, yakni ayam bakar.
Terasa hening dan keadaan sedikit tidak nyaman. Sehingga membuat Ardy membuka percakapan, agar suasana sedikit hangat dan mencair.
"Denise, boleh kita berteman." Denise pun langsung menoleh ke arah Ardy.
"Jika kamu merasa nyaman aku tidak masalah," Denise berkata dengan suara datar dan itu membuat Ardy sedikit kikuk.
"Ar, boleh aku mengatakan sesuatu denganmu." Denise hanya ingin tahu balasan dari ucapannya terhadap Ardy.
"Katakan saja, aku siap mendengarkan setiap ucapanmu." Jawab Ardy tersenyum.
"Sepertinya aku sudah menemukan penangkal apa yang membuatku, tidak diganggu atau pun melihat hantu?" karena saat ini Denise sama sekali tidak bertemu penampakan yang biasanya datang, secara tiba-tiba.
"Apa memang kalau boleh tahu." Jawab Ardy penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
neng ade
diri kamu Ar .. karena sejak bersama mu Denise tak melihat penampakan yg kerap mengganggu nya
2024-03-05
0